Chereads / Tears A Memories / Chapter 1 - Chapter 01 : Prolog

Tears A Memories

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉandapi
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 11.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 01 : Prolog

(Sillim-Dong, Seoul, 9 September 2013)

Angin malam bersemilir dingin menerpa wajah gadis sekolah dasar tingkat akhir, matanya sedang tertutup menghayati kesedihan yang begitu mendalam. Sinar rembulan malam ini begitu tak terang, sama halnya dengan isi hatinya yang begitu redup.

Beberapa hari yang lalu, kedua orang tuanya dilarikan ke rumah sakit. Keracunan obat, katanya. Mendengarnya saja sudah menyayat hati. Obat apa lagi yang dikonsumsi kedua orang tuaku?

Memikirkan saja sudah membuatnya menetes air mata. Perlahan ia membuka kelopak matanya. Suara angin dingin disertai langkah kaki seseorang yang sedang naik tangga terdengar jelas di telinganya.

Dari balik tembok yang merupakan tempat tinggal kedua orang tuanya, seorang wanita paruh baya itu mulai mendekatinya sambil membawa kotak makanan. Wajar saja jika di usia 12 tahun belum mandiri.

"Ini makan malammu Gae Ha-Ni. Besok kita pergi bersama ke rumah sakit menjenguk kedua orang tuamu." Pinta wanita paruh baya yang bernama Son Bok Sun, ia teman dekat ibu Gae Ha-Ni sekaligus tetangga dekat rumahnya.

Gae Ha-Ni mengangguk mengiyakan sambil menerima kotak makanannya, ia melangkah menuju pintu masuk rumahnya yang sederhana itu. Banyak kenangan dimana saat ia dilahirkan hingga kini yang mungkin harus terputus hari ini. Gae Ha-Ni mendekati meja makan sambil meletakkan kotak makanannya diatas meja. Ia susun rapi kotak makanannya yang sudah dibuka satu per satu. Aroma berbagai macam lauk pauk beserta aroma nasi yang begitu harum mulai menghibur hidungnya yang sesak untuk bernafas memikirkan orang tuanya.

Tangannya mengambil sendok yang ada di depannya, mulai dengan sesendok nasi. Air mata kembali menetes tanpa disadari. Gae Ha-Ni secepatnya menyeka air mata itu dengan jari jemari tangan kirinya.

Son Bok Sun ikut menyaksikan kesedihan yang dihadapi Gae Ha-Ni.

"Kau yang tabah ya, dunia ini sedikit keterlaluan bukan? Bisa-bisanya Na Hong Mae meninggalkan gadis semungil ini, bahkan suaminya. Semoga saja besok mereka membuka matanya dan kembali ke rumah ini."

Tatapan iba yang terpajang pada wajah Son Bok Sun itu sambil menggerakkan tangan kanannya dengan sumpit, mengambil potongan telur gulung lalu meletakkannya pada mangkuk Gae Ha-Ni.

Tak banyak bicara.Gae Ha-Ni hanya terus bersedih dan terdiam. Ia terus melanjutkan makan malamnya lalu bergegas untuk tidur dangan harapan supaya besok kedua orang tuanya datang kembali ke rumah ini.

***

โ€”tring..tring..

Pagi ini benar-benar sejuk, matahari terus menghangati kamar Gae Ha-Ni lewat celah jendela. Mata Gae Ha-Ni terbuka perlahan, ia bangkit dari ranjangnya lalu mematikan bunyi alarm yang berisik itu. Raut wajahnya meninggalkan bekas-bekas kesesihan, langkah kakinya mulai bergerak menyusuri lantai kamar yang dingin. Ia mengambil handuk berwarna pink untuk memulai paginya dengan mandi.

Byur,.. Dinginnya air ini, ia harus terus bergegas supaya bisa menemui kedua orang tuanya dalam keadaan sadar. Hanya itu keinginannya.

tok..tok.. Ketukan pintu terdengar nyaring saat dirinya hampir selesai mandi, ia keluar dar kamar mandi dan berjalan cepat menuju pintu utama. Sudah pasti itu Bibi Son Bok Sun, gumamnya. Dengan pakaian tipis berwarna cokelat muda dan celana pendek serta handuk diletakkan di bahu kiri, rambutnya yang panjang dan basah itu meneteskan air ke lantai, tak peduli apapun itu.. ia langsung membuka pintunya. Ceklek, cahaya yang menyilaukan itu langsung menghalangi pandangan mata Gae Ha-Ni, sejenak kembali normal pandangannya.

"Oh bibi,.. Masuklah dalu, aku akan berganti baju lalu berangkat bersama-sama." Sembari mempersilahkan tetangganya masuk, ia langsung hendak menuju kamarnya.

"Tunggu..."

"Bibi tak tahu harus bagaimana denganmu... Baru saja, rumah sakit...menghubungiku...kedua orang tuamu..." Belum menyelesaikan ucapannya yang terpotong-potong ia mulai mengeluarkan air matanya.

Suasana hati Gae Ha-Ni begitu gelisah dan sakit.Tidak mungkin!

"Biarkan! Biarkan aku..melihat..orang tuaku, bibi.. Aku mohon." tubuh Gae Ha-Ni mulai lemas hingga tak kuat menopang tubuhnya,ia terjatuh dan mulai menangis diatas lantai yang dingin.

Permohonan Gae Ha-Ni memang tak bisa ditolak, karena ini menyangkut kedua orang tuanya. Terlebih dari itu, bagaimana Gae Ha-Ni akan hidup?

Son Bok Sun saja sudah sangat sulit menghidupi ke empat anaknya yang masih kecil.

Tak perlu waktu lama, mereka berdua setengah berlari menuju halte bus, mungkin saja jika terlambat sedikit, busnya akan pergi meninggalkan mereka berdua.

***

Bus tujuan Rumah Sakit Sungkwon berhenti tepat didepan tugu yang bertuliskan "Sungkwon Hospital". Bisa dikatakan merupakan rumah sakit swasta terbaik di daerah Sillim-Dong dalam menangani setiap pasien. Namun, mengapa mereka membiarkan orang tua Gae Ha-Ni meninggal. Mengapa?

Pijakan kaki gadis itu sudah berada di jalan yang nantinya akan masuk ke area rumah sakit. Tenggorokan dan perutnya begitu kering serta lapar. Bagaimana bisa ia memakan sesuatu jika kedua orang tuanya terbaring dirumah sakit sebagai jasad?

Genggaman tangan Son Bok Sun yang begitu hangat menggenggam tangan Gae Ha-Ni yang mungil itu membawanya masuk ke dalam rumah sakit yang besar. Langkahnya sedikit tergesa-gesa membuat Gae Ha-Ni mengeluarkan sedikit keringat, mungkin karena dirinya belum menyantap sarapan tadi.

Tinggal beberapa meter lagi mereka berdua akan sampai di ruangan dimana kedua orang tuanya terbaring. Telapak kaki yang beralaskan sandal terus menginjakkan kakinya diatas lantai yang putih nan bersih itu. Tap, apakah disini ruangannya?

โ€”Krit...

Pintu geser terbuka, aroma ruangan yang begitu familiar dengan obat-obatan. Ruangan yang cukup luas itu tak hanya kedua orang tuaku saja, tapi ada beberapa ranjang yang ditempati beberapa pasien yang juga dirawat diruangan tersebut.

Mata Gae Ha-Ni tertuju pada salah satu tempat dimana ada dua ranjang yang tidak ada satu keluarga pun menjaganya, mungkinkah itu orang tuaku? Ia tak percaya dengan hal seperti ini.

Genggaman tangan dari bibi Son Bok Sun masih saja lekat pada tangan Gae Ha-Ni, langkah kaki Gae Ha-Ni mengikuti tarikan halus dari genggaman Son Bok Sun. Air matanya mulai keluar setelah melihat wajah pucat dari orang tua Gae Ha-Ni.

Sementara Gae Ha-Ni sangat takut untuk melihat wajah kedua orang tuanya itu,.. Ia tak berani melihat wajahnya. Kenapa mereka menempatkan kedua orang tuaku bersebelahan? Membuat hatiku terasa hancur rasanya. Sejenak ia memberanikan diri untuk melihat wajah kedua orang tuanya, dimulai dari sang ayah, dengan kumis tebalnya serta wajah wang begitu pucat, sangat pucat. Sang ibu, kenapa bersinar seperti itu? Wajahnya masih saja manis dan cantik, tak heran jika Gae Ha-Ni akan semirip wajah ibunya nanti.

Benarkah Ayah dan Ibu tidak akan melihat bagaimana nanti aku akan tumbuh besar?

Tangisan Sun Bok Sun mulai terisak-isak memanggil nama "Na Hong Mae" dengan menggoyang-goyangkan bahunya, ia menyuruh ibu Gae Ha-Ni bangun dengan tangisannya namun mustahil. Hampir seluruh pasien di ruangan itu memandang ke arah ranjang orang tua Gae Ha-Ni. Aku benci! Gae Hani mundur dari tempat itu lalu memutar tubuhnya dan berlari dengan hati yang tercabik-cabik, ia berlari dan mencari tempat yang sepi, yang tidak dilalui banyak orang. Ia terus berlari sambil menahan air matanya yang akan berjatuhan.

Akhirnya, ada satu sudut koridor yang terlihat begitu hangat. Hanya ada satu bangku panjang dan tanaman di kedua sisinya yang dibiarkan terkena cahaya matahari. Jendelanya begitu lebar untuk menghangati bangku tersebut.

Langkah kaki Gae Ha-Ni tak menyerah untuk mendekati bangku tersebut, tapi rasanya bangku itu menjauhi dirinya seolah-olah punya kaki.

Ia duduk dengan jiwa yang lemah, tangisannya begitu menyedihkan dengan sinar matahari pagi yang menghangatkan punggungnya. Wajahnya menunduk tertutup rambutnya yang panjang.

โ€”ceklek..

Sepatu hitam dengan jubah putih keluar dari pintu yang ada di sudut koridor sebelah kiri depan bangku yang ditempati Gae Ha-Ni. Pria berjubah putih itu menutup pintunya dan tak sengaja melihat seorang gadis kecil sedang menangis sendirian. Ia mendekati Gae Ha-Ni dengan langkah kaki yang ringan. Klotak.. Suara sepatunya terdengar berat mendekat ke arahnya.

"Nak..dimana orang tuamu?" Tanya Pria itu dengan jubah putih yang begitu bersih ditubuhnya, Gae Ha-Ni langsung menyeka air matanya yang membasahi pipinya lalu mendongak kan wajahnya ke arah pria yang terlihat seperti seorang dokter. Dokterkah? Tanyanya dalam hati. Mulutnya begitu gatal ingin menanyakan seauatu, karena selama orang tuanya tak ada disisinya, ia terus mengunci mulutnya.

Tak bisa ditahan..

"Kau seorang dokter?" Tanya Gae Ha-Ni dengan bahasa informalnya. Dokter itu tak menjawab dan malah merebahkan tubuhnya di bangku hangat itu.

"Bisa..kah kau..hidupkan kembali kedua orang tuaku? Setidaknya biarkan aku melihat kedua mata orang tuaku memandangiku." Ungkap Gae Ha-Ni dengan permintaan polosnya.

Mendengar permintaan gadis itu, ia tertegun sejenak. Tak tahu apa yang harus dijawabnya, ia mulai merasa iba tak mengerti harus apa.

Pria yang terlihat muda itu merogohkan sesuatu didalam sakunya pada jubahnya, ia mengeluarkan sebuah permen cokelat dengan plastik berwarna emas. Ia ingin anak itu terus tegar dan ceria. Ia menyodorkan permen cokelat itu dengan tangan kokohnya.

"Makanlah...Namaku Kwon Jin, namamu siapa?"

Apakah ia ingin memberiku permen atau mengajak berkenalan?

Gae Ha-Ni menyeka air matanya lalu menerima permen yang diberi oleh pria bernama Kwon Jin. Diputarnya kedua ujung plastik lalu mengambil bagian dalamnya, ia memasukkan permen cokelat itu kedalam mulutnya. Kwon Jin tersenyum-senyum sendiri melihat tingkahnya. Gae Ha-Ni sejenak memandangi pria yang memiliki nama Kwon Jin.

"Jika...kuberi tahu namaku, apakah kau akan membangunkan kedua orang tuaku?" Keluarlah permintaan polos kedua kalinya dari gadis berumur 12 tahun itu.

Yang membuat perasaan Kwon Jin begitu bimbang adalah apakah ia harus tersenyum alih-alih menjawab jawabannya atau ia harus bersedih karena ia ditinggal pergi jauh oleh kedua orang tuanya.

"Didunia ini ada hal yang harus direlakan dan ada hal yang harus dijalankan. Kau harus merelakan kedua orang tuamu agar mereka bisa mengawasimu dari atas sana, namun jika kau tidak merelakan kedua orang tua mu, kau mungkin tidak bisa menjalankan hidupmu sendiri." Begitu mendengarkan jawaban dari Kwon Ji , Gae Ha-Ni tanpa sadar meneteskan air matanya lagi.

Tidak bisakah mereka mengawasiku di sisiku?

***

Jenazah kedua orang tua Gae Ha-Ni mulai di kremasi untuk diproses pemakamannya. Son Bok Sun menengok-nengok seluruh sudut di ruangan itu hanya untuk melihat keadaan Gae Ha-Ni, tapi dia tak disana. Son Bok Sun mulai merasa gelisah, ia berlari kecil mencari seluruh area dirumah sakit. Ia takut jika Gae Ha-Ni mungkin saja melakukan hal mengerikan. Suara pijakan kaki seseorang yang tengah berlari kecil itu terus mencari keberadaan Gae Ha-Ni hingga tepat di salah satu koridor yang begitu sepi. Gae Ha-Ni sedang bersama seseorang yang menggunakan jubah putih layaknya dokter.

"Gae Ha-Ni! Disini kau rupanya, saya benar-benar khawatir.." langkahnya mendekati Gae Ha-Ni dengan desahan kecil yang mungkin hanya didengar oleh telinga Son Bok Sun saja.

"Maafkan saya dokter, dia mungkin syok makanya berada disini."

"Anu...tidak masalah, namun..saya bukan dokter melainkan hanya magang saja." Kwon Jin berdiri sambil menjelaskan pemikiran yang dianggapnya keliru dengan sopan.

"Apakah anda bibinya? Gae...Ha-Ni?" Tanya Kwon Jin dengan menyebut nama anak yang tadi dipanggil olehnya.

"Ah... Sebenarnya, Gae Ha-Ni sungguh malang nasibnya, keluarga yang dimilikinya hanya kedua orang tuanya namun kini ia harus hidup sendiri. Bagaimana ya? Jika saya turun tangan untuk mengasuhnya mungkin harus menambah beban lagi, apalagi keadaan ekonomi saya begitu kurang mendukung." Jelas Son Bok Sun sembari memandang iba Gae Ha-Ni.

"Saya juga merasa seperti itu, tapi..bagaimana,.. Jika saya mengadopsinya bagaimana?" Permintaan bodoh namun baik hati itu terucap keluar oleh mulut Kwon Jin.

Perasaan Gae Ha-Ni tidak nyaman. Bagi Gae Ha-Ni lebih baik berada disisi orang tua kandungnya daripada disisi orang lain, melihat keadaan sekarang ini begitu menyakitkan hati.

"Saya...akan hidup di... Panti Asuhan." Tiba-tiba menyela seperti anak yang baru saja beranjak dewasa. Perasaannya kalut. Son Bok Sun dan Kwon Jin memandangi gadis itu dengan heran juga terharu.

Bagaimana bisa anak belum dewasa ini begitu berani dan percaya diri.

"Kau mengatakan, orang tuaku harus direlakan agar mengawasiku dari atas,..mungkin saja orang tuaku akan bersedih jika aku memiliki orang tua angkat sekarang." Kata-kata manis yang diucapkan Gae Ha-Ni itu membuat hati Kwon Jin berdebar. Jawaban yang diperoleh dari Kwon Jin hanyalah senyuman indahnya.

***

Detik ini, aku akan terus hidup dan hidup agar kedua orang tuaku terus mengawasiku. Walau berapa banyak air mata yang kuteteskan, akan kupastikan kedua orang tuaku bisa melihatku tumbuh besar.

Bantulah aku agar bisa merelakan kepergian kalian.

Bantulah aku agar bisa mempunyai seseorang yang bisa mengisi kehidupanku.

Bantulah aku supaya kalian bisa pergi dengan tersenyum..

โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”โ€”