Chereads / the faraway paladin / Chapter 6 - episode 1 part 1

Chapter 6 - episode 1 part 1

Reruntuhan kota ini begitu cantik. Matahari pagi begitu berkilauan di atas

permukaan danau.

"Ah, jadi..Will."

Dan yang duduk di atas bukit sambil menatap pemandangan menakjubkan ini:

adalah seorang kerangka. Ketidakcocokan ini sangat luar biasa.

"Kau mungkin tidak tahu apapun soal ini, karena kau disini belum terlalu lama,

tapi…" Blood menggaruk tengkoraknya seolah ragu bagaimana menjelaskannya.

Api biru pucat di lubang matanya bergoyang.

"Kau sudah menyadarinya bukan? Bahwa kau bebeda dari aku, Mary dan Old

Gus."

"Um….Iya aku tahu. Aku satu-satunya yang memiliki kehangatan dan

bernapas."

"Ya itu. Emm, ini rumit. Semuanya rumit."

Aku jelas sadar ada beberapa situasi yang tidak biasa tentang darimana aku

berasal. Sebuah reruntuhan kota, para undead, dan di tengah-tengah semua itu,

hiduplah seorang anak manusia. Ini jelas tidak wajar.

Gus pernah berkata kalau aku "dipungut", jadi mungkin aku adalah anak yang

dibuang atau semacamnya. Mary memiliki sifat ke-ibu-an, jadi dia mungkin

yang menganjurkan agar mengambilku, namun Gus menentangnya. Aku bisa

membuat banyak tebakan, namun pada akhirnya, aku tidak tahu apa yang

sebenarnya terjadi sampai seseorang menjelaskannya padaku. Namun..

"Sekarang … bukan saat-nya."

"Ya"

Ini tidak mengejutkan. Tak ada orang dewasa bijak yang akan mengatakan pada

anak kecil seusiaku kalau dirinya diadopsi, atau berusaha menjelaskan semua hal

rumit di balik latar belakangnya, tidak peduli seberapa cerdas anak tersebut. Kau

akan tetap menyembunyikannya.

Blood perlahan mengangkat bahunya.

Aku tiba-tiba menyadari kalau alasan Blood marah pada Gus mungkin bukan

hanya karena aku anak kecil, namun juga karena latar belakangku.

"Uh, dan soal Old Gus. Jangan terlalu marah padanya ya? Saat dia sedang

bahagia, dia, kau tahu, apapun yang dipikirkannya akan langsung keluar. Dan

bahkan ketika ia tidak senang, dia samasekali tidak mempertimbangkan

perkataannya padamu."

"Tidak, tidak apa. Aku nggak marah kok. Itu hanya membuatku sedikit terkejut

saja."

Dan alasan kemarahannya yang begitu ganas mungkin juga untuk mengalihkan

perhatianku dari suatu fakta yang penting.

Sebelum aku benar-benar mengerti apa yang Gus maksud dengan "memungut

sesuatu dari tanah" dan mulai berpikiran jelek tentangnya, Blood telah

memberiku adegan yang membuatku memikirkan sesuatu yang lain.

"Hmm. Kau mempunyai hati yang besar Will. Ini bagus. Bagaimana kalau

begini. Ketika tubuhmu sudah cukup besar sebesar hatimu, dan kau sudah cukup

usia untuk menerima semuanya, aku berjanji akan memberitahumu semua yang

tidak bisa kuberitahu sekarang."

"Baik."

Sekarang aku bisa memahami dirinya, aku menyadari kalau ternyata Blood

begitu menyayangiku. Semuanya demi diriku. Blood dia, sangat luar biasa

menurutku. Pernahkah aku memperlakukan orang lain seperti itu sebelum aku

meninggal? Apakah aku dulu seperti dirinya? Ingatanku masih samar, namun

aku bisa yakin kalau jawabannya tidak.

"Blood?"

"Hm?"

"Em, terima kasih. Terima kasih untuk semuanya."

Aku tidak bisa menemukan kata yang lebih baik. Dia layak mendapatkan lebih

dari ini.

"Hahah! Tak perlu sungkan."

Nyala api di lubang matanya berkilauan. Aku tidak bisa membaca ekspresi

sebuah tengkorak, namun rasanya ia baru saja tersenyum hangat kepadaku.

Dia lalu mengacak-acak rambutku dan berdiri.

"Baiklah. Pergilah berbicara dengan Gus untuk belajar membaca, sihir dan semuanya. Dulu orang tua itu seorang penyihir yang hebat. Meskipun dia mata

duitan sih." Membuka rahangnya tertawa, Blood menambahkan. "Ah aku lupa

kalau kau belum tahu duit itu apa…haha." Dan tertawa beberapa kali lagi.

"Oh, dan kalau orang tua itu mengajarimu, maka aku akan melakukan bagianku

juga! Aku punya banyak hal yang bisa kuajarkan padamu! Kau tunggu saja!"

"Baik! Apa yang akan kau ajarkan padaku Blood?"

Sekarang aku sangat penasaran. Blood sama sekali tidak terlihat seperti orang

yang berpendidikan tinggi.

"Hmmm… Menghajar orang ."

Aku tidak salah dengar kan?

"Menghajar orang. Aku akan mengajarimu bagaimana caranya mengamuk. Dan

melatih otot-ototmu, mungkin?"

"Hah?"

"Ini sangat berguna lho."

"Apa?"

"Ketika Blood masih hidup… " Mary mulai bercerita sambil duduk di sebelahku

pada bangku di aula utama kuil.

"Uh, ketika ia masih hidup? Tunggu dulu, itu artinya…. "

"Benar Will. Kami sebelumnya tidak seperti ini, kamu tahu. Ini… banyak hal

yang terjadi hingga kami berakhir begini." Mary tersenyum kecut.

Aku tidak bisa mendorong diriku mengajukan pertanyaan lebih jauh. Tentu saja,

meskipun aku menanyakannya, dia mungkin akan mengelak dari pertanyaan itu.

Meski begitu, masih ada sesuatu yang mengganjal dipikiranku. Mereka

sebelumnya tidak dalam bentuk kerangka, mummy, dan hantu. Menurut ingatan

dari kehidupanku sebelumnya, sesuatu semacam ini hanya bisa terjadi apabila

ketiganya memiliki penyesalan semasa hidup mereka. Apakah mereka mengikuti

pola ini? Atau ada alasan lain?

Dikarenakan usiaku, aku masih memiliki sedikit akses informasi, dan tidak bisa

mengatakan apapun dengan pasti. Jadi aku putuskan untuk tidak menduga-duga

dan menghindari prasangka aneh.

"Ketika dia masih hidup, dia adalah seorang warrior."

"Seorang warrior?"

"Seorang warrior. Artinya dia adalah orang yang bertarung dalam sebuah

pertempuran menggunakan senjata. Anak laki-laki biasanya menyukai hal-hal

semacam itu."

Jika memang begitu, maka tempat ini memiliki sistem sosial yang cukup kuno

sampai-sampai pekerjaan semacam itu ada. Setelah melihat reruntuhan kota itu,

kupikir dunia ini masih berada pada tahap perkembangan, namun ini

menegaskan kalau konflik antar manusia juga hadir disini.

Jika aku berencana untuk hidup di dunia ini, sepertinya aku harus mengerahkan

segenap kekuatanku untuk belajar caranya bertarung.

"Blood itu benar-benar kuat lho… Dia memiliki banyak pengalaman, dan sangat

terampil. Dulu dia memulainya dengan bertarung melawan manusia lainnya, lalu

beralih melawan mahluk-mahluk liar, hewan buas, goblin, undead, raksasa,

setengah naga, iblis, 'siapa saja ayo maju'— dia orangnya seperti itu."

"Hah?" Tanggapku singkat, lalu bertanya.

"Umm, Mary?"

"Ya?"

"Apa yang baru saja kamu katakan?"

"Dia memulainya dengan bertarung melawan manusia lainnya, kemudian beralih

melawan mahluk-mahluk liar, hewan buas, goblin, undead, iblis-"

Tunggu, tunggu, tunggu. Aku gagal paham. Bagaimanapun juga, tak seharusnya

mereka adalah jenis monster yang sama seperti yang kuingat kan?

"Manusia lainnya, aku paham kalau yang itu… tapi bagaimana dengan sisanya?"

"Oh!" Dia tertawa. "Betapa konyolnya aku. Aku tidak pernah menerangkannya

padamu ya? Lalu bagaimana kamu akan tahu? Haha…" Dia berhenti sejenak.

"Coba kuingat…. aku pikir ada buku ilustrasi mengenai mereka di kamar Gus."

Dia memegang tanganku, lalu menuntunku berjalan menuju kamar batu Gus

yang kecil. Gus sedang keluar hari ini, namun sepertinya Mary tampak biasa-

biasa saja mencari buku untuk ia pinjam tanpa miminta izin terlebih dahulu.

"Ini dia. Mereka adalah mahluk-mahluk liar. Serigala yang lapar, sekawanan

singa, ular raksasa…"

Ilustrasi tersebut menggambarkan berbagai hewan yang sudah umum. Tentu saja,

hanya sebagian kecil pengetahuan yang kupunya sebelum kematianku, dan

sebagian lagi dari acara dokumenter yang kulihat di televisi. Aku hampir tidak

bisa menahan "sukacita" bisa melihat mereka lagi.

"Hewan buas adalah mahluk yang sangat agresif dan galak."

"Baik.. "

"Sedangkan untuk sisanya… Kamu telah mempelajari bagaimana legenda-

legenda dimulai dari Gus bukan? Sang Pencipta, yang maha awal, dengan baik

hati menciptakan berbagai macam mahluk, namun selain membuat sesuatu yang baik Dia juga membuat sesuatu yang buruk. Pada akhirnya, dewa-dewa jahat

yang Sang Pencipta ciptakan menyebabkan kematian pada dirinya sendiri.

Kemudian dewa-dewa jahat menciptakan berbagai macam pengikut menurut

sifat dasar mereka." Mary perlahan membalik halaman buku.

"Para pengikut dari dewa kezaliman, Illtreat, disebut goblin."

Halaman itu menunjukan sesuatu seperti…aku tak tahu.. oni mungkin? Ada

sosok mahluk seukuran anak kecil yang licik dan tampak kejam, lalu sosok yang

memiliki otot yang besar yang yang mungkin lebih tepat disebut ogre.

"Kemudian ada pengikut dari Dyrhygma, sang dewa dimensi. Mereka adalah

iblis yang berasal dari neraka… "

Iblis dan mahluk-mahluk mengerikan mengisi halaman selanjutnya. Ada

manusia berkepala burung, mahluk mirip laba-laba yang menumbuhkan banyak

lengan di tempat kaki semestinya berada, perpaduan antara bentuk manusia dan

hewan yang tercampur.

"Dan para undead, yang merupakan pelayan dari dewa undeath, Stagnate… "

Mayat hidup dan kerangka, lalu hantu dan mummy. Namun aku tidak mendapat

kesan kecerdasan apapun dari undead yang tergambar di buku ini.

"Kami melakukan kontrak dengan dewa undeath." gumamnya.

"Kekuatan dari kehendak kami pada saat kematian memungkinkan kami untuk

membuat kontrak dengan Stagnate, dan sebagai hasilnya adalah bentuk kami

saat ini. Kami adalah penghianat yang melawan kebaikan." Kata-katanya terasa

sangat suram, dan terdengar menyedihkan.

"Apa yang terjadi?" Aku tak dapat menahan diriku untuk bertanya meskipun aku

tahu, kalau aku ikut campur aku tak akan mendapat jawaban apapun.

"Hehehe… ceritanya panjang. Maaf, ini bukanlah sesuatu yang anak kecil

sepertimu perlu tahu." Mary tersenyum. Senyum yang dipaksakan.

Dia menenangkan dirinya lalu melanjutkan.

"Dewa-dewa baik juga memiliki pengikut tentunya. Ada elf, dwarf, liliput…

semuanya adalah ras yang baik."

"Mary …"

"Ada juga ras netral yang kuat, seperti raksasa dan naga. Beberapa mengikuti

dewa baik dan beberapa mengikuti dewa jahat. Ini adalah dunia yang besar dan

luas, dan ada banyak ras di luar sana. Yang tercatat di buku ini hanyalah yang

paling umum saja."

Dia telah dengan sengaja mengubah topik pembicaraan, dan aku bisa yakin kalau

dia tidak ingin kembali. Jadi aku mengikutinya saja. Aku tidak punya peluang

mendapatkan informasi darinya kalau dia-nya saja tidak mau terbuka. Tak ada

gunanya terus memaksanya.

"Jadi dunia ini… sangat berbahaya?"

"Benar, tepat sekali. Semuanya cukup damai semasa aku hidup, meski aku tidak

tahu keadaan saat ini. Namun kemungkinan besar, keadaan menjadi jauh lebih

buruk sekarang."

Jawabannya itu mengejutkanku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berpikir

seperti itu.

"Apakah aku perlu menjadi kuat?"

"Aku bisa lega jika kamu dapat melakukannya." Kata-katanya terdengar lembut,

namun itu sangat membebaniku.

Aku telah memutuskan untuk tidak berusaha keras menjadi kuat. Berdasarkan

perkataannya, hanya yang kuat yang mampu bertahan di dunia ini. Namun pada

saat yang sama, aku merasa ini adalah kewajibanku untuk tidak melupakan apa

yang ketiga undead itu isyaratkan padaku mengenai keadaan mereka.

Bahkan sekarang, mereka berusaha keras membangun diriku dari seseorang yang lemah menjadi orang yang kuat agar bisa menjalani kehidupan. Kedua orang

tuaku juga pernah melakukan hal yang sama, namun apa yang kuberikan sebagai

balasannya? Berdasarkan ingatanku, tidak ada apa-apa selain kekhawatiran dan

masalah.

Aku berharap kalau kali ini, apabila aku sudah dewasa, aku bisa membalas

kebaikan mereka.