Xuanlin dan Yuwen berjalan pelan disekitaran taman istana, tak ada kata yang terucap karena kalah oleh ego.
"Apa kamu tidak mau bilang sesuatu?" tanya Yuwen jengah dengan sikap diam Xuanlin.
"Memang aku harus bicara apa?" jawab Xuanlin dingin. Yuwen bergegas memotong jalan Xuanlin.
"Minggir." ucap Xuanlin.
"Bilanglah sesuatu agar aku tidak terus mencari kesalahanmu. Kita telah berhubungan sejak kecil, aku akan memberi maaf untukmu kalau kamu jujur." Xuanlin berdecih.
"Aku berkata jujur atau tidak memang apa bedanya?" Yuwen terdiam.
"Siapa saja yang menjadi saksi mata kasusku?" tanya Xuanlin dingin.
"Ah, hari ini kamu tidak pakai tusuk rambut?" tanya Yuwen sembari melihat puncak kepala Huanran.
"Jangan mengalihkan pembicaraan," Yuwen menghembuskan nafas kecewa.
"Beberapa penjaga dan putri kelima." jawab Yuwen, membuat Xuanlin mengernyitkan dahi. Sepertinya ada yang aneh.
"Bantu aku mengumpulkan semua saksi mata hari ini atau aku sendiri yang akan mencelakai satu persatu dari mereka malam ini." Yuwen terkejut, ia menatap mata gadisnya, tak ada ketakutan dan keraguan sedikitpun darinya membuat Yuwen sedikit merinding.
"Huanran dengarkan aku, tak ada yang akan mempercayaimu selain aku dan Ibu suri," Xuanlin menggeleng pelan dan berbalik namun sebelum melangkah pergi ia kembali memperingatkan Yuwen.
"Ingat, aku minta malam ini, jangan mengecewakanku." Xuanlin sekarang benar-benar meninggalkan Yuwen sendiri.
"Huanran...." desis Yuwen melihat punggung gadisnya menjauh pergi dengan sejuta tanda tanya.
•
Siang telah berganti malam dengan musik hewan-hewan malam yang saling bersahutan menjadi teman manusia untuk berguling dibalik tempat tidurnya
Xuanlin tengah berdiri merenung dihalaman, matanya meredup sembari memikirkan nasib Huanran.
"Apa jiwa gadis ini sudah mati, kenapa dia tidak pernah muncul atau berinteraksi denganku?" gumam Xuanlin. Didalam pikirannya kali ini terlintas kenangan masa kecil Huanran.
Huanran adalah yatim piatu sejak ia lahir, tidak jelas siapa yang menjaganya karena ingatan pertamanya ia hanya duduk dipinggir jalan sebagai gelandangan.
Huanran kecil tidak pernah menginjak bangku sekolah dan hidup normal seperti anak kecil seusianya. Ketika ia mau makan maka pilihannya adalah mencuri dipasar atau mengemis namun, ia kadang terinjak kaki yang tidak memperhatikan tubuh kecilnya, membuat wajah manisnya kotor oleh darah dan debu, beberapa orang ada yang kasihan padanya dan memberikan baju hangat maupun makanan namun tidak berani membawanya pulang.
Ia tidak pernah mengeluh karena masih bersyukur hidup dan melihat banyak manusia daripada sendirian.
Waktu itu festival sedang diselenggarakan dan Huanran kecil berusia lima tahun. Ia sangat senang berlari kesana kemari di bawah cahaya lentera yang digantung tinggi, ia sangat senang dengan keramaian pada malan hari itu, seluruh jalanan terlihat berwarna warni dan orang-orang memakai pakaian yang cantik, tidak sepertinya yang memakai pakaian lusuh pemberian penjual baju.
Huanran berlari disekitaran sungai kecil dan menemukan laki-laki kecil yang agak tinggi darinya sedang menatap mainan kayunya jatuh dan terseret air sungai. Ia hanya berdiri dengan mata berair melihat mainannya tidak dapat diselamatkan. Huanran kecil melihat itu dan tidak tega, ia menceburkan diri dan menyelamatkan boneka itu.
"Ini...." Huanran menyerahkan boneka kayu dengan tubuh basah kuyup, membuatnya mengigil kedinginan. Laki-laki itu menerimanya.
"Terimakasih, siapa namamu?" tanyanya, Huanra mengernyit, ia tidak pernah diberi nama oleh siapapun.
"Aku tidak tau...." jawab Huanran dengan wajah kotornya yang menyunggingkan senyum, lelaki itu mengernyit.
"Hah? Kamu tidak punya nama?" tanyanya memastikan, Huanran mengangguk yakin.
"Baiklah, bagaimana kalau hari ini namamu Huanran?"
"Huanran?"
"Em... Fan Huanran yang berarti gadis yang lembut dan ceria." senyum Huanran semakin melebar mendengar nama barunya.
"Bagus, aku suka nama itu."
"Lalu, namaku Tao Yuwen dan kelak aku akan jadi Kaisar." Huanran mengangguk sekali, ia tidak peduli nama Yuwen karena sekarang mulut kecilnya mengulang-ulang namanya agar ia ingat.
"Ada apa dengannya? Padahal nama itu hanya aku ambil dari buku cerita." gumam Yuwen.
"Kamu tinggal dimana?" tanya Yuwen.
"Dimana saja."
"Kamu tidak punya rumah?" tanya Yuwen, Huanran mengangguk membuat Yuwen kecil mengernyitkan dahi untuk berpikir, sejenak wajahnya menjadi riang.
"Bagaimana kalau besar nanti kita menikah? Aku punya rumah dan uang," tak ada hujan, tak ada petir namun Yuwen dengan lugas mengatakannya. Ia hanya tau dari pelayannya, orang yang punya rumah dan ber uang harusnya menikahi mereka yang tidak punya dua itu agar kehidupan mereka bahagia.
"Menikah?" kata itu terasa asing ditelinga Huanran, dia tidak pernah mendengarnya.
"Ya, berjanji lah akan menikah denganku ketika dewasa nanti." jawab Yuwen mantap, malam itu Yuwen yang berusia sembilan tahun mengucap janji dengan bocah yang tak dikenalnya dibawah lentera festival yang menimpa tubuh kecil mereka.
"Mm... Baiklah." jawab Huanran tanpa berpikir panjang membuat senyuman imut Yuwen semakin melebar.
Xuanlin tersentak dan sadar dari ingatan Huanran.
"Ternyata hubungan mereka sangat dalam, bahkan Yuwen benar-benar menepati janjinya."
Ingatan Huanran beralih ketika ketika remaja. Huanran tidak disukai putri kerajaan maupun putri petinggi yang diam-diam menyukai dan menggagumi ketampanan Yuwen namun, Yuwen seperti tutup mata dan tidak pernah mengalihkan dunianya pada gadis lain.
"Tidak heran Yuwen murka hari itu. Huanran adalah gadis yang sangat ia percayai dan dia telah menyerahkan segalanya untuk Huanran." bersamaan dengan itu, seorang prajurit mendatanginya.
"Memberitau kepada nona Huanran untuk menghadiri undangan menuju istana Kekaisaran."
"Ya, baiklah." prajurit itu pamit undur diri lalu Xuanlin beranjak menuju kamar dan bersiap-siap, tak lupa ia memakai tusuk rambut sebagai penghormatannya kepada janji Huanran untuk tetap memakainya walaupun dirinya sendiri tidak mau . Setelah selesai ia mendatangi kamar Meimei.
"Meimei...." panggil Xuanlin, Meimei keluar dari kamar.
"Mau kemana pakai pakaian rapi begini?" tanya Meimei melihat Xuanlin memakai pakaian putih kekuningan.
"Ayo ikut aku." tak banyak bicara, Xuanlin menarik tangan Meimei, tak ada percakapan karena sikap Huanran kemarin yang cukup mengangetkannya membuat Meimei khawatir akan menyinggung Huanran.
"Istana?" tanya Meimei didepan gerbang, Xuanlin berjalan menuju prajurit penjaga gerbang, berbicara sesuatu dan melambaikan tangannya ke Meimei.
"Meimei, malan ini aku akan memperlihatkan kepadamu sebuah pertunjukan." ia tidak mengerti apa yang dimaksud Huanran namun segera memposisikan diri setelah gerbang terbuka dan Xuanlin melangkah masuk diikuti Meimei dibelakangnya.
Xuanlin memperhatikan sekitar, ternyata ada banyak orang yang datang sebagai saksi dan juga putri kelima. Kaisar, Permaisuri, Putra mahkota dan juga Yuwen duduk berjajar di altar utama.
"Salam seribu tahun kami kepada Yang Mulia Kaisar, Permaisuri dan anak-anaknya yang diberkati." salam Xuanlin dan Meimei berbarengan.
"Tegakkan dirimu dan katakan hal mendesak apa yang membuatmu mengumpulkan banyak orang malam ini." tanya Kaisar dengan tenang namun penuh wibawa sedangkan Permaisuri disebelahnya sudah melihat Xuanlin seperti melihat onggokan kotoran.
"Menjawab pertanyaan Yang Mulia, hamba disini untuk meluruskan perkara yang membawa nama baik hamba sendiri." jawab Xuanlin yang juga tak kalah tenang.
"Hal apa yang akan kamu lakukan untuk meluruskannya?" tanya Kaisar, Xuanlin berbalik dan melihat satu persatu para saksi mata dengan tatapan dingin.
"Siapa diantara kalian yang mengaku sebagai saksi mata?" tanya Xuanlin tenang namun dingin, membuat seluruh orang dalam ruangan itu membeku mendengar ucapannya yang biasanya halus dan berbudi.
Empat orang penjaga maju disertai putri kelima yang menatapnya tak suka.
"Siapa dan kapan aku menemui pria lain?" tanya Xuanlin datar.
"Menjawab, dua hari yang lalu, pada malam itu saya melihat nona masuk ke dalam rumah lelaki bujang dan tidak keluar dengan segera setelahnya."
"Baju apa yang kupakai?" Prajurit itu terlihat sedikit gugup.
"Seingat saya adalah pakaian yang anda pakai malam ini." Xuanlin menoleh pada Meimei.
"Meimei, apa kamu tau pakaian ini?" Meimei mengangguk.
"Ini pakaian yang kuberikan padamu waktu ulang tahun dan kamu tidak pernah memakainya karena pakaian itu didalam kamarku. Baru tadi sore kamu mengambilnya."
"Kenapa harus menanyakan pakaian, lagian malam itu gelap tanpa penerangan sama sekali. Aku bahkan melihatmu sebelumnya duduk bermesraan dengan lelaki itu." jawab Putri kelima dengan senyum miring.
"Oh, dimana itu?" Putri kelima terkejut.
"Ta... Taman." Xuanlin mengangguk singkat.
"Meimei, apa kamu tau pekerjaan harianku?"
"Ya, dari pagi sampai sore Ranran berada dikediaman Ibu suri lalu malam harinya istirahat atau juga sering mengajakku berbincang." Xuanlin mengalihkan pandangan mematikannya pada putri kelima yang berdiri gelisah.
"Putri, aku tidak punya kesempatan bermesraan ditaman sedanngkan aku seharian ditempat Ibu suri. Penjaga itu juga tidak ingat pakaianku karena gelap jadi bagaimana bisa dia mengenali wajahku dalam gelap?" seluruh orang terkejut, biasanya Huanran tidak punya keberanian untuk membalas orang lain dan selalu menjadi pihak yang salah namun malam ini berubah menjadi pemberani. Dibelakangnya, Putra mahkota yang daritadi diam karena tidak tertarik telah menegakan badannya. Menunggu dengan antusias.
"Aku tidak tau, tapi aku benar-benar melihatmu hari itu...." pekik Putri kelima, badannya bergetar marah.
"Simpan tenagamu Putri." semua orang memandang orang di depan pintu, disana Ibu suri berdiri dengan tenang namun menatap Putri kelima dengan tatapan penuh penekanan dan ancaman, Xuanlin yang sadar segera menyingsing senyum cerahnya, kesempatannya mendapatkan banyak ikan malam ini akan terwujud dengan kedatangan sekutunya yang lain.