Reruntuhan kota ini begitu cantik. Matahari pagi begitu berkilauan di atas
permukaan danau.
"Ah, jadi..Will."
Dan yang duduk di atas bukit sambil menatap pemandangan menakjubkan ini:
adalah seorang kerangka. Ketidakcocokan ini sangat luar biasa.
"Kau mungkin tidak tahu apapun soal ini, karena kau disini belum terlalu lama,
tapi…" Blood menggaruk tengkoraknya seolah ragu bagaimana menjelaskannya.
Api biru pucat di lubang matanya bergoyang.
"Kau sudah menyadarinya bukan? Bahwa kau bebeda dari aku, Mary dan Old
Gus."
"Um….Iya aku tahu. Aku satu-satunya yang memiliki kehangatan dan
bernapas."
"Ya itu. Emm, ini rumit. Semuanya rumit."
Aku jelas sadar ada beberapa situasi yang tidak biasa tentang darimana aku
berasal. Sebuah reruntuhan kota, para undead, dan di tengah-tengah semua itu,
hiduplah seorang anak manusia. Ini jelas tidak wajar.
Gus pernah berkata kalau aku "dipungut", jadi mungkin aku adalah anak yang
dibuang atau semacamnya. Mary memiliki sifat ke-ibu-an, jadi dia mungkin
yang menganjurkan agar mengambilku, namun Gus menentangnya. Aku bisa
membuat banyak tebakan, namun pada akhirnya, aku tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi sampai seseorang menjelaskannya padaku. Namun..
"Sekarang … bukan saat-nya."
"Ya"
Ini tidak mengejutkan. Tak ada orang dewasa bijak yang akan mengatakan pada
anak kecil seusiaku kalau dirinya diadopsi, atau berusaha menjelaskan semua hal
rumit di balik latar belakangnya, tidak peduli seberapa cerdas anak tersebut. Kau
akan tetap menyembunyikannya.
Blood perlahan mengangkat bahunya.
Aku tiba-tiba menyadari kalau alasan Blood marah pada Gus mungkin bukan
hanya karena aku anak kecil, namun juga karena latar belakangku.
"Uh, dan soal Old Gus. Jangan terlalu marah padanya ya? Saat dia sedang
bahagia, dia, kau tahu, apapun yang dipikirkannya akan langsung keluar. Dan
bahkan ketika ia tidak senang, dia samasekali tidak mempertimbangkan
perkataannya padamu."
"Tidak, tidak apa. Aku nggak marah kok. Itu hanya membuatku sedikit terkejut
saja."
Dan alasan kemarahannya yang begitu ganas mungkin juga untuk mengalihkan
perhatianku dari suatu fakta yang penting.
Sebelum aku benar-benar mengerti apa yang Gus maksud dengan "memungut
sesuatu dari tanah" dan mulai berpikiran jelek tentangnya, Blood telah
memberiku adegan yang membuatku memikirkan sesuatu yang lain.
"Hmm. Kau mempunyai hati yang besar Will. Ini bagus. Bagaimana kalau
begini. Ketika tubuhmu sudah cukup besar sebesar hatimu, dan kau sudah cukup
usia untuk menerima semuanya, aku berjanji akan memberitahumu semua yang
tidak bisa kuberitahu sekarang."
"Baik."
Sekarang aku bisa memahami dirinya, aku menyadari kalau ternyata Blood
begitu menyayangiku. Semuanya demi diriku. Blood dia, sangat luar biasa
menurutku. Pernahkah aku memperlakukan orang lain seperti itu sebelum aku
meninggal? Apakah aku dulu seperti dirinya? Ingatanku masih samar, namun
aku bisa yakin kalau jawabannya tidak.
"Blood?"
"Hm?"
"Em, terima kasih. Terima kasih untuk semuanya."
Aku tidak bisa menemukan kata yang lebih baik. Dia layak mendapatkan lebih
dari ini.
"Hahah! Tak perlu sungkan."
Nyala api di lubang matanya berkilauan. Aku tidak bisa membaca ekspresi
sebuah tengkorak, namun rasanya ia baru saja tersenyum hangat kepadaku.
Dia lalu mengacak-acak rambutku dan berdiri.
"Baiklah. Pergilah berbicara dengan Gus untuk belajar membaca, sihir dan semuanya. Dulu orang tua itu seorang penyihir yang hebat. Meskipun dia mata
duitan sih." Membuka rahangnya tertawa, Blood menambahkan. "Ah aku lupa
kalau kau belum tahu duit itu apa…haha." Dan tertawa beberapa kali lagi.
"Oh, dan kalau orang tua itu mengajarimu, maka aku akan melakukan bagianku
juga! Aku punya banyak hal yang bisa kuajarkan padamu! Kau tunggu saja!"
"Baik! Apa yang akan kau ajarkan padaku Blood?"
Sekarang aku sangat penasaran. Blood sama sekali tidak terlihat seperti orang
yang berpendidikan tinggi.
"Hmmm… Menghajar orang ."
Aku tidak salah dengar kan?
"Menghajar orang. Aku akan mengajarimu bagaimana caranya mengamuk. Dan
melatih otot-ototmu, mungkin?"
"Hah?"
"Ini sangat berguna lho."
"Apa?"
◆
"Ketika Blood masih hidup… " Mary mulai bercerita sambil duduk di sebelahku
pada bangku di aula utama kuil.
"Uh, ketika ia masih hidup? Tunggu dulu, itu artinya…. "
"Benar Will. Kami sebelumnya tidak seperti ini, kamu tahu. Ini… banyak hal
yang terjadi hingga kami berakhir begini." Mary tersenyum kecut.
Aku tidak bisa mendorong diriku mengajukan pertanyaan lebih jauh. Tentu saja,
meskipun aku menanyakannya, dia mungkin akan mengelak dari pertanyaan itu.
Meski begitu, masih ada sesuatu yang mengganjal dipikiranku. Mereka
sebelumnya tidak dalam bentuk kerangka, mummy, dan hantu. Menurut ingatan
dari kehidupanku sebelumnya, sesuatu semacam ini hanya bisa terjadi apabila
ketiganya memiliki penyesalan semasa hidup mereka. Apakah mereka mengikuti
pola ini? Atau ada alasan lain?
Dikarenakan usiaku, aku masih memiliki sedikit akses informasi, dan tidak bisa
mengatakan apapun dengan pasti. Jadi aku putuskan untuk tidak menduga-duga
dan menghindari prasangka aneh.
"Ketika dia masih hidup, dia adalah seorang warrior."
"Seorang warrior?"
"Seorang warrior. Artinya dia adalah orang yang bertarung dalam sebuah
pertempuran menggunakan senjata. Anak laki-laki biasanya menyukai hal-hal
semacam itu."
Jika memang begitu, maka tempat ini memiliki sistem sosial yang cukup kuno
sampai-sampai pekerjaan semacam itu ada. Setelah melihat reruntuhan kota itu,
kupikir dunia ini masih berada pada tahap perkembangan, namun ini
menegaskan kalau konflik antar manusia juga hadir disini.
Jika aku berencana untuk hidup di dunia ini, sepertinya aku harus mengerahkan
segenap kekuatanku untuk belajar caranya bertarung.
"Blood itu benar-benar kuat lho… Dia memiliki banyak pengalaman, dan sangat
terampil. Dulu dia memulainya dengan bertarung melawan manusia lainnya, lalu
beralih melawan mahluk-mahluk liar, hewan buas, goblin, undead, raksasa,
setengah naga, iblis, 'siapa saja ayo maju'— dia orangnya seperti itu."
"Hah?" Tanggapku singkat, lalu bertanya.
"Umm, Mary?"
"Ya?"
"Apa yang baru saja kamu katakan?"
"Dia memulainya dengan bertarung melawan manusia lainnya, kemudian beralih
melawan mahluk-mahluk liar, hewan buas, goblin, undead, iblis-"
Tunggu, tunggu, tunggu. Aku gagal paham. Bagaimanapun juga, tak seharusnya
mereka adalah jenis monster yang sama seperti yang kuingat kan?
"Manusia lainnya, aku paham kalau yang itu… tapi bagaimana dengan sisanya?"
"Oh!" Dia tertawa. "Betapa konyolnya aku. Aku tidak pernah menerangkannya
padamu ya? Lalu bagaimana kamu akan tahu? Haha…" Dia berhenti sejenak.
"Coba kuingat…. aku pikir ada buku ilustrasi mengenai mereka di kamar Gus."
Dia memegang tanganku, lalu menuntunku berjalan menuju kamar batu Gus
yang kecil. Gus sedang keluar hari ini, namun sepertinya Mary tampak biasa-
biasa saja mencari buku untuk ia pinjam tanpa miminta izin terlebih dahulu.
"Ini dia. Mereka adalah mahluk-mahluk liar. Serigala yang lapar, sekawanan
singa, ular raksasa…"
Ilustrasi tersebut menggambarkan berbagai hewan yang sudah umum. Tentu saja,
hanya sebagian kecil pengetahuan yang kupunya sebelum kematianku, dan
sebagian lagi dari acara dokumenter yang kulihat di televisi. Aku hampir tidak
bisa menahan "sukacita" bisa melihat mereka lagi.
"Hewan buas adalah mahluk yang sangat agresif dan galak."
"Baik.. "
"Sedangkan untuk sisanya… Kamu telah mempelajari bagaimana legenda-
legenda dimulai dari Gus bukan? Sang Pencipta, yang maha awal, dengan baik
hati menciptakan berbagai macam mahluk, namun selain membuat sesuatu yang baik Dia juga membuat sesuatu yang buruk. Pada akhirnya, dewa-dewa jahat
yang Sang Pencipta ciptakan menyebabkan kematian pada dirinya sendiri.
Kemudian dewa-dewa jahat menciptakan berbagai macam pengikut menurut
sifat dasar mereka." Mary perlahan membalik halaman buku.
"Para pengikut dari dewa kezaliman, Illtreat, disebut goblin."
Halaman itu menunjukan sesuatu seperti…aku tak tahu.. oni mungkin? Ada
sosok mahluk seukuran anak kecil yang licik dan tampak kejam, lalu sosok yang
memiliki otot yang besar yang yang mungkin lebih tepat disebut ogre.
"Kemudian ada pengikut dari Dyrhygma, sang dewa dimensi. Mereka adalah
iblis yang berasal dari neraka… "
Iblis dan mahluk-mahluk mengerikan mengisi halaman selanjutnya. Ada
manusia berkepala burung, mahluk mirip laba-laba yang menumbuhkan banyak
lengan di tempat kaki semestinya berada, perpaduan antara bentuk manusia dan
hewan yang tercampur.
"Dan para undead, yang merupakan pelayan dari dewa undeath, Stagnate… "
Mayat hidup dan kerangka, lalu hantu dan mummy. Namun aku tidak mendapat
kesan kecerdasan apapun dari undead yang tergambar di buku ini.
"Kami melakukan kontrak dengan dewa undeath." gumamnya.
"Kekuatan dari kehendak kami pada saat kematian memungkinkan kami untuk
membuat kontrak dengan Stagnate, dan sebagai hasilnya adalah bentuk kami
saat ini. Kami adalah penghianat yang melawan kebaikan." Kata-katanya terasa
sangat suram, dan terdengar menyedihkan.
"Apa yang terjadi?" Aku tak dapat menahan diriku untuk bertanya meskipun aku
tahu, kalau aku ikut campur aku tak akan mendapat jawaban apapun.
"Hehehe… ceritanya panjang. Maaf, ini bukanlah sesuatu yang anak kecil
sepertimu perlu tahu." Mary tersenyum. Senyum yang dipaksakan.
Dia menenangkan dirinya lalu melanjutkan.
"Dewa-dewa baik juga memiliki pengikut tentunya. Ada elf, dwarf, liliput…
semuanya adalah ras yang baik."
"Mary …"
"Ada juga ras netral yang kuat, seperti raksasa dan naga. Beberapa mengikuti
dewa baik dan beberapa mengikuti dewa jahat. Ini adalah dunia yang besar dan
luas, dan ada banyak ras di luar sana. Yang tercatat di buku ini hanyalah yang
paling umum saja."
Dia telah dengan sengaja mengubah topik pembicaraan, dan aku bisa yakin kalau
dia tidak ingin kembali. Jadi aku mengikutinya saja. Aku tidak punya peluang
mendapatkan informasi darinya kalau dia-nya saja tidak mau terbuka. Tak ada
gunanya terus memaksanya.
"Jadi dunia ini… sangat berbahaya?"
"Benar, tepat sekali. Semuanya cukup damai semasa aku hidup, meski aku tidak
tahu keadaan saat ini. Namun kemungkinan besar, keadaan menjadi jauh lebih
buruk sekarang."
Jawabannya itu mengejutkanku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berpikir
seperti itu.
"Apakah aku perlu menjadi kuat?"
"Aku bisa lega jika kamu dapat melakukannya." Kata-katanya terdengar lembut,
namun itu sangat membebaniku.
Aku telah memutuskan untuk tidak berusaha keras menjadi kuat. Berdasarkan
perkataannya, hanya yang kuat yang mampu bertahan di dunia ini. Namun pada
saat yang sama, aku merasa ini adalah kewajibanku untuk tidak melupakan apa
yang ketiga undead itu isyaratkan padaku mengenai keadaan mereka.
Bahkan sekarang, mereka berusaha keras membangun diriku dari seseorang yang lemah menjadi orang yang kuat agar bisa menjalani kehidupan. Kedua orang
tuaku juga pernah melakukan hal yang sama, namun apa yang kuberikan sebagai
balasannya? Berdasarkan ingatanku, tidak ada apa-apa selain kekhawatiran dan
masalah.
Aku berharap kalau kali ini, apabila aku sudah dewasa, aku bisa membalas
kebaikan mereka.