Fatma mendekor sendiri seluruh isi rumahnya, dibantu oleh semua pekerja. Fatma sangat menikmati kegiatannya. Sementara Soni di RS jadi sering menghindari Dina, karena akhirnya Soni tahu jika Dina mendekatinya hanya karena ingin mencari tahu tentang Brian.
" Assalamu'alaikum, Abi!" sapa Fatma saat pergi mengunjungi kelaurganya.
" Wa'alaikumsalam, nak!" jawab Abinya lalu menerima uluran tangan Fatma dan memeluknya. Brian yang melihatnya, merasa tidak suka.
" Ehm! Assalamu'alaikum!" ucap Brian, yang membuat Fatma tersadar dan melepas pelukan abinya. Abi Fatma mengerutkan dahinya melihat tingkah putrinya.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Abi Fatma lalu menerima uluran tangan Brian.
" Ummi!" kata Fatma dan memeluk erat ibunya itu. Kemudian mereka berkumpul di ruang tengah.
" Fatma punta kabar bahagia, Bi!" kata Fatma.
" Kabar apa?" tanya Ummi Fatma.
" Alhamdulillah, kami dipercaya Allah untuk membesarkan seorang anak!" kata Fatma berkaca-kaca.
" Subhanallahu! Selamat ya, nak! Semoga semua diberikan kelancaran! Aamiin!" kata Ummi Fatma lalu mendekati putrinya dan memeluk serta menciumnya.
" Aamiin!" sahut yang ada disana.
" Wah! Ahsan pasti seneng punya teman main!" kata Rania sambil menggendong putranya itu. Fatma memang telah menghubungi orang tuanya dulu sebelum mereka kesana, dan mereka semua datang kecuali Arkan.
" Apa Bang Arkan masih marah sama suami Fatma, Kak?" tanya Fatma sedih.
" Kamu tahu sendiri sifat kakakmu, Fatma! Kakak juga sudah mengingatkan dia!" kata Rania sedih.
" Fatma jadi sedih karena keluarga kita kurang lengkap!" kata Fatma lagi.
" Kakak akan mencoba menghubungi dia!" kata Rania.
" Ayo, kita makan siang dulu!" ajak ummi Fatma setelah mereka menunaikan ibadah shalat dzuhur. Mereka makan dengan tenang tanpa ada yang berbicara.
" Kak!" panggil Daffa.
" Hmm?" sahut Fatma.
" Apa Kak Brian bisa membantuku?" tanya Daffa.
" Membantu apa?" tanya Fatma.
" Daffa ada proyek kecil-kecilan sama teman, tapi Daffa nggak ada modal buat mendanai!" kata Daffa ragu.
" Kamu langsung aja bilang ke dia!" kata Fatma.
" Tapi Daffa takut, Kak!" kata Daffa lagi.
" Kamu ini! Masak mau bisnis kok, takut!" kata Fatma tersenyum.
" Iya, deh!" kata Daffa. Kemudian dia pergi menemui Brian yang sedang berdiri di teras belakang dan sedang berbicara di telpon.
" Daffa?" kata Brian setelah menutup panggilannya beberapa saat kemudian.
" Apa kita bisa bicara sebentar. Kak!" tanya Daffa gugup.
" Tentu saja!" jawab Brian lalu duduk di kursi.
" Bicaralah!" kata Brian.
" Daffa ada proyek sama teman, Daffa..."
" Katakan!" potong Brian.
" Daffa mau minta tolong sama kakak!" kata Daffa akhirnya.
" Pergilah ke kantor!" kata Brian tegas.
" Ke kantor?" tanya Daffa.
" Presentasi besok!" kata Brian lagi.
" Ooo...Siap, Kak! Trima kasih!" kata Daffa senang.
" Tapi kakak tidak menjamin, tergantung presentasimu!" kata Brian.
" Iya, Kak! Daffa paham!" jawab Daffa sedikit khawatir dan Brian bisa membacanya.
" Kakak akan bantu sebisanya!" kata Brian.
" Iya, kak! Trima kasih sekali lagi!" kata Daffa senang.
" Iya!" jawab Brian. Lalu Daffa bertanya tentang dunia usaha dan Brian menjawab adik iparnya itu dengan senang hati.
" Habib! Daffa!" panggil Fatma, Brian menatap istrinya yang dirasa semakin cantik dan seksi sejak hamil.
" Ya, kak?" jawab Daffa.
" Kita makan malam dulu, yul!" ajak Fatma.
" Iya, kak! Ayo, kak!" ajak Daffa, Brian menganggukkan kepalanya. Daffa beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Sementara Fatma berniat menggoda suaminya.
" Apa suamiku marah?" tanya Fatma sambil membasahi bibirnya. Brian menelan salivanya akibat melihat gerakan lidah istrinya.
" Tidak!" jawab Brian sambil berdiri dan mendekati istrinya.
" Apa kamu sedang berusaha membuatku melanggar larangan, sayang?" tanya Brian lirih dengan suara beratnya, yang terdengar seksi di telinga Fatma dan mengakibatkan wanita hamil itu bergidik hangat.
" Aku tidak menggodaku, sayang!" kata Fatma manja.
" Aku akan menghukummu nanti dirumah!" bisik Brian.
" Ingat pesan Dr. Dina, Habib!" balas Fatma.
" Aku akan menanyakan pada Dr. Cecil nanti!" jawab Brian.
" Apa suamiku tidak percaya dengan Dr. Dina?" tanya Fatma.
" Sama sekali, tidak!" jawab Brian tegas.
" Baiklah! Lakukan apa yang menjadi keinginanmu, Habib!" kata Fatma. Brian merengkuh pinggang istrinya dan membawanya ke samping pintu.
" Kamu mau apa, Habib?" tanya Fatma terkejut.
" Ini hukuman kecil untukmu!" kata Brian dan langsung bermain dibibir Fatma. Fatma merasa sangat menyukai perlakuan Brian itu.
" Apa kamu siap untuk hukuman selanjutnya dirumah?" goda Brian.
" Terserah suamiku saja!" jawab Fatma tersipu karena pipinya yang telah merona.
" Apa kamu sedang membayangkan sesuatu, ummi?" goda Brian lagi.
" Ap...apa? Tentu saja, tidak! Jangan menggodaku lagi, Habib!" ucap Fatma yang telah memeluk mesra suaminya dan bersandar di dada Brian.
" Hahaha!" tawa Brian lalu mengecup dengan lembut kening Fatma.
" Aku sangat mencintaimu Fatimah Zahirah Fayyad Manaf!" bisik Brian.
" Aku juga Brian Daniel Manaf!" jawab Fatma terharu. Brian memeluk erat sekali sang istri seakan akan berpisah saja.
" A...ku tidak bi...sa bernafas, Ha...bib!" kata Fatma tersengal.
" Maaf!" ucap Brian yang menyesal telah membuat istrinya kesakitan.
" Apa aku menyakiti kalian?" tanya Brian dengan wajah sedih.
" Tidak, Abi! Tapi lain kali kalo mau peluk ummi, biasa aja!" jawab Fatma seperti sedang berbicara mewakili anaknya.
" Iya, baby!" kata Brian lalu mencium perut istrinya.
Mereka pulang setelah shalat isya' dan makan malam yang dihadiri seluruh anggota keluarga, tidak terkecuali Arkan. Arkan masih saja marah dengan Brian, tapi dia telah menerima Brian dengan ikhlas sebagai adik iparnya karena Fatma terlihat bahagia dan terlebih adiknya itu saat ini telah hamil anak mereka.
" Jaga adik gue baik-baik!" kata Arkan dengan wajah mengancam, saat mengantar mereka ke mobil.
" Tentu saja! Dengan nyawaku!" jawab Brian tidak kalah tegas. Arkan mendekati Fatma yang duduk di kursi depan.
" Hati-hati! Jika dia melakukan sesuatu yang ..."
" Bang! Fatma akan baik-baik saja! Abang tidak perlu khawatir! Adikmu ada ditangan yang tepat!" jawab Fatma dengan wajah bahagia.
" Baiklah! Tapi kalau sampai..."
" Fatma tahu! Fatma akan memberitahu Abang!" sahut Fatma. Kemudian Brian membawa mobilnya menyusuri jalanan untuk pulang ke rumah.
" Habib!" panggil Fatma sambil mengelus pipi suaminya.
" Hmm?" sahut Brian yang mengambil tangan istrinya dan mengecupnya.
" Apa suamiku masih marah dengan sikap Abangku?" tanya Fatma lembut.
" Aku tidak perduli dengan orang lain selain istri dan anakku, sayang!" jawab Brian. Fatma tersenyum mendengar jawaban tulus suaminya.
" Aku sangat bersyukur mendapatkan suami yang sangat mencintaiku!" kata Fatma.
" Aku yang sangat bersyukur, sayang! Aku..."
" Habib, awassssss...! Astaghfirullah!..."
Sebuah truk menabrak mobil yang dikendarai oleh Brian dan Fatma dari arah kiri saat mereka melewati perempatan jalan. Fatma langsung pingsan karena kaget, sedangkan Brian berusaha menekan gas mobil tapi tidak berhasil.
" Ya Allah, Qolbiiiiii!" teriak Brian. Mobil Brian terseret beberapa kilometer lalu menabrak sebuah tiang listrik. Sedangkan sopir truk tersebut meninggalkan tempat kejadian dengan sebuah motor yang telah menunggunya. Kejadian itu begitu cepat, hingga Brian tidak bisa melindungi Fatma yang tubuhnya tergencet pintu mobil. Keadaan mobil Brian ringsek di bagian tengah sebelah kanan dan dikiri bagian depan. Brian sempat melihat samar istrinya yang tersandar diairbag mobil dengan darah mengucur diwajahnya, lalu dia jatuh pingsan.
" Qol....!"