"Kamu kok begitu, sih," katanya lagi, hendak meraih tanganku tapi kutepis dengan kasar, bahkan sampai dia nyaris terjatuh.
Kulirik dia dengan tatapan yang benar-benar ndhak suka, entah kenapa meski faktanya dia tengah mengandung anakku pun, rasanya aku sama sekali ndhak ada perasaan iba atau kasihan dengannya.
"Jangan harap hanya karena di perut sialanmu itu ada anakku, lantas kamu bisa dekat denganku, Widuri. Sebab, sampai detik ini aku masih mengingat dengan jelas kebusukanmu untuk mendapatkan itu semua. Dan di mataku, bayimu itu tidak lebih hanya alat yang kamu akan gunakan untuk menggerogoti hartaku," setelah mengatakan itu, aku langsung pergi. Masuk ke dalam kamar kemudian membanting pintu dari dalam.
Ada sebuah langkah masuk, membuka pintu itu kemudian menutupnya. Apakah Widuri sekarang telah lancang sampai dia masuk ke dalam kamarku?