Brian mengerjap-kerjapkan matanya, dilihatnya ke sekeliling ruangan.
" Kak! Lo sudah sadar! Kak!" panggil Briana.
" Bre? Kenapa gue disini?" tanya Brian yang lupa jika dia baru saja mengalami kecelakaan.
" Kakak mengalami kecelakaan!" kata Briana.
" Kamu sudah bangun, nak!" kata mama Brian.
" Mama! Ahhhh! Kakiku sakit sekali!" kata Brian.
" Iya, nak! Kakimu patah, jadi harus disambung!" kata papa Brian.
" Apa kecelakaanku sangat fatal?" tanya Brian.
" Lumayan, Kak!" jawab Briana.
" Sudah berapa lama gue disini, Bre?" tanya Brian.
" Kakak nggak sadar sejak 2 hari yang lalu!" kata Briana.
" Lama juga! Danis dimana? Apa dia baik-baik saja?" tanya Brian kuatir.
" Danis?" Briana membeo.
" Dia ada diluar!" jawab Briana heran. Kenapa kakak gue nggak nanyain istrinya? batin Briana.
" Panggil dia kesini!" kata Brian cepat. Briana memanggil Danis masuk.
" Bos!" sapa Danis.
" Kok kamu nggak pa-pa? Apa aku nyetir sendiri?" tanya Brian heran.
" Iy...iya, Bos!" jawab Danis.
" Apa kamu sudah gila? Makan gaji buta kamu? Sejak kapan aku nyetir mobilku sendiri?" tanya Brian bertubi-tubi. Seluruh anggota keluarga Brian terkejut melihat sikap Brian.
" Sayang!" panggil mama Brian.
" Ya, ma?" jawab Brian masih kesal.
" Apa kamu ingat kapan mama terakhir sakit?" tanya mama Brian.
" Ingat, dong! Lho, mama kok pake kursi roda? Perasaan kemarin Ian ketemu mama masih bisa jalan!" kata Brian heran.
" Astaga!" ucap mama Brian sambil menutup mulutnya.
" Apa kamu ingat jika kamu menikah?" tanya papa Brian.
" Apa gadis manja itu meminta mama untuk menikahiku? Biar aku pukul kepalanya!" kata Brian marah.
" Apa maksud kakak Risa?" tanya Briana.
" Tentu saja! Siapa lagi yang suka seenaknya datang ke kantorku lalu merayuku!" jawab Brian. Tok! Tok! Tok! Suara pintu diketuk dari luar. Marni membukakan pintu kamar.
" Mas!" sapa Abi Fatma.
" Mas Azzam!" jawab papa Brian. Brian melihat abi Fatma.
" Bagaimana keadaan menantuku?" tanya abi Fatma.
" Baik, Mas!" jawab papa Brian.
" Siapa dia, Bre? Relasi papa? Kok pake baju gitu?" tanya Brian heran, karena mertuanya yang tidak memakai setelan jas.
" Kakak benar-benar nggak tahu?" tanya Briana khawatir.
" Nggak!" jawab Brian.
" Sepertinya Brian mengalami amnesia, Mas!" kata papa Brian pada abi Fatma.
" Innalillahi!" jawab abi Fatma.
" Dia tidak mencari Zahirah sama sekali, Mas!" kata papa Brian.
" Ya, Allah! Cobaan seperti apa yang kau berikan pada anak-anak kami?" kata abi Fatma.
" Sabar, Mas! Saya akan konsultasikan dengan Om Brian dulu!" kata papa Brian.
" Jam berapa ini?" tanya Brian.
" Jam 10 pagi, Bos!" jawab Danis.
" Aku belum shalat Dhuha!" kata Brian. Brian sebenarnya sedikit heran, sejak kapan dia jadi rajin shalat. Kemudian mereka meninggalkan Brian yang sedang shalat.
" Alhamdulillah! Dia masih mengingat shalatnya!" kata abi Fatma senang.
" Zahirah bagaimana, Mas?" tanya papa Brian.
" Masih koma, Mas! Dokter tidak bisa menyelamatkan cucu kita!" kata abi Fatma sedih.
" Innalillahi wainnailaihi roji'in! Cucu kita, Mas?" ucap papa Brian dengan mata berkaca-kaca.
Kecelakaan itu membuat Brian hilang ingatan dan Fatma tidak sadarkan diri. Danis dan Arkan juga Daffa segera mengambil langkah untuk menyelidiki kejadian itu.
" Sepertinya kecelakaan itu disengaja!" kata Danis.
" Apa lo punya bukti?" tanya Arkan.
" Ini!" kata Danis sambil memperlihatkan sebuah video di ponselnya.
" Astaghfirullah, Fatma!" kata Arkan saat melihat kejadian truk menabrak mobil Brian.
" Ya Allah, Kak Fatma!" ucap Daffa, kakinya serasa lemas saat melihat video itu.
" Apa abi kita beritahu?" tanya Daffa.
" Sebaiknya jangan!" kata Danis.
" Bagaimana keadaan Brian?" tanya Arkan.
" Dia...hilang ingatan!" jawab Danis.
" Lo yakin dia nggak pura-pura?" tanya Arkan.
" Apa maksud lo pura-pura?" tanya Danis.
" Tidak ada!" jawab Arkan.
" Pak Arkan! Bos saya sangat mencintai adik bapak! Bahkan dia rela memberikan seluruh hartanya atas nama istrinya!" kata Danis marah.
" Sudah! Cukup! Saat ini yang terpenting mencari dalang semua ini!" kata Daffa. Kemudian mereka membicarakan tentang tugas masing-masing.
" Kak!" panggil Briana.
" Hmm?" sahut Brian yang sedang memainkan ponselnya.
" Apa kakak nggak ingat apa-apa?" tanya Briana penasaran. Dia merasa kasihan pada kakak iparnya yang tergolek koma di ruang ICCU.
" Apa maksud lo?" tanya Brian menatap adiknya.
" Nggak ada!" kata Briana.
" Nggak jelas!" kata Brian.
" Gue mau makan dulu!" kata Briana.
" Kemana semua?" tanya Brian. Briana mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu.
Sementara itu di ruang Dokter Dean kakak Iris, mama Brian, telah berkumpul kedua orang tua dari Brian dan Fatma.
" Kalau saran saya, sebaiknya Zahirah dibawa ke Jerman! Disana ada teman saya yang akan menangani kasus ini!" kata Dean.
" Kalau memang dengan kesana Fatma bisa sembuh, kami akan mengijinkannya dan menyerahkan semua pada Dokter!" kata Abi Fatma.
" Iya, Dean! Lakukan yang terbaik buat menantumu!" kata Iris.
" Baiklah! Semua sudah setuju! Kita akan membawanya kesana secepatnya!" kata Dean. Sementara itu polisi mengalami kesulitan karena CCTV yang terdapat di TKP rusak dan truk yang dipakai adalah truk curian. Pelaku penabrakan tersebut dicurigai sebagai kelompok profesional, karena tidak ada sidik jari atau barang bukti apapun di daerah tersebut ataupun di dalam truk. Penyelidikan Polisi serasa macet ditengah jalan, mereka menemukan jalan buntu. Danis yang menghubungi pihak kepolisian telah menebak akan seperti ini.
" Sayang!" sapa Iris.
" Ma! Darimana?" tanya Brian.
" Dari rumah!" jawab Iris.
" Papa ke kantor?" tanya Brian.
" Nggak! Ada sedikit urusan! " jawab Iris yang didorong oleh Mirna.
" Ian!" panggil Iris.
" Iya, ma?" jawab Brian.
" Mama ingin bicara serius!" kata Iris.
" Ma! Ian nggak cinta sama Rissa!" kata Brian.
" Bukan itu, Yan! Ini tentang hal lain!" kata Iris.
" Ma!" panggil Brisia.
" Dia harus tahu, Bris!" kata Iris.
" Ada apa?" tanya Brian penasaran.
" Kamu...apa kamu kenal Zahirah?" tanya Iris langsung.
" Siapa?" tanya Brian.
" Zahirah!?" ucap Brian membeo.
" Iya, sayang! Fatimah Zahirah Fayyad!" Kata Iris.
" Zahi...rah! Aaaaaa!" teriak Brian memegangi kepalanya.
" Bee! Ian!" teriak Brisia dan Iris bersamaan.
" Panggil dokter!" kata Brisia. Lalu memencet bel yang ada didekat brankar.
" Yan! Sabar, ya, nak!" kata Iris panik.
" Ada apa, Ris?" tanya Dean.
" Cepat periksa dia Kak!" kata Iris. Lalu Dean memeriksa Brian yang merasa kesakitan akibat berusaha mengingat sesuatu. Saat Dean memeberikan suntikan, perlahan Brian berangsur lemas dan tertidur.
" Apa yang terjadi?" tanay Dean.
" Aku berusaha mengingatkan dia dari amnesianya!" kata Iris.
" Kenapa? Kamu bisa membunuhnya!" kata Dean mengingatkan.
" Apa?" kata Iris kaget.
" Dia tidak boleh mengingat dulu! Akan berbahaya baginya!" kata Dean.
" Aku harus bagaimana kak? Kasihan istrinya! Aku tidak bisa membayangkan jika mereka akan berpisah!" kata Iris meneteskan airmata.
" Ma! Mama tidak boleh berkata seperti itu! Kita berdo'a saja untuk kesembuhan mereka!" kata Brisia.
" Brisia benar!! Yang bisa kamu lakukan saat ini hanyalah berdo'a saja! Aku yang akan berusaha menyembuhkannya!" kata Dean.
" Kalo gitu kakak harus menyembuhkan dia! Agar mereka bisa bersatu lagi!" kata Iris.
" Semoga saja!" kata Dean. Sementara itu Fatma akan dibawa ke Jerman untuk pengobatan, sedangkan Brian akan melakukannya disini saja.