Chereads / Friend and Rival / Chapter 21 - The Results

Chapter 21 - The Results

Leadership is not about title or designation. It's about impact, influence and inspiration.

- Robin S. Sharma

writer from canada

>===o===<

"Jika bisa mengatur segalanya, berarti acara yang telah lewat hingga sampai saat ini ... bahkan tentang kompetisi peringkat antar kelas-"

"Yups, kami juga yang mengatur hal itu, bahkan itu akan lebih dari sekedar kompetisi," sahut Kak Claudia memotong perkataan Riki.

Sudah lama rasanya aku tidak melihat tampang serius dari seorang Riki. Kurasa semenjak hari penerimaan siswa. Apakah ada sesuatu yang merasukinya? Mungkin dia tertarik akan sesuatu hal.

"Lebih dari sekedar kompetisi ya ... perang, kah?" ucap Riki.

Wow ... perang. Kurasa tidak hanya diriku yang kaget saat mendengar perkataannya. Akan tetapi, aku semakin heran saja. Sebenarnya ada apa denganmu ... Riki.

"Yaa ... aku suka pemikiramu, tapi lebih baik kita kembali ke acara utama. Darius, Hannah , silahkan ...," ucap Kak Claudia lalu mundur beberapa langkah.

"Pe ... pe ... rang?" Clarissa mulai menggumamkan sesuatu. Ada apa dengannya?

"Clarissa ...," panggilku.

"Ah iya?" jawabnya.

"Kamu kenapa?" tanyaku.

"Aku? Eh, gapapa kok hehehe," ucapnya.

Mungkin aku tidak usah mempedulikannya.

"Oke ..., kembali lagi dengan saya Darius Hank! Mari kita lanjutkan, voting atau pemungutan suara telah usai, kini saatnya kita melihat hasil," jelas Kak Darius.

"Suara dari empat kelas telah selesai direkapitulasi, hasilnya akan masuk ke dalam e-mail kalian masing-masing yaa," sambung Kak Hannah.

Ah sudah masuk. Rasanya sedikit takut untuk membukanya. Perkiraanku, antara terpilih atau tidaknya menjadi ketua kelas perbandingannya fifty fifty. Namun, aku sendiri sudah memperhitungkan resiko dan tindakan yang harus kulakukan apabila terpilih maupun tidak. Hingga akhirnya, aku pun membuka pesan ini.

"Hasil pemungutan suara kandidat ketua kelas A ...."

Kurasa aku cukup puas dengan hasilnya. Seperti diriku yang dulu, bekerja sebagai wakil. Andai saja, jika kudapatkan posisi ketua kelas, mungkin aku akan membenci hal tersebut. Namun, jika gagal mendapatkan posisi ketua kelas maupun wakil ketua kelas, bisa jadi aku akan frustrasi terhadap image. Yaa di sisi lain sih, tak ada satu pun murid yang netral mengenai hal ini. Kecuali, Riki dan Hyuki yang sejak awal memang tidak memilih siapapun.

"Fyuhhh ... akhirnya hal seperti ini sudah terlewati," ucap Luna.

"Iyaaa akhirnya hasil keluar dan usaha kita tak sia-sia," sahut Clarissa.

Aku sangat senang melihat mereka bahagia. Dari kubu Arkan sendiri nampaknya sangat gembira akan kemenangannya. Namun, sebaliknya dengan kubu Edward, terlihat kecewa dan kesal hanya saja tidak dengan Edward. Kurasa dia telah menerima hal itu dengan lapang dada. Yaa seingatku voting seperti ini kan usulannya.

"HUAAA ... akhirnya usai sudah," ujar Ivan terharu.

Ternyata mereka bisa sangat senang hanya untuk hasil yang setengah-setengah seperti ini. Ah iya satu hal yang ingin kukatakan.

"Skyla ...," panggilku.

"Iya?" jawabnya.

"Maaf ya, sebelumnya aku tidak pernah menganggapmu di tim ini," ujarku.

"Aaahh ... gapapa kok, justru kalau aku tetap menjadi murid netral, mungkin saja sekelas akan membenciku," jelas Skyla.

"Oh oke lah kalau begitu ... maaf yaa," ucapku.

"Ah iya tidak apa-apa, aku maafkan kok," balasnya.

Aku cukup terlihat jahat karena pernah menaruh rasa kecurigaan yang cukup tinggi kepadanya. Sampai-sampai, dia tak pernah kuberikan tugas apapun.

"Untuk kelima kandidat pengurus kelas, dipersilahkan menaiki panggung guna menerima tanda jabatan," ucap Kak Hannah.

Kelima yaa, jadi Edward juga disuruh untuk maju. Lebih baik aku langsung bangun dari tempat duduk dan segera ke atas panggung.

Selangkah demi selangkah telah membawaku terhadap posisi yang sama. Hanya saja kali ini lebih rendah meskipun akan memikul tanggung jawab yang sama. Dahulu kala sebagai wakil ketua organisasi siswa intra sekolah, kini hanya wakil ketua kelas. Justru, aku sangat senang jika tak ditempatkan di posisi itu. Posisi yang pernah membutakan hati nuraniku.

Akhirnya aku telah naik ke panggung ini. Sepintas aku ingin melangkah ke posisi itu sambil melihat ke arah murid-murid yang lain. Rasanya seperti mengulang memori yang ada. Meskipun, memori itu cukup pahit untuk beberapa orang. Saat sudah sampai di posisi yang telah diarahkan. Aku merasa aneh, karena hanya aku dan Arkan yang ada di sini. Aku baru sadar jika Edward masih duduk manis di kursinya. Inginku bertanya kepada Arkan, namun dia sudah tak ada di sampingku. Aku mendapatinya telah berjalan tergesa-gesa lalu turun dan menghampiri Edward.

Setelah dia sampai, dirinya langsung mengulurkan tangan. Aku mencoba fokus untuk mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Ada apa?" tanya Edward datar.

"Kelas A membutuhkanmu," ucap Arkan.

"Maksudmu?" tanya Edward masih dengan ekspresi datarnya.

"Ayolah ... masih ada sebuah kursi kepengurusan yang sesuai dengan kemampuanmu," ajak Arkan.

Mendengar ajakannya membuat Edward menarik dan menghela nafas seakan-akan sedang mengendalikan emosinya. Kini Edward lebih terlihat sabar dibandingkan sebelumnya. Saat itu juga dia langsung bangun dari kursinya tanpa menggapai maupun memegang tangan Arkan. Hanya saja, "okelah pak ketua, jika itu yang kau inginkan," ucap Edward sembari menepuk pundak Arkan. Mereka pun berjalan bersama menuju tangga panggung hingga akhirnya naik ke atas panggung.

Penyerahan tanda jabatan pun akhirnya dilaksanakan. Tanda jabatan itu berupa sebuah cincin dan tongkat komando berwarna hitam metallic yang ukurannya berkisar 40cm. Kak Claudia yang menyerahkan kedua benda itu kepada Ketua kelas A dan Kak Darius dengan ketua kelas E. Selain itu, wakil ketua dan pengurus hanya diberikan sebuah cincin.

Dimulai dari Arkan selaku ketua kelas yang resmi saat ini. Dia diberikan sebuah cincin dan tongkat komando, lalu diarahkan jempol kanannya oleh Kak Claudia ke arah bagian atas tongkat komando. Kurasa hal itu semacam registrasi kepemilikan. Beberapa sisi bagian atas tongkat tersebut bercahaya putih begitu pula dengan tongkat milik Yurika yang baru saja melakukan hal yang sama. Bagian atas tongkatnya di beberapa sisi bercahaya ungu. Aku cukup heran dengan arti dari perbedaan warna ini. Seingatku tongkat milik Marie pada waktu itu tak mengeluarkan cahaya sama sekali.

Ah selanjutnya aku ya, Kak Claudia mengangkat tangan kananku lalu memasang cincin tersebut tepat di jari manisku. Melihat wajahnya sedekat ini benar-benar mengingatkanku dengan dirinya yang dulu. Terlihat cantik dan anggun, selain itu baunya juga harum sekali. Saat dia memasukkan benda ini, dia juga sempat memencet dan memutar sesuatu pada bagian atasnya. Aku tak mengerti apa guna dari cincin ini.

"Rafael ...," panggilnya.

"Ah iya kak?" jawabku.

"Ah pfftt, panggil saja aku Claudia, hari minggu nanti temui aku ya, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan," ucapnya.

"Ah iya-"

Ah ... dia memelukku, kenapa tiba-tiba begini?

"Aku sudah lama ingin bertemu denganmu," bisik Claudia.

Empuk sih kalau dibandingkan dengan gadis di kelas, ah tidak tidak. Rafael pikiranmu tak boleh kotor begini. Akhirnya Dia melepas pelukannya, seketika menatapku dengan senyumannya dan melanjutkan langkahnya ke arah Edward. Claudia melakukan hal yang sama denganku terhadap Edward, namun kali ini dia tidak mengotak-atik cincin milik Edward dan hanya sekedar memasangkannya. Bahkan aku baru sadar jika tadinya Arkan disuruh memasang cincinnya sendiri. Pasti ada sesuatu hal yang direncanakan untukku.

Akhirnya kami bertiga diperbolehkan untuk turun dari panggung dan ke tempat duduk masing-masing. Cukup lega rasanya karena hal seperti ini sudah berjalan dengan lancar.Arkan sebagai ketua kelas, aku sebagai wakilnya, dan Edward kurasa akan menjadi seseorang yang akan mengatur keuangan kelas jika dilihat dari kemampuannya. Mungkin langkah selanjutnya adalah melakukan sebuah integrasi terhadap kelas ini.

>===o===<

Cerita ini adalah fiksi.

Semua orang, kelompok, tempat, dan nama yang muncul di cerita ini.

Tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.

Nächster?

Ringing Reality of Memory