"Apa yang kamu rencanakan? Katakan kepadaku atau aku ndhak akan mempercayaimu seperti aku ndhak bisa mempercayai semua orang yang ada di sini...," tegurku kepada Suwoto. Suwoto lantas berhenti melangkah, kemudian dia memandangku dengan sangat sopan. "Kamu tahu, toh, kamu itu abdiku. Abdi pribadiku. Dan kamu bukan abdi dari orangtuaku, apalagi abdi dari perempuan lemah itu," lanjutku.
Aku yakin jika Suwoto tahu, siapa perempuan lemah yang kumaksud. Ya, siapa lagi kalau bukan Manis.
Suwoto kembali menundukkan wajahnya, tampak rahangnya mengeras karena ucapanku. Tapi untuk kemudian, dia tersenyum ke arahku dengan begitu tenang.