"Sudah lama, ya?" kata Wangi membuka suara.
Iya, benar, sudah lama. Bahkan kira-kira sudah belasan tahu kami ndhak bertemu. Dan tampaknya, dia ndhak mengalami perubahan apa pun, selain gayanya itu. Dia tetap belia, sama seperti dahulu kala kita berkawan.
"Iya," kubilang. "Kamu ke sini sendiri? Bagaimana kabar pekerjaanmu di Bandung?"
"Baik. Tapi sepertinya aku lelah, jadi aku berpikir jika lebih baik aku belajar berkebun dari Romo, dan membuka usaha di sini," imbuhnya.
Aku mengangguk saja, sebab otak seencer Wangi, pastilah mudah untuk mempelajari sesuatu dalam waktu singkat. Ndhak ada yang salah dari itu, dan itu malah perkara yang sangat bagus.
"Arjuna," kata Wangi lagi, kali ini dia hendak menggenggam tanganku, tapi kutepis.
"Kamu seharusnya menemuiku lebih awal. Aku pasti akan memberimu undangan,"
"Undangan?" tanyanya bingung.