"Terus saja berbohong padaku." Ujar kak Nur kesal.
"Aku gak bohong kok." Ujarku lesu.
"Bisakah kamu bagi bebanmu padaku."
Aku hanya menatap wajahnya sembari meberikan senyumku kepadanya.
"Senin sudah mulai sekolah, apa kamu siap?" Tanya kak Nur.
"Itulah yang aku tunggu-tunggu." Jawabku sambil menggigit sosis bakarku.
"Kalau ada masalah di kelas bilang sama kakak, biar nanti kakak bantu."
"Tenang, kakak gak usah khawatir. Aku bisa mengatasi semua sendirian." Jawabku.
"Termasuk masalah hatimu kan?" Ujar kak Nur.
Kami pun melanjutkan makan kami tanpa berbicara apapun, suasana disini terasa sangat hening.
Keheningan ini membuatku teringat akan perkataan kak Verra, tak lama lagi dia akan menemui.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri kayak orang gila?" tanya kak Nur.
"Gak kok."
"Apa yang lucu? Kamu ngejek kakak ya?" ujar kak Nur sambil mengambil tissu dan mulai membersihkan wajahnya dengan tissu.
"Kak, kalau nanti kita bertentangan pendapat kakak jangan jauhin aku ya." ujarku.
"Bukannya setiap hari kita berbeda pendapat ya?" ujarku
Aku asik meminum cola ku dengan hikmat sambil mendengarkan perkataan kak Nur, kali ini wajahnya sudah mulai seperti biasanya.
Tak seperti kemarin, kak Nur sangat kaku kepadaku aku lebih suka kak Nur yang ini dari pada yang kemarin.
"Nampaknya kamu benar-benar sudah gila ya." ujar kak Nur sambil memukul jidatku dengan sedotan.
"Ihh pasti nanti sedotannya di pake minum lagi." ujarku.
"Iya dong, kan gak boleh mubazir. Lagin kita harus mengurangi sampah plastik, sedotan kan terbuat dari plastik jadi kita gak boleh boros sama sedotan." ujar kak Nur
"Iyalah, sok bijak padahal aslinya emang jorok." ujarku sambil menjulurkan lidahku mengejek kak Nur.
"Dasar anak nakal." ujar kak Nur sambil mencubit hidungku.
"Kakak."
"Rania." ujar kak Nur.
Kami pun tertawa lepas berdua, seakan tak ada beban sedikitpun saat ini.
"Kakak mau nanya?" ujar kak Nur.
"Nanya apa?" jawabku santai.
"Soal Verra."
"Hah?!" ujarku terkejut mendengar perkataan kak Nur.
"Iya, Verra ada apa kamu dan Verra." ujar kak Nur.
"Ha.." ujarku kebingungan.
"Apa benar kamu dan Verra..." ujar kak Nur terputus karena notipikasi dari ponsel kak Nur.
"Ponsel kakak bunyi kak." ujarku
"Iya..." jawabnya mengambil ponselnya.
Aku menunggu kelanjutan dari pertanyaan kak Nur yang terpotong, tapi nampaknya wajah kak Nur sekarang berubah dari sebelumnya.
"Kak, kakak baik-baik saja?" tanyaku.
"Kakak pulang dulu ya." ujar kak Nur.
"Lah kenapa pulang? Jadi aku di tinggalkan sendirian nih?" tanyaku.
"Gak, motor ku kan masih di kostan mu." ujarnya.
"Jadi kita pulang meninggalkan semua makanan disini?"
"Bawa pulang saja, gak ada susahnya." ujarnya mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Kak."
Aku menarik tangannya, untuk mendapat jawaban dari semua perubahannya.
Dari suasana hangat yang tadi kak Nur berikan padaku. Kenapa kini tiba-tiba menjadi dingin kembali.
"Kakak kenapa?" tanyaku.
"Aku gak apa-apa." jawabnya melepaskan pegangan tanganku.
"Apa susahnya memberi tau ku?"
"Sebaliknya, apa susahnya untuk memberi tau ku. Apa pun yang kamu katakan, aku bisa terima." ujar kak Nur.
"Ma-maksud kakak apa?"
"Kenapa kamu tak pernah mau bercerita tentang Verra kepadaku. Padahal aku hanya ingin tau kenapa dan apa yang membuatmu terus mencarinya." ujar kak Nur.
"A-aku gak ada apa-apa kok." ujarku lesu.