Su Mohan mendengus kesal dan langsung melempar Ye Fei ke ranjang. Ye Fei berbaring di sampingnya seperti ikan yang tergeletak di atas talenan karena rasa sakit di tubuhnya benar-benar melumpuhkan semua kekuatannya. Ia tidak ingin bergerak sama sekali dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Namun, setelah beberapa saat, Ye Fei menyadari bahwa Su Mohan mulai membuka kancing bajunya lagi. Kakinya mulai berontak dan ia menggertak, "Su Mohan, binatang buas ini!"
"Diamlah!" Su Mohan memukul pantat Ye Fei hingga Ye Fei kembali meneteskan air mata, tapi Ye Fei tidak berani mengeluarkan suara selama setengah jam. Su Mohan menekan tulang Ye Fei beberapa kali dan terus mengerutkan alisnya sampai ia memastikan dengan yakin bahwa tulang Ye Fei masih utuh. Namun, ia tidak menduga bahwa saat ia mendongak, ia melihat wajah Ye Fei yang penuh dengan air mata hingga membuatnya tidak nyaman.
Keduanya tetap diam untuk sementara waktu dan tidak ada yang berinisiatif untuk memulai pembicaraan. Su Mohan menarik kembali tatapannya dan mengerutkan bibirnya. Lalu, ia mengoleskan beberapa salep di jari-jarinya dan mengoleskannya pada bagian yang memar di tubuh Ye Fei dengan lembut. Tindakan Su Mohan membuat Ye Fei terkejut, Su Mohan sedang mengoleskan obat untukku! Sangat menyakitkan!
Ye Fei memalingkan wajahnya yang memerah dan berkata, "Tuan Su, aku bisa melakukannya sendiri. Ini... Aku bisa mengoles ini sendiri…"
Su Mohan melirik Ye Fei dengan dingin dan mengisyaratkan dengan tatapannya seolah-olah jika Ye Fei berani mengatakan satu kata lagi, ia akan mengusir wanita itu. Ye Fei hanya bisa menundukkan lehernya dan terus-menerus menenangkan dirinya sendiri, Untuk apa malu? Tidur! Tidur saja! Sama saja seperti boneka!
Su Mohan bisa melihat Ye Fei yang berpura-pura untuk menjadi tenang. Ia tidak membuka mulutnya dan memarahi Ye Fei lagi, tapi tetap membantu wanita itu mengobati memarnya dengan mengoleskan obat luka dengan serius.
Salep itu jelas memiliki efek yang sangat ampuh. Ye Fei jelas merasakan sensasi dingin yang menyebar di kulit selagi jari-jari Su Mohan terus bergerak untuk mengoleskan dan meratakan salep. Rasa sakit pada memar Ye Fei mulai mereda dan kini ia merasa jauh lebih nyaman.
Setelah beberapa saat, Su Mohan meletakkan salep di sampingnya dan melihat ke sepanjang pinggang ramping Ye Fei. Su Mohan juga melihat beberapa lebam besar berwarna ungu kebiruan di punggung Ye Fei yang halus dan pemandangan itu membuat matanya semakin menggelap. Benar saja. Setelah wanita bodoh itu jatuh dari wastafel, tidak hanya pantatnya yang kena tapi juga punggungnya, pikirnya.
Su Mohan mengambil beberapa oles salep lagi dan mengoleskannya ke daerah biru keunguan di punggung Ye Fei dengan lembut. Tangan besarnya yang hangat berulang kali menekan punggung Ye Fei hingga membuatnya ingin menghela napas dengan lega. Pijatan lembut di kulit Ye Fei membuatnya bertanya-tanya, Apakah aku sedang bermimpi? Mungkinkah Su Mohan sekarang sedang melayaniku?
Ye Fei menoleh dan melihat Su Mohan yang duduk di sebelahnya. Cahaya redup meninggalkan bayangan samar di wajah pria itu. Ekspresinya serius, alisnya sedikit berkerut, lalu aura yang dipancarkannya tidak sedingin tadi dan bahkan sedikit lebih hangat hingga membuat Ye Fei sesaat kehilangan akal.
Ketika Su Mohan menyentuh memar yang paling besar, Ye Fei tidak bisa menahan diri dan berseru, "Ah... Pelan sedikit…"
Tangan Su terus bergerak, tapi ia tidak berbicara. Gerakan tangannya benar-benar lembut. Ye Fei mengambil napas panjang, tapi ia masih menggertakkan giginya dan tersenyum sebelum bertanya, "Tuan Su, apakah kamu sudah berlatih?"
Gerakan Su Mohan tidak berhenti selagi ia menyahut dengan santai, "Apa?"
Ye Fei tertawa renyah dan segera memuji Su Mohan, "Bukan apa-apa. Aku hanya berpikir bahwa keahlianmu lebih baik dari pemijat profesional di klub."