Walaupun Vera terus menjauhkan dirinya dan pacarnya dari Kai, dia dia tetap diintai. semakin hari, ia menjadi paranoid karena seolah melihat muka Kai dimana-mana.
Vera yakin ini bukan kebetulan. Kalaupun iya, pasti ada sesuatu antara perkumpulan itu dengan kampusnya. Sekarang Frei sendiri tidak bisa diajak kerjasama, ia terpaksa mencaritahunya dari Devano.
Vera menjagak kekasihnya ke kantin kampus. Setelah memastikan hanya ada mereka berdua, dia bertanya, "Sejak kapan mengenalnya?"
"Siapa?"
"Kai."
"Kaiden itu?"
"Iya, siapa lagi, kenapa sih dia berhari-hari ada di kampus kita?" Vera berusaha mencari keberadaannya di antara kerumunan mahasiswa lain di kantin.
Tidak terlalu kentara meskipun dia memakai almamater karena disini juga banyak yang berpakaian serba gelap.
Deva malah fokus pada layar ponselnya. Seperti biasa, pasti antek-anteknya di keanggotaan universitas membuatnya sibuk. Untuk merespon pacarnya saja, butuh beberapa menit, "Baru seminggu. Dia mengikuti seminar disini dengan teman-temannya. Kemarin kami juga mulai rapat sampai malam membahas rencana kegiatan December Campus Arts untuk bulan depan. Sebenarnya hari ini ada rapat lagi tapi..."
Dia punya kebiasaan bicara tanpa henti. Kalau sudah seperti ini, Vera sedikit bosan. Jadinya ia malah mencari keberadaan Kai.
Jika kemarin orang bernama Kai ini rapat, lalu siapa yang menggebrak mobil?
Itulah rasa penasaran Vera.
Deva mulai tampak resah ingin pergi dari hadapannya, "Vera, aku ada perlu sebentar, nanti aku anterin pulang sejam lagi. Tungguin disini ya.. atau mau ikut saja?"
"Aku disini saja," jawab Vera cepat. Baginya lebih baik makan ketimbang menjadi patung di tengah-tengah mahasiswa aktif.
"Nanti kusuruh Fika menemanimu.." kata pacarnya dengan nada menggoda. Dia sepertinya paham sekali kalau sang kekasoh pasti sendirian.
Apalagi teman sekelas Vera sudah pulang semua jelas. Sedangkan dia juga tidak terlalu kenal dengan mahasiswa dari jurusan lain.
"Tidak perlu!" tolak Vera mendorong punggungnya agar cepat pergi, "awas kalau lebih dari sejam, aku pulang sama mantan!"
"Kayak ohnya mantan aja," sindir Deva sambil tertawa saat keluar dari gedung ini.
Dari dulu Vera memang sedikit kesulitan berteman. Untuk akrab dengan seseorang butuh beberapa tahun. Seperti Freissy, ia baru bisa terbuka dengannya. Sayangnya sekarang temannya malah dalam masa kegalauan yang terlalu berlebihan.
Ia mulai berpikir keras.
Sekarang salah seorang dari perkumpulan aneh itu ada disini. Dia berteman dengan pacarnga. Setelah menggebrak seperti kemarin, anehnya bersikap bak tidak terjadi apapun.
Tak lama kemudian, ada mahasiswa beralmamater sama dengan Kai mendatangi kantin itu. Dia melewatinya untuk memesan di stand jus.
Vera sontak melotot saat melihat sosok Kai sedang duduk di salah satu meja kosong tepat di hadapannya.
"Rega, aku jus alpukat ya! biar seleranya sama!" seru Kai kepada temannya, tapi pandangan lurus pada Vera.
Vera lagi-lagi merasa kalau ucapan itu ditujukan kepadanya. Dia segera berdiri dan berjalan pergi melewatinya.
Kai menghentikannga dengan berkata, "Tunggu sebentar, Veronique. Aku punya info penting untukmu."
Vera berhenti sesaat.
Kai berkata lagi, "Tidak perlu waspada. Maaf kalau waktu itu aku kasar, aku suka menggoda anggota baru. Tapi ternyata kamu bukan salah satunya, ya maaf..."
Nada bicaranya benar-benar sopan nan santun. Bahkan tatapan matanya juga tidak semenakutkan waktu itu.
Vera membalas ucapannya senormal mungkin, "Tidak masalah."
"Tidak masalah tapi terus menghindar ya?" Sindir Kai setengah berbisik, "tenang, kita ini beda almamater, pasti tidak akan selalu bertemu nantinya. Jangan tegang begitu, aku kemari juga urusan perwakilan saja."
"Sudah, mau bicara apa? Kalau mau tanya dimana ruang BEM Univ, tanya saja yang lain, aku tidak tahu."
"Ini'kan kampusmu.." sahut Kai bernada sindiran halus, "masa tidak tahu.. sikap masa bodoh itu berujung penyesalan loh."
"Ruang BEM fakultasku saja aku tidak tahu tempatnya," jawab Vera sedikit menekankan padanya kalau dirinya itu mahasiswi baru yang hanya tahu ruang kelas dan TU saja.
"Oh gitu, terus kamu mau kemana ngomong-ngomong? Bukannya kamu mau menunggu pacarmu sejam lagi."
Vera melototinya, "Aku lebih baik pulang."
"Kan.. takut. Takut selalu membuat orang melarikan diri. Apa permintaan maafku kurang? Aku punya berita tentang Devano loh, aku pastikan 100% benar."
Vera bertanya dengan malas, "Oh, apa itu?
"Dia pacaran dengan mantanku."
Bagi Vera, Devano itu walaupun menyebalkan karena sok sibuk tapi orangnya jujur. Dia mengenalnya sejak SMP. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun dia selalu mengamati kekasihnya itu.
Dia sudah aktif di keorganisasian sejak dulu. Sifat dasarnya itu bertanggungjawab, lembut, dan penyayang. Intinya semua energi positif yang dimiliki oleh seorang pemimpin ada padanya. Lagipula, dia itu benci hal-hal yang berbau pengkhianatan ataupun perselingkuhan.
Vera mengingat semua kebaikan dalam diri Deva sehingga menahan tawa saja saat diberitahu hal tadi, "Kamu saja baru kenal dengannya."
"Beneran loh, aku ini tidak seperti yang kamu lihat pertama kali. Saat itu aku hanya mengantuk, jangan melihatku seperti kriminal, percayalah.. pacarmu sedang berpacaran dengan mantanku. Kalau tidak percaya, sering-seringlah mengawasinya, kalian pacaran sudah setahun'kan? Lucu ya.. bisa bertahan selama ini. Inilah yang orang-orang bilang, terlalu percaya jadinya dibodohi..."
"Maaf ya, bukannya aku kasar," potong Vera mencengkram pinggiran meja. Lalu memandang Kai dengan mimik wajah sangat marah sekaligus cemas.
Gadis ini menahan diri untuk tidak memarahinya di depan kantin yang penuh orang begini. Ia melanjutkan, "... Kai.. tolonglah, jangan urus urusan orang. Untuk apa kamu tiba-tiba bilang seperti itu? Tidak ada pengaruhnya. Oh jangan-jangan ngerjain aku lagi seperti kemarin?"
"Ya sudah kalau tidak percaya," kata Kai menyeringai lebar, "besok ketemu lagi ya, Love."
Vera keberatan kala mendengar panggilan itu, "Love? Maksudmu apa ya?"
"Kaiden's Love," sahut Kai cepat sambil tertawa. Ia lantas meralatnya, "Jangan terlalu terbawa suasana, aku memanggil semua orang begitu."
Ia juga menambahkan, "Oh iya.. perkumpulan L.O.V.E itu rada berbahaya loh, usahakan jangan dekati rumah itu lagi. Katakan pada temanmu..."
"Aku tidak peduli, jangan ikuti aku terus."
"Ikuti? Kamu? Mengikutimu? Yang benar saja, kita kebetulan ketemu disini.. takut ya?"
"Tidak ada yang namanya kebetulan!"
"Eh.. beneran takut?" Goda Kai bernada bisikan. Dia menikmati kekhawatiran yang asa di wajah gadis itu. Malahan semakin menggodanya dengan bertanya, "hati-hati, aku bisa tahu isi hati dan pikiranmu.."
"Omong kosong."
Kai menyindirnya dengan berkata, "Ah.. bagaimana ini? Bagaimana kalau Kai mengikutiku.. aku harus bagaimana agar dia tidak tahu kalau aku sedang akan pergi ke parkiran dan menelpon pacarku..."
Vera merinding mendengarnya, "Omong..kosong.."
"Jangan takut, kebanyakan cewek begitu kalau takut. Kamu jangan ngira aku ngikutin kamu 24 jam, Vera. Mana mungkin.. aku tahu kalau kamu tadi pagi minum teh hangat campur susu di dekat jendela kamar."
Vera menggebrak meja sambil membentak, "Jauhi aku, Orang aneh!"
"Cuma tebakan kok."
Obrolan kami dihentikan oleh temannya yang mendekat dengan membawa dua gelas jus. Dia berkata sedikit keras, "Sorry, Kai, alpukatnya habis.. ganti jambu ini..."
"Nggak masalah, yang penting warnanya hijau.. kebetulan cewek baruku suka warna itu.." kata Kai tersenyum pada wajah panik Vera.
Vera menahan napas sejenak. Kakinya seolah menjadi satu dengan lantai kantin setelah memperhatikan senyuman serta perkataan itu.
Gadis ini mulai berjalan menjauh berharap besok tidak kebetulan bertemu lagi dengannya. Dia mulai berpikir untuk menceritakan semuanya pada seseorang.
"Deva.." gumamnya pelan saat menuju pintu keluar kantin.
Kai malah berpesan keras padanya, "Vera, hati-hati.. Kamu itu terlalu percaya padanya. Coba sesekali periksa isi ponselnya atau ikuti dia pergi kemana saja besok setelah kelasnya selesai."
Vera menoleh sesaat. Namun tidak memberikan tanggapan apapun. Dia segera melarikan diri dari tempat itu tanpa peduli apapun.
***