Chereads / amarah bahagia / Chapter 73 - Perang dinginkah itu?

Chapter 73 - Perang dinginkah itu?

"Sepertinya kita harus menemui Hura Geng malam ini, dan memastikan sendiri kebenarannya"ucap Kencana kemudian, gadis ini terlihat serius dg wajah yg mulai memucat entah kenapa sepertinya gadis ini kelelahan berkutat dg ribuan pertanyaan yg menguras akal sehatnya.

"Cay, tapi kamu baik baik saja kan?"Alvino muda menangkap keletihan di wajah gadis itu.

Meski begitu Kencana mengangguk pelan, dia juga tak ingin membebani Alvino muda dg sebuah ke khawatiran akan kondisinya saat ini.

"Boleh mintak tolong sedikit lagi Cay?"Rengek Bani kemudian.

"Apa?"Jawab Kencana pelan dan tak bersemangat lagi seperti awal mereka ke tempat ini.

"Tolong bagi bagi dong duit ini sama cewek cewek di dalam sana, please?"Bani menyodorkan lembaran lembaran uang yg entah berapa jumlah nya yg jelas itu cukup banyak.

"Kau tertarik dg mereka?"Kencana melebarkan mata, menatap Bani penuh curiga.

"Tidak Cay, aku hanya kasihan, apa salah nya kan itung itung sedekah?"Bani mengedipkan satu mata ke arah gadis mungil ini, gadis itu pun tersenyum miring.

"Ha baiklah tuan, kau memang orang paling baik di dunia, jika yg lain sedekah ke fakir miskin nah kau sedekah sama kupu kupu desa, waw Interesting"ledek si kenes itu.

Sang kaisar menanggapi dg kekehan manja, menggoda iman lawan mainnya.

Tidak tau lah apa yg ada dalam benak pria satu ini, dia kelewat baik atau memang tipikal penyayang semua wanita.

Atau tidak tau lagi duit harus di kemanakan sangking banyak nya tumpukan itu memenuhi dompet hingga sesak dan di luapkan ke siapa saja yg ingin ia cairkan.

*

"Kau yakin Cay? Nanti malam kita menemui geng terkutuk itu?"Bani melirik ke arah Kencana yg saat ini duduk tepat di sampingnya, sementara tangannya sang kaisar di sibukkan dg setiran mobil.

"Ya aku yakin, dan sangat percaya kalau mereka dalang di balik hancur nya masa depan Fauziah dan Al"tatapan Kencana mengunci ke arah depan sana, sikap Kenes itu seakan menghilang menyisakan Kencana yg merasa sesak di dadanya.

"Tapi mereka berbahaya Cay?"

"Apa kau takut tuan?"Kencana menoleh ke arah sang kaisar begitu sebaliknya hingga akhirnya kembali fokus ke depan jalanan yg terbentang.

"Tidak, tapi aku mengkhawatirkan kamu"

"Tidak, kau seharusnya sudah mengenal bagaimana aku bukan?"

"ya baiklah, semoga perkiraan kita ini benar"Bani mendesah dalam dalam dan menghempaskan nya dg kasar.

"Boleh aku pinjam bahumu tuan?"Lirih Kencana kemudian, Bani tersentak kenapa tiba tiba gadis ini seolah mintak perlindungan darinya? Apa dia kerasukan para Bunga Raya? Hingga sikap jual mahal itu menghilang seketika.

"Eh nona, kau kelelahan kah?"Sang kaisar pun dg gagahnya meraih kepala gadis itu dg satu tangan, sementara tangan yg lain tetap pada kayu bundar yg ada di depannya.

"Makasih, tapi jangan baper ya"Kencana mengerucutkan bibirnya dg manja.

"Haha siapa yg baper nona? Bukankah kita ini fartner sejati? Sama sama Pecin hm"Bani bahkan mengusap rambut hitam sebahu gadis mungil itu.

"Andai pria yg aku cintai, selembut dirimu tuan, setidak nya bersikap baik dan sopan perhatian sama aku sedikit saja"lirih Kencana, jelas pada netra bulat bercahaya itu sudah timbul genangan genangan luka yg akan membanjiri pipinya.

"Sudah, aku yakin kok nanti di saat dia menyadarinya sendiri cinta tulus kamu ke dia, dia pasti akan berubah, bahkan bisa jadi sikapnya akan lebih baik di banding kan aku, ok!"

"Ya semoga"Kencana sejenak memejamkan mata dalam nyamannya dekapan sang fartner.

Tiba tiba Alvino muda terpaku pada satu titik dg netra yg melebar sempurna, sesuatu telah di lihat nya di tepi jalan sana.

"Cay bangun Cay"sang kaisar menepuk pelan tengkuk sang fartner.

"Apa sih ban? Aku capek, izinkan lah aku istirahat sejenak"jawab gadis itu lemas,dan mata yg tak juga terbuka.

"Tapi Cay, itu lihat, ayo Cay?"Bani mengehentikan mobilnya, menegakkan kepala gadis itu agar dia segera bangun untuk menyaksikan apa yg di lihatnya barusan.

"Ih kau ini, bisa gak sih biarkan orang tenang agak sedikit saja, ha teman gak punya hati emang ya"upat Kencana kemudian, Bani mengerinyit kan dahi.

Dan menuntun mata gadis itu menuju apa yg di lihatnya.

"Hei Ban, itu kan?"Mata Kencana melebar kemudian.

"Itu makannya, aku turun ya, aku mau samperin kasihan dia Cay, sungguh aku gak kuat ngeliat ini semua, Cay aku mohon bantu dia"seketika mata Alvino muda menggenang butir butir kasih nyata dari nya.

Kencana terenyuh bagaimanapun dia gadis yg mempunyai hati, dia paham betul bagaimana perasaan sang kaisar, ini pasti menyakitkan untuk nya jelas.

"Ok iya aku turun, tapi kamu jangan, kau bisa merusak rencana yg bersusah payah kita buat, mengerti"

"Iya baiklah"Alvino muda mengangguk paham.

"Sudah aku akan membawanya ikut dg kita, dan coba kamu bukak tas aku itu, disana ada Masker, Kaca Mata kamu boleh pakai untuk menyembunyikan wajah kamu agar dia tidak mengenali siapa kamu ok!"Kencana menunjuk tas yg kebetulan tersedia di bawah kursi mobilnya, entah apa yg ingin di perbuat gadis ini, tapi sepertinya semua peralatan bahkan make up pun tersedia di mobil tsb.

"Kau masih saja tampan Bani, meski wajahmu tertutup begini dan mengenakan kaca mata hitam bahkan ini milik seorang gadis, ha untung gak mirip banci lu, Bani, Bani"batin sang kaisar yg mengacakan dirinya di cermin tengah mobil itu, dia bahkan tersenyum senyum gak jelas, sepertinya Alvino muda mulai depresi dg kondisi ini.

Mata indah pria itu kini tertuju pada gadis yg ada di sebrang jalan sana mereka seperti pelita di malam gulita, seperti embun yg menitik pada tanah yg tandus.

Sejenak pria Korea ini membuat lengkungan yg akan mematikan sebuah perasaan halus dan mengunci sebuah netra untuk tak berkedip memandangnya.

"Hanya orang bodoh dan putus asa yg sendirian menangis di tepi jalan seperti ini?"Gadis itu melipat kedua tangan di dada, dalam dinginnya sebuah ucapan kepada perempuan yg sedang duduk merenungi nasib nya, air mata turun seakan hujan yg enggan untuk mereda pada gadis itu.

"Eh Cana?"Dia tersadar dan menghapus butiran mutiara kepedihan itu.

"Seharusnya calon pengantin itu di pingit, mempercantik diri bukannya malah merenung gak jelas di tepi jalan seperti ini"sindir gadis mungil itu kemudian masih dalam dinginnya sebuah gurat wajah.

"Eh hai, lihat mereka teman macam apa itu? Kok aku lebih melihat mereka seperti musuh bebuyutan, eh tidak itu seperti sebuah perang dingin, kenapa? Apa seperti itu cara pertemanan para gadis gadis"tuan Alvino muda menggeleng geleng kecil mendapati sikap aneh dua orang yg di perhatikan nya dari jarak yg cukup jauh itu.

"Aku baik baik saja, kau jangan mempertanyakan hidupku"balas gadis yg satunya lagi tentu dg datar dan dingin.

Bani terus memantau mereka dari kejauhan kadang pria itu tersenyum kadang di buat bingung dg kelakuan dua wanita ini.

"Zi...Dengar, aku tidak bersimpatik atau menanyakan kabar kamu, hanya saja ini terlihat bodoh untuk ukuran seorang perempuan mahal seperti kamu"Kencana berdiri di hadapan gadis malang itu, memandang nya dalam tatapan dingin sedingin es batu.

"Bukan Can, aku bukan mahal, justru kau yg mahal, aku gagal Can, mengembalikan kebahagiaan kamu, i am really sorry, this out of my control, dear, maafkan aku"kini perang dingin seakan pecah es itu mencair oleh siraman kesakitan hati.

Luka itu tumpah melebihi sebuah api yg membakar dg ganasnya.

"Ha Ziah Ziah"Kencana gadis mungil itu kini mengusap lembut punggung musuh nya, dalam eratnya sebuah pelukan, cukup untuk merasakan berbagi derita itu sendiri.

Alvino muda berdecak kagum kali ini, dia seperti para penikmat film saja, memberikan komentar dari balik layar.

"Nah sekarang malah mereka seperti dua orang sahabat sejati, aduh duh wanita wanita, makhluk sesempurna ciptaan Allah punya sejuta ekspresi yg sulit di baca, tenang girls kalian membutuhkan laki laki seperti aku hihi"kekehan kecil memecah kesendirian sang kaisar yg terlalu percaya diri ini.