Sore ini, aku dan Romo masih berada di rumah yang ada di Purwokerto. Kami berdua sedang duduk, sembari menemani Ningrum yang masih terlelap dalam tidurnya. Kuembuskan lagi, napas beratku, sembari melihat ke arahku. Kemudian, Romo tersenyum.
"Aku benar-benar ndhak menyalahkan pandangan orang-orang yang ada di sekolah tadi. Jika bukan suatu hal mungkin, pemuda seusiamu memiliki anak perempuan yang sekolah di sekolah menengah atas. Namun begitu, melihatmu keras kepala untuk mengakuinya sebagai putri kandungmu tanpa menjelaskan hal sebenarnya, adalah perkara yang sangat luar biasa. Romo salut denganmi perkara itu."
Aku tersenyum mendengar ucapan dari Romo Nathan, entah kenapa aku merasa tersanjung dengan penuturannya itu. Aku merasa jika, aku telah benar-benar berhasil menjadi Romo yang sesungguhnya untuk Ningrum, bukan Romo angkat.