Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 115 - Chapter 28

Chapter 115 - Chapter 28

Lumayan long weekend. Bisa bersantai-santai di kamar sambil baca novel. Tanpa perlu memikirkan kerjaan ataupun corona.

Silahkan dibaca kelanjutan ceritanya!

____________________________________________

"Fianaaa~"

Aduh, Arka sudah datang dengan menunggangi Ruby. Sepertinya hari ini tugas berat untuk mengajari Demihuman bertani dan beternak akan dimulai...

Ahh... Apa boleh buat.

Semua Tentara Kerajaan Elysium dan para Petualang yang bertugas menangani masalah Demihuman sudah dalam perjalanan menuju Kota Syndas, ibukota Kerajaan Elysium. Tentu saja. Karena misi ini telah diselesaikan oleh Arka. Tapi, mereka tetap akan mendapatkan upah meskipun tidak 100%.

Sedangkan kami, masih tinggal di Desa Demihuman atas perintah Arka sebelumnya. Arka menyuruh seluruh anggota Lunar Eclipse untuk tinggal di Desa Demihuman sementara ia menyelesaikan masalah di Kerajaan Balvara. Tapi aku meragukan bahwa wilayah ini masuk ke dalam wilayah Kerajaan Balvara.

Setahuku, Desa Demihuman ini masih berada di dalam wilayah Kerajaan Elysium. Ah, tapi itu bukan urusanku. Urusanku adalah ini...

"Arka..." Kataku sedikit lesu.

"Jadi gimana, Ar?" Garen keluar dari rumah yang dipinjamkan oleh Demihuman untuk kami menginap dan langsung melontarkan pertanyaan paling yang penting.

"Hadeh... Si Marca itu tai banget dah..." Jawab Arka sambil menggelengkan kepalanya.

"Wah? Ahahaha... Kenapa dengan Ratu Marca?" Garen bertanya.

"Dia ngasih aku pertanyaan yang nggak ada pilihan lainnya."

"Apa itu, Ar?" Aku ikut bertanya karena penasaran.

"Jadi dia nanya gini..." Kata Arka lalu dia duduk di kayu dan menirukan gaya duduk Ratu Marca, kemudian berkata, "Arka, apa kamu bersedia untuk menjadi Bangsawan supaya aku bisa membantu mengirimkan bibit untuk para Demihuman itu?" Arka berbicara dengan suara falsetto seolah-olah itu adalah Ratu Marca yang berbicara.

"Ahahahhahahahahaha!"

"Hahahahahahahahaaa!"

Mendengar ucapan Arka barusan, aku dan Garen langsung tertawa ngakak. Bukan karena isi dari ucapannya. Tapi karena melihat Arka berbicara dengan gaya dan aksen Ratu Marca. Dia menirukan itu dengan nyaris sempurna. Belum lagi ekspresi wajahnya yang dilebih-lebihkan sehingga terlihat sangat komikal.

"Eh dua biji keset kerdus! Kalian bedua puas-puasin deh ketawanya sekarang. Karena..." Arka berhenti berbicara, ia tersenyum lebar ke arah kami berdua.

"He?"

"K-karena...?"

Kami berdua, langsung berhenti ketawa secara instan. Kami menunggu kalimat berikutnya dari Arka.

*Glek...*

Garen menelan ludahnya. Dan tiba-tiba, aku jadi merasa seperti terlalu banyak liur yang terkumpul di dalam mulutku. Tenggorokanku pun terasa sangat kering. Keinginan untuk menelan ludah sudah tak tertahankan lagi.

*Glek.*

Akupun ikut menelan ludah.

"Karena... Eheheheee..." Ucap Arka lagi.

Kampret memang orang satu ini. Kenapa aku dulu bisa naksir sama orang kayak gini? Kenapa Grista juga tergila-gila sama orang selicik dan seculas Arka? Kenapa Syla dan Ren bisa mau menikah dengan orang sejahat ini?

Dari nada suara dan ekspresinya, sepertinya Arka sudah merencanakan sesuatu yang ujung-ujungnya akan menyiksa kami lagi.

Arka, yang awalnya duduk menghadap kami, mulai mengangkat dagunya dan menatap langit. Senyum culas itu masih belum pudar dari wajahnya. Rambut hitam Arka yang sedikit menutupi wajahnya itu, tertiup angin dan mengekspos seluruh bagian wajahnya.

Wajah yang sudah terekspos tersebut tersiram oleh semburat cahaya mentari yang cerah.

*Degg!*

Eh? Kenapa jantungku berhenti berdetak untuk sesaat ketika melihat wajah Arka barusan? Apakah aku masih suka sama orang ini?

Arka itu bukan laki-laki tampan dan mempesona. Dia juga tidak memiliki tubuh tinggi dan kekar. Bahkan, kalau boleh jujur, Garen terlihat lebih gagah  daripada Arka. Tingginya Arka saja mungkin sama denganku yang hanya seorang wanita.

Lantas, apa yang membuat para wanita bisa tergila-gila seperti itu kepadanya? Apalagi si Grista bucin (budak cinta) itu. Kalo sudah lebih dari sehari tidak bertemu Arka, pasti dia sudah uring-uringan dan gegana (gelisah galau merana).

Apakah karena kekuatannya? Kemungkinan terbesar memang dari situ. Lalu apa lagi? Oh! Mungkin karena Arka orangnya santai dan tidak pernah merendahkan orang lain kecuali orang itu yang duluan bersikap kurang ajar kepadanya dan kepada wanitanya?

Dan aku juga pernah dengar kalau Arka akan berbuat apapun untuk para wanita yang disayanginya. Aku juga mendengar cerita dari Ren dan Syla bahwa Arka sendiri yang melawan keempat monster Elemental Spirit hanya untuk membuat barang yang akan dijadikan mas kawin sebelum ia menikahi Syla dan Ren sekaligus, setahun yang lalu.

Wanita mana yang tidak jatuh hati kepada seorang Alpha seperti Arka? Bahkan, aku sendiri, baru kali ini aku bisa jatuh hati kepada seorang laki-laki. Padahal sebelumnya aku sampai mempertanyakan kepada diriku sendiri, sebenarnya orientasi seksualku bagaimana? Tidak pernah menyukai laki-laki, tapi tidak juga kepada perempuan. Binatang dan tumbuhan tentunya tidak.

Tapi, setelah bertemu Arka, aku baru benar-benar memahami bahwa ternyata aku memang hanyalah seorang gadis perempuan biasa. Aku bisa jatuh hati juga kepada seorang laki-laki. Tapi mungkin selama ini masih belum ada yang cocok saja.

Eiiiits! Tunggu! Kenapa aku malah jadi memikirkan hal seperti ini!? Ada hal penting yang harus dibahas terlebih dahulu! Itu, tentang kalimat Arka berikutnya! Aaaaa kenapa aku jadi salah fokus...

Setelah jeda beberapa detik, akhirnya Arka melanjutkan ucapannya.

"Kalian berdua, eh enggak, maksudnya kalian berempat... Seluruh anggota Party Lunar Eclipse, mulai sekarang kalian....."

***

"Pe-Pelatih Aesa!"

Seorang Siswa laki-laki tahun kedua di kelas magic tahap lanjut tiba-tiba memanggil Aesa dan membuat langkah Aesa yang sedang berjalan menuju Ruang Pelatih pun terhenti. Dia terlihat sedang menyembunyikan sesuatu di belakangnya dengan kedua tangan.

"Oh? A-ada yang bisa saya bantu?" Aesa menoleh ke belakang dan menjawabnya dengan pertanyaan lagi.

"M-ma-maafkan kelancanganku ini! Tapi, saya menyukai anda, sebagai seorang wanita!" Sambil berdiri kaku, menunduk dan memejamkan mata sekuat tenaga, Siswa itu menyodorkan kotak kecil berwarna merah yang telah diberi pita kepada Aesa dan mengungkapkan isi perasaannya kepada Aesa

"... He? Kamu... Saya? Apa?" Aesa bingung, tidak tahu harus menjawab bagaimana.

"Saya menyukai anda sebagai seorang wanita!" Siswa itu kembali mengulangi perkataannya dengan lantang, berpikir bahwa Aesa tidak mendengar dengan jelas ucapannya yang sebelumnya.

Aesa bukan tidak mendengarnya. Malah, ia mendengar setiap kata yang diucapkan Siswa tersebut. Tapi maksud Aesa adalah meminta penjelasan lebih detil lagi tentang maksud dan tujuan dari ucapan Siswa tersebut

"Maksudku... Bukan begitu... Tapi..." Sayangnya, Aesa juga sedang kebingungan harus mengatakannya seperti apa.

"WAAAAAA VOLAF BERANI SEKALIIII!!!"

"LUAR BIASA, VOLAF! DI DEPAN UMUM!"

"VOLAF! SEMANGAAAAT!"

"TERIMA! TERIMA! TERIMA!"

Semua Siswa sekelas Volaf, Siswa yang menyatakan perasaan kepada Aesa barusan, langsung membuat keributan. Mereka berteriak memuji keberanian Volaf. Mereka juga mendukung Volaf.

Seorang Siswa berani mengungkapkan perasaan suka kepada Pelatih, mungkin sekilas terdengar gila. Tapi jika kita analisa lebih dalam lagi, sebenarnya tidak segila itu.

Sebab, meskipun sudah menjadi Pelatih di akademi karena kemampuannya dalam bidang earth magic yang memang luar biasa, Aesa tetaplah remaja berusia 17 tahun. Pembawaan dirinya juga sama sekali tidak menggambarkan sosok 'Ibu Guru' yang sudah dewasa. Artinya, Aesa masih seumuran dengan para Siswa tahun kedua, atau hanya terpaut 1 tahun lebih tua saja.

Aesa sudah berubah jika dibandingkan dengan ketika baru pertama kali bertemu Arka di usianya yang masih 15 tahun. Kini tubuh Aesa sudah berubah menjadi semakin feminine. Dadanya yang dulu masih terbilang rata, sekarang sudah berbentuk lekukan membulat yang supel. Pinggul dan pinggangnya semakin menunjukkan lekukan tubuh wanita yang fertil.

Sejujurnya, Volaf hanya satu dari sekian banyak Siswa laki-laki yang mengikuti kelas earth magic Aesa yang juga menyukai Aesa. Akan tetapi, mereka yang lainnya hanya mampu memendam perasaan mereka dan memuja kecantikan dan ke-moe-an Aesa di dalam hati saja.

Meski demikian, Arka sendiri tidak begitu menyadari sex appeal dari Aesa. Tidak heran. Kenapa bisa demikian? Pastinya karena Syla dan Ren, dua istrinya, sudah meng-cover semua poin-poin terbaik dari seorang wanita. Moe? Renia Misha juaranya. Bombshell? Sylaria Wyndia Acresta pemenangnya.

'Nilai' Aesa hanya berada di antara mereka berdua. Dengan kata lain, bagi Arka, Aesa itu standar.

Arka biarlah Arka. Bagi para Mage muda yang sedang berlatih di Knight Academy Arvena, Aesa tetap yang terbaik. Kenapa? Karena Aesa yang paling muda. Tentu saja.

"Volaf, ikut saya ke Ruang Pelatih." Ujar Aesa setelah berhasil mengendalikan perasaannya.

"He? B-baik, Pelatih..." Volaf yang sekarang menjadi bingung, hanya bisa mematuhi perintah dari Pelatih.

Mereka berdua berjalan menuju Ruang Pelatih sambil mendapat sorakan dari teman-teman sekelas Volaf. Wajah Aesa sedikit memerah karena menahan malu. Tapi dia tetap berusaha menjaga harga dirinya sebagai seorang Pelatih.

Sesampainya di Ruang Pelatih, Aesa memberikan kursi dan meletakkannya di dekat kursinya. Lalu Volaf dipersilahkan duduk.

Setelah mereka berdua duduk berhadap-hadapan...

"Aduuuhhh... Volaaaf... Kenapa kamu melakukan itu di depan orang banyak? Kenapa tidak berbicara empat mata saja? Itu sangat membuatku malu!" Aesa mengungkapkan apa yang dirasakannya.

"M-maafkan saya, P-Pelatih..."

"Ok. Kita lanjutkan topik yang tadi. Tapi sebelumnya, saya ingin mengucapkan terima kasih dan saya merasa tersanjung karena kamu sudah berani mengungkapkan perasaanmu kepada saya. Dan sekarang, saya ingin mengetahui apa tujuanmu. Kamu tahu, kan? Pelatih dan Siswa dilarang memiliki hubungan seperti itu?" Ucap Aesa dengan tenang dan lembut.

"Sa-saya mengerti, Pelatih. Tapi, yang saya ucapkan tadi itu sungguh-sungguh. P-Pelatih..."

"Dan sekarang kamu berencana untuk menjalin hubungan backstreet dengan saya? Seperti itu?"

"..... Um," jawab Volaf sambil mengangguk sedikit, lalu ia buru-buru menambahkan, "Tapi! K-kalau Pelatih tidak bersedia dan menolak ungkapan perasaan saya, ti-tidak apa-apa..."

"Haaahhhh..." Aesa menghela nafas panjang, mengeluarkan rasa campur aduk yang ada di dalam dadanya, lalu berkata, "Begini Volaf... Seperti yang saya katakan tadi, saya berterimakasih dan merasa tersanjung. Tapi, ada satu hal yang perlu kamu ketahui. Yaitu, tahun depan, saat umur saya sudah 18 tahun, sudah ada seorang pria yang berjanji untuk menikahi saya. Dan saya mencintainya. Saya hanya akan menikahi dia. Jadi, untuk saat ini, saya harus menjaga tubuh dan perasaan saya untuk dia."

"Ap--! Tidak... Siapa laki-laki itu, Pelatih!? Saya akan menjadi pria yang lebih baik daripada dia!" Kata Volaf dengan meninggikan nadanya, tapi masih tertahan agar tidak didengar Pelatih lain di ruangan ini.

Aesa tak menjawabnya dan hanya tersenyum lembut menanggapinya. Namun bagi Volaf, senyuman itu memiliki arti bahwa dia tak akan pernah bisa menandinginya. Di balik senyuman lembut itu, tersimpan hinaan perih kepadanya. Padahal sebenarnya Aesa hanya tersenyum karena tidak mau menjawab pertanyaan itu. Tidak ada maksud lain.

"Sekarang, silahkan kembali ke kelasmu dan teruslah berusaha keras untuk jadi Mage yang terbaik." Masih tersenyum, Aesa menyuruh Siswa itu kembali.

"Ugh. B-baiklah. Permisi, Pelatih..."

"Tetap semangat!" Aesa merasa awkward setelah mengucapkan ini.

Volaf mengangguk sekali, dan pergi meninggalkan Ruang Pelatih.

"Haduuh... Apa tindakan yang kulakuin tadi udah benar, ya? Hahhh... Semoga nggak ada masalah di kemudian hari... Ngomong-ngomong, aku baru inget kalo tahun depan aku udah bisa nikah sesuai janjinya waktu itu. Hihihi... Aaa aku jadi malu sendiriii~" Aesa berbicara seorang diri seperti seorang gadis yang lagi kasmaran, atau memang sedang kasmaran?

Para Pelatih lainnya yang dari tadi diam-diam ikut mendengarkan, saling melirik satu sama lain lalu tersenyum.

Dan tak berapa lama setelah itu...

*DHUUUAAAAAARRRR!!!*

"Apa itu!?"

"Ada ledakan! Sepertinya dari arah selatan!"

"Iya! Di sana! Aku bisa melihat debu menjulang tinggi!"

Para Pelatih di dalam Ruang Pelatih menjadi panik setelah mendengar suara ledakan besar dari kejauhan.

***BERSAMBUNG***

_____________________________________________

Halo! Ditunggu vote dan komentarnya, ya! Thanks!