"Manis, Juragan. Mangga gadungnya benar-benar wangi."
"Iya, Paklik. Manis benar, iya, toh?"
"Iya, Ndoro," jawab Suwoto lagi.
Kini Manis memberiku satu buah, yang rupanya sudah dia simpan sedari tadi. Warnanya tampak sangat kuning, dengan aroma wangi yang khas. Melihatnya saja benar-benar membuat mulutku berliur.
"Khusus buat Kangmas, aku carikan yang paling besar, yang paling matang, dan yang paling wangi," dia bilang.
"Suapin toh, biar romantis," manjaku. Manis hanya tersenyum, kemudian dia mengupas kulitnya dengan kukurnya, setelah itu dia tarik dengan jari-jari mungilnya. Setelah buah dan kulitnya terpisah sempurna dia pun langsung menyuapkannya kepadaku. "Manis benar, ditambah manis karena disuapi istriku yang manis ini," kubilang. Manis kembali tertawa.
"Gombal!" dia bilang.