"Apa ndhak bisa besok fajar saja, toh? Ini malam, lho! Lagi pula, Bibikmu Rianti mana? Dia cukup cerdas untuk mengerjakan tugasmu. Lebih... lebih, hari ini, kan hari pernikahan orangtuamu. Kamu bisa izin ndhak usah masuk sekolah sekalian besok," kataku mencari alasan sebaik mungkin yang kiranya bisa diterima oleh akal sehat Manis, dan Ningrum. Terlebih, Ningrum, ndhak enak juga aku membuatnya merasa ditolak olehku sendiri seperti ini.
Ningum hanya merengut, kemudian dia mengikuti langkah Manis. Duduk di depan meja persegi panjang yang letaknya di samping dipan. Aku sudah ndhak bisa apa-apa lagi, tamat, tewas, usai, dan benar-benar pusakaku ini jadi lumutan sekarang. Kuhelakan napasku, sembari memandang keduanya yang tampaknya sudah melupakan keberadaanku. Dasar mereka berdua ini, untung sayang. Coba kalau endhak, sudah kumarahi keduanya dengan cara terang-terangan.