Sudah hampir dua jam, aku duduk sambil sesekali ndhak sengaja memejamkan mata dengan posisi duduk karena Biung masih enggan membiarkanku pergi. Kulihat wajah pucat Biung yang berkeringat, tampaknya Biung sedang mimpi ndhak bagus sekarang. Ndhak apa-apa, aku hanya takut, jika batin Biung dipaksa mengingat hal mengerikan di masa lalu, mental Biung akan ndhak kuat. Dan berakibat Biung akan seperti dulu lagi, saat di mana dia kehilangan Romo Adrian.
Pelan, kulepas genggaman tangan Biung. Hari sudah malam, dan kurasa aku harus menutup jendela kamar Biung. Aku melangkah menuju ke arah jendela, sembari memandang langit luas yang bertaburan bintang. Benar-benar begitu sangat menyakitkan.