"Sebaiknya kau turun sekarang...?"
Dalam dada yg terasa sesak tak menentu sang kaisar berucap demikian tanpa memikirkan bagaimana perasaan gadis yg di paksanya untuk turun itu.
Di lain hal, Kencana membentuk huruf O besar di mulutnya, gadis ini tidak percaya dg apa yg di dengarnya, bisa bisanya kaisar mengusir Ratunya sendiri.
"Emang aku mau turun kok, ini juga udah di depan rumah aku, kau saja yg gila, cowok jadi jadian, aneh"jawab gadis itu dg ketus dia juga memiringkan senyuman pertanda tidak menyukai laki laki aneh di samping nya itu.
"Can makasih ya, oh ya sebaiknya saran aku, kau pecat saja sopir gila ini, dia gak guna"ketusnya.
Kencana hanya tersenyum heran di susul sebuah anggukan, gadis itu kemudian berlalu dari hadapan mereka.
Kencana langsung melompat dari kursi belakang ke arah depan, sang kaisar menghela nafas dg kasar, entah apa yg ada di benak nya saat ini.
"Tuan jelaskan,why?"Kencana menatap nya dg tajam.
"Ah gak apa kok, tadi itu cuman uuuu...Mmmm, Akting aja nona, biar dia tidak curiga sama aku, yah"timpal Alvino muda ragu ragu, pria tampan itu kemudian melepas semua atribut penyamaran nya.
"Kau yakin, semua baik baik saja?"Kencana tampaknya belum puas dg jawaban fartner nya itu.
"Iya apa lagi? Ha kau ini terlalu banyak berfikir, sudahlah"
"Ya ya baiklah, terserah kau saja lah tuan"Kencana menatap ke arah depan, selendang itu masih saja berada di genggaman nya seakan tak mau lepas.
"Hmmm ngomong ngomong Fauziah memberikan selendangnya ya?"Alvino muda kembali fokus mengendarai mobil itu dg kecepatan rendah.
"Eh ini, iya sebagai tanda persahabatan katanya, kau kenal selendang ini?"
"Ha tidak, Fauziah belum pernah memakainya, baru kali ini aku liat dia dg selendang itu"sekilas Bani melirik selendang yg di pegang gadis mungil itu.
"Kau yakin tidak mengenal selendang ini?"Kencana merasa aneh, sang kaisar tidak lah mengenal pemberian nya sendiri.
"Iya, kenapa?"
"Kau tau, Fauziah bilang ini milikmu, tepat nya kau yg memberikan nya tuan"
Bani terkesiap, lantas menghentikan mobil, dan mengambil si selendang dari tangan nona Durga, meraba raba dan melihat dg detail.
Mata indah nya terperangah seketika mendapati inisial B pada ujung selendang Sutra berwarna Biru itu.
"Astaghfirullah, ini kan milik Bindari? Tapi kok bisa? Aku bahkan tidak pernah tau Bindari menyimpan selendang ini di mana?Ini memang aku yg berikan, tapi bukan sama Fauziah melainkan Bindari, ini tidak masuk akal sama sekali, apa takdir mempermainkan aku lagi? Kadi benar tadi itu kamu Bin?"Batin sang kaisar.
Pria itu tertagun cukup lama dg selendang biru di tanganya, Kencana lantas merasa heran, gadis itu mengibas kan tangan di wajah pria itu.
"Woiii tuan Alvino, apa yg kau pikirkan?"
"Iya ini aku yg berikan, sudah lama jadi aku lupa, maklum yg kuberikan itu gak cuman ini aja, ada bejibun mungkin di lemari gadis itu hm"jawab Bani kemudian.
Sepertinya pria itu belum ingin menceritakan apa yg mengganggu pikiran nya selama ini, dan juga masalah Bindari masih menjadi sosok yg misterius hingga saat ini.
**
"Bin, apa maksudnya ini? Kekonyolan mu menjadi nyatakah? Atau kau menguji perasaan ku?"Alvino muda memandangi sebuah photo melalui ponsel nya, seorang wanita cantik yg mirip dg sang pujaan hati yaitu Fauziah, tersenyum manis. Mengenakan Salwar Kameez Pastel berpadu Biru, dan selendang itu melingkar indah di lehernya, dia menjelma bak bintang Bollywood.
Latar belakang dari photo itu sendiri menjelaskan itu bukan negri ini, tapi itu adalah salah satu ke ajaiban dunia, itu Tajmahal.
Gadis desa polos seperti Fauziah, mana pernah bermimpi bisa mengunjungi tempat itu? Jelas itu bukan dia, dialah Bindari tunangan Alvino muda.
**
Dari sudut sana gadis manis berperawakan Korea, memandangi sebuah gelang berlian kilauan indahnya bahkan mengaliri air mata.
"Siapa sih supir Kencana itu? Aneh sekali dia? Aku ngerasa pernah liat, tapi di mana? Ha orang itu bikin penasaran saja, malah seenaknya lagi menyuruh ku turun, huh cowok cantik yg kasar"Fauziah cemberut bibir yg menggemaskan.
Gadis ini memasang kembali Diamond yg telah membuat nya sempat galau barusan.
"Dek..."Tiba tiba sang kakak memasuki kamarnya.
"Eh iya kak"
"Kamu baik kan?"Ke khawatiran nampak jelas di raut sang kakak.
"Yeah, i am ok! why?"
"Hitungan hari kamu bakalan resmi jadi nyonya di desa ini, kakak harap kamu bahagia, buka hati kamu, jangan mati karna sebuah pernikahan yg tidak di inginkan, ikuti saja alur takdir jika tidak bisa di elakkan lagi ya"Ariska membelai lembut rambut hitam lurus sang adik.
"Kak, dulu aku pernah mendengar impian seseorang dia bilang, jika dia lulus sekolah dia bakal bekerja dan membahagiakan orang tuanya, dan jika dia berhasil maka tujuan hidupnya hanya satu yaitu aku, dia akan melamar ku, menjadikan aku miliknya, dan kakak tau dia adalah anak laki laki masih remaja labil, berani berbicara demikian"gadis cantik itu lantas berdiri dan menatap ke arah jendela.
"Siapa dia?"
"Dia adalah Al, aku merasa speechless bangat waktu itu, dan aku menganggap itu seperti sebuah candaan gak berkelas, tapi kakak liat dia membuktikan dirinya bisa, andai takdir tidak mempertemukan aku dan Bani mungkin sampai saat ini, Al menjadi satu satunya orang yg aku cintai, dan pernikahan ini adalah hal yg paling aku tunggu tunggu, tapi tidak kakak lihat bagaimana takdir menyatukan, memisahkan, lalu menyatukan kembali ya mungkin Al adalah jodoh pilihan Tuhan maka aku akan menerimanya"
Mata gadis itu seketika di genangi luka, dia tersenyum dalam kepahitan, menelan dalam dalam air mata, bahkan menggigit bibir sendiri demi menahan tangis agar jangan sampai tumpah ke bumi.
"Apa kamu mau bicara dg orang yg saat ini kamu rindukan?"Pertanyaan apa itu? Gadis ini berusaha sekuat tenaga melupakan sosoknya tapi sang kakak malah menginginkan dia berbicara dg nya.
"Untuk apa kak?"
"Kakak tau kamu berbohong, kamu jelas belum move on, setidak nya beritahu dia kalau kamu akan menikah, agar dia tak berharap hm"
"Baiklah aku akan bicara, tapi aku ingin berdua saja kakak tidak boleh mendengar perkataan kami, ok!"Fauziah menghapus air mata yg sempat jatuh, entah sampai kapan air mata gadis ini akan terus berurai.
"Ya kakak keluar ya, ini ponselnya"Ariska menyodorkan ponsel miliknya, Fauziah menerima itu.
Dg tangan yg gemetar, degup jantung berpacu, rasa ragu tapi apa salah nya untuk menghubungi dia setidak nya luka sedikit mengering, asal jangan sampai dia mengirisi Asam disana.
"Hay, my sweet love, apa kabar?"Sapa Fauziah lewat telepon genggamnya.
Disana Bani nyaris menjatuhkan ponsel nya tidak pernah sebelumnya terbayangkan akan di hubungi kembali, dia mengira gadis itu akan benar2 melupakan dirinya.
"Sayang, my Arzanetta itu kah kamu?"Suara yg meneduhkan dunia, serasa nyaman di telinga sang Rahara, rindu oh rindu kapankah berlalu?
"Iya ini aku, my Bani"Fauziah bergetar menahan tangis, ingin rasanya meluapkan ini semua, menangis sejadi jadinya sampai benar benar merasa lebih baik.
"Apa kamu ingin menangis?Ummm, menangis lah sampai kamu puas, jangan menahan air mata sendiri, itu menyakitkan, luapkan semuanya, aku ada sekedar untuk mendengar tangisan mu itu"ungkap sang kekasih, gadis itu terdiam sejenak, kenapa sang pria bisa tau kalau dia ingin meluapkan penderitaan itu padanya, apa dia mengetahui segalanya? Atau ini hanya firasat laki laki itu saja? Fauziah di ambang kebingungan.
Namun memang sang Rahara malang tidak bisa berbohong di hadapan orang yg sangat mengerti akan dirinya itu, dia lantas menangis sejadi jadinya, merintih, meratap dan sebagainya.
Pria itu dia setia mendengar tangisan itu, sampai dirinya sendiri larut hingga juga menitikkan cairan bening tersebut.
Beberapa saat tangisan gadis itu mulai mereda, menyisakan isakan isakan kepedihan.
"Apa sudah lebih baik, sayang ku?"Pertanyaan kemudian muncul dari pria tampan itu
"I..I..Yeah, sayang"
"Apa mau bercerita sesuatu? Katakanlah?"
"Tidak aku hanya merindukan kamu, aku kangen sama kamu, sungguh itu saja"
"Yakin? Apa perlu aku kesana?"
Mendengar pertanyaan itu Fauziah terpaku, jika beneran Bani menemuinya bisa bisa dia mengetahui yg sebenarnya, dan Fauziah sangat tidak ingin menyakiti perasaan laki laki itu.
Padahal kan tanpa di beritahu justru Bani lebih mengetahui segalanya, gadis konyol di kira pria itu bodoh, jelas alvino muda pejuang sejati.
"Tidak sayang, aku baik baik saja, rasa kengen ini sangat keterlaluan gak manusiawi sama sekali"guyonan sesaat dari Fauziah, Bani disana tersenyum pahit.
Bisa bisanya Fauziah juga belum bercerita yg sebenarnya, fakta apa yg di sembunyikan darinya, disini Alvino muda merasa tertekan dan merasa terkhianati dg sangat sadis.
"Baiklah tutup telp nya, dan sekarang sudah hampir larut juga, tidur ya sayang ya"sebuah perhatian datang tanpa curiga sama sekali.
Disitu semakin besar lah rasa bersalah gadis manis ini, bagaimana caranya menjelaskan kepada orang sebaik ini? Dia bahkan tidak pantas di perlakukan seperti ini, ini sama saja membodohi nya.
Gadis polos itu menutup percakapan itu, tanpa memperpanjang lagi, yg ada semakin larut membuat Bani akan semakin menjadi jadi dg segala kelembutan dan perhatian hatinya.
"Bagaimana bisa tidur, rasa bersalah ini tidak membiarkan aku tidur dg nyenyak"gadis itu berguling guling kesana kesini di sepanjang ranjang bututnya.
Siapa duga ternyata talent Maling cap Semut belum lenyap dari Alvino muda, buktinya dia berhasil memasuki kamar gadis itu, wah macam macam, bahkan gadis itu belum tidur sama sekali.
"Sini tidur di pelukan ku, kamu akan merasa nyaman dan terlelap"suara itu membangkitkan Fauziah, gadis itu terpelongo, berkali kali dia menepuk pipi nya sendiri, apa ini mimpi? Dia ada di hadapan nya sekarang, netra indah itu melebar sempurna.
"Sssssuth....Jangan banyak bicara, diam ok!"
Semakin terkaget lagi saat gadis itu hendak turun dari kasur sang kaisar langsung mendekatinya dan memeluknya, membungkam mulut gadis itu, membuat Fauziah tidak tau harus berbicara apa.
"Sekarang pejamkan mata, dan tidurlah, habisi lelahnya hari ini, tenang kan fikiran kamu, buang segala beban itu, bawalah rileks sayangku, aku ada disini aku nyata bukan mimpi, hanya aku minta jangan banyak tanya, tidurlah"titah seorang pangeran kata kata lembut namun mematikan.
Fauziah merasakan nyaman nya sebuah dekapan, renggangnya sebuah rindu, terhapusnya tetesan air mata.
Aroma maskulin biasa itu selalu ada pada pangeran tampan ini, Fauziah tidak mungkin lupa pelukan itu, ini benar dia.