"Memangnya siapa yang mau mengurusi urusanmu? Kamu mau apa juga aku ndhak peduli. Hanya saja, kamu terluka di depan mataku. Bagaimana bisa aku ndhak peduli? Sebagai seorang laki-laki, benar-benar ndhak patut untuk membiarkan begitu saja perempuan yang terluka seperti ini untuk menangani lukanya sendiri."
"Lantas, seorang laki-laki sepertimu sangat lebih dari patut kelon (bercinta) dengan perempuan lain di saat dia masih memiliki istri sah? Apa menurutmu itu patut? Pikir, dari kedua luka ini yang mana yang paling sakit, hah?!"
Aku langsung menggeleng kepalaku, kemudian berjalan ke arah ranjang. Percuma bicara dengan dia, ndhak akan pernah ada jalan keluarnya. Lebih baik aku tidur saja.