Pagi itu terdengar suara azan berkomandang dengan merdunya membelah sejuknya pagi, binatang sersahutan, angin pagi berhembus dengan sejuknya. Semua orang yang beragama muslim akan turun dari rumah panggung mereka untuk menunaikan sholat subuh berjamaah, atas bantuan dari seorang yang paling dermawan di kota akhirnya moshola sederhana ini terbangun, inilah salah satu alat bantu untuk desa. Dengan adanya moshola ini sedikit banyak dapat membantu para penduduk yang buta akan agama.
Irham berjalan menyusuri gelapnya pagi, dia berjalan beriringan dengan Usman anak dari bu Erna dulu bu Erna memiliki dua anak laki-laki tapi yang tertua sudah meninggal, tinggalah si bungsu yang baru berusia 10 tahun ini yang menjadi kawan ibunya.
Gesekan sendal sederhana memecah sunyinya subuh, Usman yang masih mengantuk di paksa Irham untuk pergi ke Moshola bersmanya, karena akan laki-laki harus sholat berjamaah.
"Bang Irham" kata Usman memecah sunyinya subuh.
"emm" jawab Irham dengan singkatnya, Usman selalu kesal ketika Irham hanya menjawab panggilannya dengan deheman yang menurutnya sangat menyebalkan.
"Bang Irham"
"ada apa?" tanya Irham sambil menundukkan pandangannya pada bocah 10 tahun itu.
"tadi ka Ais nyariin Abang, kok abang ngak mau nemuin dia sih kan kasian bang" Kening Irham mengkerut tanda dia agak bingung dengan kata yang di lontarkan bocah 10 tahun itu.
"seseorang yang bukan muhrim kita itu dilarang sering-sering bertemu, Usman" jawab Irham sekenanya dengan harapan agar Usman faham maksudnya.
"tapi... bukannya Bang Irham suka sama ka Ais ya?" tanya Usman penasaran, hati Irham melongos ngilu, ada sesuatu yang menusuk hatinya tapi apa dia sendiri tidak memahami detag jantunya ini untuk siapa, apakah untuk perempuan yang selalu dalam mimpinya atau untuk Ais dia sendiri tak tahu itu.
"kapan Abng bilang begitu?" tanya irham
"ya... kali aja bng Irham suka ka Ais, atau bang Irham suka sama orang yang sering abang sebut itu, siapa namanya Usman lupa..." Usman terlihat berfikir kemudian di menemukan jawaban atas pertanyaan dirinya sendiri.
"Mega... ya Kak Mega" jawab Usman sekenanya.
Mendengar nama itu di sebutkan Irham menarik senyumannya, senyuman yang tak pernah dia perlihatkan kepada orang lain. Entah mengapa dia begitu penasaran dengan perempuan yang bernama Mega itu, mengapa dia wara-wiri dalam mimpinya.Kadang perempuan itu datang dengan gembiranya sambil mengelus perutnya yang membuncit, kadang datang dengan keadaan menangis. Siapa gerangan wanita itu.
"Bang ayo... buruan... nanti telat" Usman berujar berlari meninggalkan Irham yang sejak tadi melamun, entah melamunkan apa Usman juga tidak faham dengan urusan orang dewasa.
****
Siang itu matahari muncul seolah tak tahu malu, dia menabarkan sinar panasnya sampai ke ubun-ubun, hari ini Mega harus ke dinas pendidikan untuk mengkilirkan laporan Bos tahap satu, itu artinya dia harus berhadapan dengan wajah jutek dan dingin sepupunya yang bernama Zikri. Dia lah mahkluk yang membuat orang tidak tahan untuk menajdi Bendahara sekolah berlama-lama sebab Zikri begitu garang dan tak pilih kasih ketika dia menemukan kesalahan dalam pembuatan laporan pertanggung jawaban.
Memang tidak salah dengan semua perlakukan Zikri kepada binaannya hanya saja tidak semua orang mau menerima setiap bentakannya yang terasa membekukan.
Saat ini Mega sudah berjalan menuju ruangan Zikri, tak perlu pasang kuping baik-baik pun kalian pasti akan mendengar suara pak Zikri yang kencang, apa lagi jika Zikri berhadaoan dengan Khaila. Entah apa yang membuat Khaila bertahan menjadi bendahara selama 4 tahun ini padahal Zikri seakan horor di mata siapapun. Dan dengan polosnya Khaila mengatakan "Jika aku berhenti jadi Bendahara, itu artinya Si Zikri gunung Es itu menang, aku akan terus menjadi orang yang paling menentangnya"
Entah apa yang membuat dua mahkluk berbeda jenis kelamin itu saling menyerang satu sama lain. Zikri akan pusing tujuh keliling jika harus berhadapan dengan Khaila, seperti saat ini omelan Zikri terdengar sampai keluar pintu. Cukup lama Mega menunggu akhirnya Khaila keluar dari ruangan angker itu.
Sebuah senyuman terbit di wajah Khaila ketika Melihat Mega duduk manis sambil membuka-buka laporan miliknya.
"Mega..."Khaila langsung duduk di dekat Mega mengapit salah satu tangan perempuan itu. Usia mereka berdua memang berbeda Khaila baru saja ualang tahun yang ke 24 sedikit lebih muda dari pada Mega yang sudah berulang tahun yang ke 28.
"harusnya kamu memanggilku kaka, ingat aku lebih tua dari pafmda kamu" sahut Mega tanpa repot-repot untuk melihat mimik wajah sahabatnya itu.
"sudah kebiasaan" sahut Khaila.
"kenapa lagi toh si Es batu?" tanya Mega.
"tau deh, gagal nikah kale.. jadi bawaannya pengen marah aja" sahut Khaila tanpa dosa.
Mendengar perkataan itu Mega teringat kejadia seminggu yang lalu, Zikri gagal menikah karena tunangannya hamil di luar nikah. Para keluarga menduga itu adalah perbuatan Zikri tapi Mega kenal baik dengan Zikri, lelaki itu bahkan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. pertuangan dengan perempuan itu pun atas usul keluarganya dan Zikri menyetujuinya. Saat pertunangan itu Zikri sibuk dan Mega tahu itu, lelaki itu bahkan tidak pernah mengontak peremouan yang akan di nikahkan dengannya jadi bagimana caranya Zikri menghamili perempuan itu sedangkan bertemu cuma ketika pertunangan. Hal itu membuat keluarganya gempar dan dengan berat hati Zikri mengatakan membatalkan pernikahan itu. Jdilah dia sekarang sifatnya sudah pendiam dan dingin kini makin menjadi-jadi saja.
"Mega... Mega ... kok melamun?" Khaila mengguncang tangan Mega untuk menyadarkan perempuan itu.
"apa?" tanya Mega
"di panggil Es batu"
"oh.. aku"
"Iyalah siapa lagi, aku... yang ada kami perang di sana kalau ketemu lagi"
"sudah jangan terlalu membenci orang, kita tidak tahu kemudian hari dia jadi jodoh kita"
"Mega... jangan nakutin dong"
"sudah... aku masuk dulu"
***
" Irham..." Sapa Ais ketika lelaki itu fokus dengan pekerjaanya membuat pagar untuk rembatan tanamam kacang panjang di kebun milik bu Erna. Irham sesikit mengangkat kepalanya untuk memandang sekilas perempuan yang memanggilnya.
"ada apa?" dasar memang sifat Irham dingin maka akan terlihat tidak perduli.
"minum dulu, istirahat.. nanti di lanjtkan lagi"
"tanggung... sedikit lagi"
"aku tunggu di sini ya" Ais menawarkan diri untuk menunggu, sedangkan Irham tidak mengatakan tidak ataun Iya, dia hanya diam dan melanjtkan pekerjaannya. Setelah menyelesaikan pekrjaannya Irham bersiap untuk istirahat di sebuah pondokan kecil yang memang di peruntukan untuk istirahat para petani ketika terik matahari sudah tidak bisa di lawan lagi.Setiap gerakan Irham tak luput dari pandangan Ais, perempuan itu sudah lama menaruh hati pada Irham hanya saja lelaki itu tidak terlalu menanggapi perasaan itu, karena percuma dia hidup tanpa identitas pasti dia takut mengecewakan.
"ini kenapa?" tanya Ais ketika melihat bekas darah mengering di punggung tangan Irham.
"terkena sabetan sembilu" jawabnya singkat.
"aku obati ya" tawar Ais, perempuan itu ingin menyentuh tangan Irham tapi dengan cepat lelaki itu menariknya hingga Ais kaget.
"aku cuman ingin membantu" Taqar Ais dengan lembutnya.
"tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri" Akhirnya Irham mengobati lukanya sendiri sementara Ais terlihat kecewa, perhatiannya di abaikan begitu saja.
Dalam diam yang makin mencekam Ais sudah tidak tahan ingin berkomentar dengan sikap Irham kepadanya.
"Irham..." Lelaki itu mengangkat kepalanya untuk memandang perwmpuan itu. Menunggu apa yang akan di katakan oleh Ais.
"kenapa dengan sikap kamu ini, seluruh keluargaku sudah setuju kita menikah tanpa memperdulikan identitas kamu, aku terima apa adanya kamu tapi sikap kamu akhir-akhir ini makin aneh" Terlihat Irham menghela nafasnya.
"aku sudah bilang, aku tidak ingin menikah dengan siapapu"
"kenapa?" tanya gadis itu cepat
"karena aku takut menyakiti, kamu tahu sendiri aku bahkan melupakan namaku sendiri, apakah aku sudah menikah di kehidupannya yang lalu"
"apa karena perempuan dalam mimpi itu" tanya Ais kecewa.
"ya" jawab irham singkat
"itu hanya bunga tidur Irham, dia tidak nyata" Ais terdengar emosi ketika membahas mimpi Irham tentang wanita itu.
"kalaupun itu tidak nyata dia tidak akan datang setiap malam,Ais..dan aku hanya tidak ingin membuatmu berharap terlalu jauh..aku harus mencari siapa aku dan berasal dari mana"
"tapi ini sudah 4 tahun Irham, dan tidak ada seorang pun yang datang ke desan ini mengenali kamu"
"terserah apa yang kamu katakan, sampai detik ini aku masih terus menunggu kapan keajaiban itu menghampiriku"
"dan aku tidak akan membiarkan kamu kembali" Kata Ais dengan penuh penekanan, dia seakan tidak rela Irham kembali pada keluarganya terlebih kenyataan bahwa Irham sudah menikah di kehidupannya yang telah lalu,Ais tidak ingin tahu itu karena pasti akan membuatnya kecewa.
Ais pegi meninggalkan Irham dengan selaksa rasa kecewa tapi itu tak menyurutkan keinginan Irham untuk bertemu dengan perempuan yang sering dia temui dalam mimpinya, siapa pun perempuan itu Irham yakin dia adalah bagian dari hidupnya.
***
Mega memandangi foto pernikahan mereka genap sudah usia pernikahan mereka 5 tahun selama 4 tahun terakhir ini Mega seolah sangat merindukan lelaki itu hingga tanpa sadar dia telah mengunci mati hatinya untuk siapa pun, siapa pun yang datang menawarkan cinta dan kehidupan yang lebih baik, Mega selalu menolknya dengan halus dia tidak ingin berpisah dengan suaminya.
Suara deringan telpon menyadarkan lamunannya.Buru-buru Mega menghapus air matanya dan berjalan menuju nakas tempat dia menyimpan Hp miliknya,Sebuah video call dari Mala perempuan itu sekarang tinggal di Malaysia mengikuti Jec suaminya. Mega menekan tombol hijau untuk menerima Video call dari sahabtanya itu.
"hallo Mega..." Terlihat wajah Mala muncul di layar pipih itu, dia bersama putri bungsunya Akila.
"assalamualaikum" sapa Mega sambil menyungingkan senyuman paling manis.
"waalaikum salam... tante cantik... kata Akila yang ikut nimbrung.
"apa kabar Akila?" tanya Mega
"baik tante, liburan tahun ini Akila mau kerumah tante ya...sama mama dan papa dan juga mas Zaki"
"boleh... tante tunggu kedatangan Akila" gadis kecil itu terlihat gembira dan berlari entah kemana meninggalkan Mala.
"maaf ya.. Mega, Akila merengek ingin kerumahmu aku dan Jec sangat sibuk hingga tidak bisa sering pulang ke Indonesia" Mala terlihat sedih karena sudah 2 tahun dia tidak pulang untuk menemui Mega dan si kembar Zarra dan Zen.. Zarra Abdi Syahwira dan Zen Abdi Syahwira.
"tidak apa-apa"
"apa kabar Zarra dan Zen?" tanya Mala
"mereka baik"
"apa mereka masih menanyakan tentang papanya?" tanya Mala
Mega tersenyum masam ketika hal itu terungkit lagi, bagaimana perjuangan Mega menjelaskan kepada dua biah cintanya itu agar mengerti kalau papa mereka pergi untuk sementara.
"Mega... aku harap kamu mau membuka lembaran baru, dua anakmu membutihkan sosok ayah.. kamu tidak bisa menjadi sosok ayah dalam hal yang bersamaan, hidup terus berputar Mega kita tidak bisa di tempat yang sama terus-menerus" terdengar helaan nafas dari Mega, rasanya kata-kata ini sudah sering dia dapatkan dan dia dengar.
"kedua anakku tak memerlukan sosok ayah dari orang lain, sebab aku yakin Mas Abdi akan pulang dan memberikan senyuman paling hangat kepada kami"
"Mega tapi Abdi sudah..."
"Aku belum melihat jasadnya, aku belum... melihatnya dia memintaku menunggu maka aku akan menunggu"
Sekali lagi Mega menitiskan air mata hal itu membuat Mala ikut menangis karena dia adalah orang yang paling tahu tentang perjuangan Mega untuk bertahan.
Adakah keajaiban itu hingga rasa cinta ini makin hari makin besar.