Xualin melangkah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang mulai memerah. Bau harum bunga-bungaan menguar dari tubuhnya.
"Tubuh gadis ini, walaupun lemah tapi terawat dengan baik," gumam Xuanlin sembari memperhatikan pakaian kekuningan yang akan ia pakai.
"Hah, aku tidak tau cara memakainya... Meimei," panggil Xuanlin, Meimei segera masuk ke dalam kamar.
"Ada apa Ranran?"
"Bisakah kamu membantuku memakainya?" tanya Xuanlin polos, Meimei segera menatapnya heran.
"Kamu tidak bisa memakainya, ini kan pakaian biasa para pelayan." Xuanlin segera paham dan mengubah ekspresi wajahnya menjadi kesakitan.
"Aduh, Yuwen itu sudah melukai sekujur tubuhku, bahkan mengangkat tangan saja jiwaku seperti diambang kematian." keluh Xuanlin, tentu saja tubuhnya sakit namun tidak separah itu, ekspresinya sudah cukup membuat Meimei terperangah takut dan panik.
"Benarkah, sesakit itu?" Xuanlin mengangguk pelan.
"Aku akan berterimakasih seumur hidupku karena kamu banyak membantuku," jawab Xuanlin, dia memperhatikan tangan sigap Meimei memakaikan pakaian bagian luarnya dengan gesit.
"Apa sudah selesai?" tanya Xuanlin, Meimei memperhatikan dari atas sampai bawah tubuhnya dan dia segera membuka kotak perhiasan.
"Kamu tidak boleh lupa pakai ini." Xuanlin menyerahkan tusuk rambut dengan bandul bunga mawar, ia segera mencari ingatan Huanran dan mendapatkan sebuah kejadian dimana tusuk rambut itu diberikan Yuwen padanya dan ia berjanji akan memakainya setiap hari sebagai tanda cinta.
"Cih, gadis payah," gumam Xuanlin.
"Kamu bilang apa?" tanya Meimei memastikan.
"Ah tidak, hari ini aku tidak akan memakainya."
"Kenapa?" tanya Meimei penasaran, ia ingat Huanran selalu bilang untuk memakai tusuk rambut ini bahkan seumur hidupnya.
"Hanya ingin suasana baru, sudahlah kamu tidak akan mengerti." Meimei terdiam, banyak hal aneh yang terjadi pada Huanran, apa otaknya telah rusak karena hukuman pangeran Yuwen?
"Meimei, aku akan mengunjungi Ibu suri." Xuanlin telah mempelajari jadwal keseharian Huanran selama mandi tadi.
Xuanlin pergi ke paviliun milik Ibu suri, sepanjang jalan ia berusaha mengingat bahwa kerabat paling paling dekat dengan Huanran adalah Ibu suri dan pangeran ketiga. Ia berjalan melewati bangunan-bangunan dan sampailah didepan gerbang kediamannya.
"Ranran, kemana saja?" tanya beberapa pelayan yang juga bekerja pada Ibu suri.
"Hehe... Maaf aku pergi lama, dimana Ibu suri?"
"Ah, dia sedang di kolam, Ibu suri sangat sedih karenamu." Xuanlin mengangguk dan berjalan menuju kolam.
"Salam seribu tahun hamba kepada Ibu suri." Xuanlin sedikit membungkukan badannya dihadapan wanita setengah baya dengan pakaian hitam.
"Ah, Huanran, akhirnya kamu datang," Ibu suri datang dan memeluk singkat Xuanlin.
"Aku dengar kamu dihukum pangeran Yuwen?" tanya Ibu suri. Diusianya yang menginjak lima puluhan ia masihlah cantik dan berwibawa.
"Menjawab, benar, hamba dihukum oleh pangeran kedua,"
"Astaga anak itu, mengapa dia gelap mata padamu?" tanya Ibu suri dengan wajah sedih sembari mengelus puncak kepala Xuanlin yang membuatnya sedikit terharu karena dikehidupan lamanya tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tua.
"Ibu suri percaya padaku?" tanya Xuanlin.
"Kamu anak yang baik dan jujur, kenapa aku tidak mempercayaimu?" Xuanlin memberikan senyum penuh arti pada Ibu suri, urusannya untuk menangkap orang yang memfitnah Huanran akan semakin mudah jika ia dapat dukungan dari pihak seperti Ibu suri.
"Memberitau kepada Ibu suri bahwa pangeran kedua datang." ucap salah satu prajurit. dibelakangnya telah berdiri Yuwen dengan wajah gelap.
"Huanran, apa kamu terkena sakit lupa ingatan? Aku bilang untuk pergi menemuiku. " ucapnya penuh tekanan amarah.
"Pangeran kedua, apa kamu tidak mengerti tata krama?" tanya Ibu suri dengan wajah datar membuat Yuwen terkejut, Xuanlin diam-dian menyeringai puas.
"Salam seribu tahun hamba pada Ibu suri." Ibu suri menghela nafas pelan lalu mengundang Yuwen serta Xuanlin ke kediamannya. Selama perjalanan Xuanlin dapat merasakan jiwanya tertekan dibawah pengeliatan Yuwen.
Setelah masuk dan duduk, Ibu suri memerintahkan pelayan untuk membuat teh dan camilan.
"Hah, aku bukanlah orang yang gila hormat namun pangeran kedua jangan sampai terbiasa melakukan itu di depan umum, apalagi di depan Yang Mulia Kaisar." ucap Ibu suri.
"Saya salah, Ibu suri, anda hanya ingin mendisiplinkan sikap saya. Saya sangat berterimakasih telah diingatkan." bersamaan dengan ucapan Yuwen, nampan teh dan roti telah dihidangkan.
"Ada perlu apa sampai marah-marah begitu pada Huanran?" tanya Ibu suri sembari menghirup teh herbalnya.
"Menjawab, saya perlu meluruskan masalah saya dengannya."
"Bukankah kamu sudah meluruskannya dengan tingkah terburu-burumu itu?" disamping Ibu suri, Xuanlin menyeringai dalam diam. Ia tidak menyangka Ibu suri akan membuat tenaganya tidak terkuras habis.
"Ibu suri, bukan begitu maksudku...." jawab Yuwen, ia bergerak-gerak gelisah.
"Oh, bukan, lalu seperti apa yang akan kamu lakukan untuk meluruskan urusanmu itu?" Yuwen mengepalkan tangannya dibalik jubah.
"Izinkan saya membawa Huanran untuk berbincang bersama."
"Oh, kamu tidak mengizinkanku ikut campur, lalu apa kamu bisa menjamin keselamatannya? Lihatlah, dirimu sudah mengeluarkan kultivasimu dan menekan jiwanya." jawab Ibu suri datar, Yuwen semakin terdesak dan mengertakan giginya dengan tidak sabar.
"Ibu suri, biarlah hamba dibawa pangeran untuk berbincang." Xuanlin angkat bicara setelah puas melihat wajah Yuwen yang terpojok, Ibu suri terlihat bepikir sebentar.
"Baiklah, tapi jangan sampai dirimu terluka." jawab Ibu suri lembut, Xuanlin mengangguk patuh dan keluar bersama Yuwen dari kediaman Ibu suri.
"Apa kamu berusaha mencari sekutu?" tanya Yuwen dingin di tengah perjalanan.
"Kenapa aku harus melakukannya sedangkan aku tidak bersalah?" jawab Xuanlin ringan membuat langkah Yuwen terhenti.
"Kenapa kamu terus melindungi diri sendiri?"
"Aku tidak melindungi diri sendiri namun berkata sejujurnya." jawab Xuanlin dengan tatapan dingin yang mengarah pada Yuwen.