"Selamat pagi, Den Bagus...," kukerutkan keningku tatkala aku sedang berada di pelataran belakang rumah. Mendengar suara itu menyapaku. Dipanggil dengan sebutan Den Bagus seperti itu, benar-benar menggelitik rasa inginku tertawa. Dan aku tahu dengan jelas, siapa gerangan yang memanggilku itu. Perempuan yang entah bagaimana bisa, berada di sini sekarang. Seharusnya, dia masih berada di Jakarta untuk mentut ilmu. "Ih, kok ya ndhak dijawab, toh!" marahnya.
Aku masih pura-pura ndhak mendengar, dan melihat keberadaannya. Dan sibuk sendiri dengan pohon pepaya yang ada di depanku. Buahnya teramat banyak, dan ada beberapa yang masak dan siap petik.
Manis—sosok itu berjalan mendekat, sembari menarik-narik bagian belakang kausku dia pun kemudian memelukku dari belakang. Rasanya, indah sekali seperti ini. Jadi, apakah aku harus terus pura-pura mengabaikannya agar dia bersikap semanis ini kepadaku?
"Ndhak rindu, toh, sama aku,"