Kecupan demi kecupan membuatku benar-benar tehanyut ke arus yang di buat kak Nur, aku terus berusaha sadar agar semua fantasiku tak berlanjut. Namun percuma, kurasa semua ini sia-sia saja.
Jari-jari kak Nur kini bergerak di leherku, menyentuh titik lemahku. Membuat aku mendesah, sentuhan demi sentuhan kak Nur kini aku nikmati dengan pasrah.
Nafsu kini menguasai aku, bahkan aku tidak bisa mengendalikan desahanku.
Hembusan nafas kak Nur di telingaku membuatku semakin mendesis merinding, kecupannya kini berpindah ke leherku lidahnya menyusuri leherku.
Sentuhan lidah kak Nur membuatku meremas erat bantalku dan membuatku terus menerus mendesis.
"Kamu kenapa?" tanya kak Nur tiba-tiba.
"Hah." Aku terkejut dengan semua ini.
Ternyata semua yang terjadi tadi hanya khayalanku saja, tak ada sedikit pun yang terjadi. Kak Nur masih duduk di depan meja belajarku tanpa bergerak sedikit pun.
Hanya imajinasi nakalku yang bergerak seakan sentuhan itu nyata. Ada apa denganku? aku juga tidak tau.
"Aku gak apa-apa kak." jawabku.
"Aku pamit ya. Sekali lagi maaf." kak Nur pun beranjak dan mengambil kunci kamarku.
Aku mulai memejamkan mataku lagi, ku dengar suara kunci kamarku terbuka dan derit pintu terdengar. Kak Nur kini benar-benar pergi.
"Hah... Ada apa denganku." rutukku pada diri sendiri.
Aku mengehela nafas dalam-dalam, semuanya sangat nyata bagiku. Namun ini adalah imajinasi gilaku.
*****
Keesokan harinya.
*Triingg...* [Notifikasi Whatsaap]
Terlihat jelas nama kak Nur terpampang di layar.
[Kak Nur : Dek, bisa ketemu di tempat biasa?]
[Anda : Iya kak, tunggu]
Aku bergegas mandi, dengan cepat aku mengenakan pakaian lalu berangkat ke tempat janjian.
Kak Nur melambaikan tangannya memberi kode kepadaku bahwa dia sedang di sana.
"Kamu baik-baik saja?" tanya kak Nur.
"Tentu." aku tersenyum lebar ke arahnya.
"Baguslah, kamu sudah sarapan?" tanya kak Nur.
"Belum." jawabku.
"Ayo kita cari sarapan." ajak kak Nur.
Aku mengiakan ajakan kak Nur dan mengikutinya dari belakang.
"Mau makan apa?" tanya kak Nur.
"Bubur ayam mungkin enak kak."
Aku melihat sekeliling taman mencari gerobak bubur ayam langgananku namun tidak menemukannya.
"Cari apa?" tanya kak Nur.
"Anu..." belum sempat menjawab kak Nur menarik tanganku dan membawaku ke arah gerobak bubur ayam langgananku.
"Kok kakak tau?" tanyaku dengan riang.
"Bagaimana bisa aku tidak tau." jawab kak Nur sembari menyentuh pucuk kepalaku.
Saat bersama kak Nur, rasanya sangat-sangat nyaman. Membuat aku tak ingin lagi jauh darinya dan di sisi lain aku tak yakin kalau cintaku akan berhasil dengannya.
"Dek, ini buburnya." tiba-tiba semangkuk mie ayam sudah berada di hadapanku.
Kak Nur juga mengambilkan segelas air untukku tak lupa kerupuk, mungkin ia sudah menghafal kebiasaanku.
"Kak." panggilku.
"Iya." jawab kak Axel sebelum melahap sesendok bubur.
"Apa kakak sayang aku?" tanyaku.
"Sayanglah." dengan lahap kak Nur menyantap buburnya.
Aku tersenyum lebar mendengar jawaban kak Nur, jawabnnya membuatku benar-benar bahagia.
"Kak, gak joging?" tanyaku.
"Gak, kakak malas." jawab kak Nur.
"Dasar pemalas." jawabku.
Kak Nur tertawa lebar dengan semua ucapanku yang mengejeknya. Bukannya marah dia malah tertawa bahagia.
Tiba-tiba kak Verra memanggil kak Nur membuatku terkejut bukan main, suasana kini berubah menjadi canggung.