Yo! Vote dan komen yo yo!
Mohon kritik dan sarannya! Selamat membaca...
Note: Author-nya hari ini sedang bad mood. Jangan macem-macem. Bacok lu ntar.
_______________________________________
"Waaaaaaaaahhhhh!!! Indahnyaaaaaaaa!!!"
Putri Liviara terkesima melihat pemandangan di bawah, dari atas punggung Ruby yang sedang terbang tinggi ini. Wajahnya berseri, senyum manis tak pernah luntur dari wajahnya.
Karena, baru kali ini Liviara melihat pemandangan dari ketinggian seperti ini. Memang, sebelumnya dia sering melihat pemandangan dari puncak tower istana. Tapi, berada di punggung naga raksasa yang sedang terbang seperti ini, berada di level yang jauh berbeda.
"Liv, pernah megang awan?" Tanya Arka.
"Belum... Eh!? Kenapa kau tidak memanggilku Tuan Putri!? Tahu diri, rakyat jelata!"
"Hahh... Aku nggak peduli dengan status ataupun titelmu. Buatku, Liviara itu cuman anak manja yang rapuh tapi angkuh dan sombong karena ngerasa dirinya Tuan Putri. Di belakang Raja Arthos, jangan harap aku manggil kamu Tuan Putri."
"L-lancang! Aku akan mela--"
"Udah diem berisik! Mau megang awan, nggak?"
"Huh! B-baiklah kalau kau memaksa. Asal kau tahu, aku tidak pernah memintanya, ya!" Bentak Liviara sambil melipat tangannya dan memalingkan wajahnya yang sedikit diangkat.
"Ruby!"
"Grrraaaarrr!" Ruby bersuara sambil menukik ke atas menuju awan.
"Wa-wa-wa-wa-waaa! Jatuh! Aku jatuh! To-toloooong!" Liviara menjerit dan menutup matanya ketika Ruby mendaki langit dengan tajam.
"Oi oi bawel. Nggak bakalan jatuh kok. Udah pake pengaman kan... Buka matamu, Liv!" Kata Arka sambil menunjukkan pengaman di kursi penumpang.
Aesa sudah bisa mengeluarkan magic tanah tingkat tinggi, Earth Manipulator. Dengan skill magic tanah itu, ia membuat kursi yang sudah memiliki pengaman untuk diletakkan di punggung Ruby, sesuai dengan arahanku.
Seperti pelana naga, kursi itu diikatkan melingkar ke dada dan perut Ruby dengan menggunakan magic tanah juga. Jadi, tidak mungkin penumpangnya bisa jatuh walaupun manuver terbang yang dilakukan Ruby sangat ekstrim.
"Ini... Awan... Sungguh berbeda dari yang kubayangkan... Kupikir, selama ini, awan itu adalah gumpalan yang menyerupai kapas... Ternyata... Awan adalah kabut yang tebal... Menakjubkan..." Kata Liviara setelah membuka matanya dan merentangkan kedua tangannya.
"Liv, kami belum memperkenalkan diri..."
Aku melenyapkan Lucifer Mode-ku.. Aku juga menyuruh yang lainnya untuk melepas Fallen Exoskeleton mereka.
"Te-ternyata kalian..." Liviara agak kaget setelah melihat wajah kami.
Lalu aku memperkenalkan diri, kemudian memperkenalkan seluruh anggota Dark Edge dan Lunar Eclipse kepada Liviara. Dari wajahnya, aku bisa menilai bahwa dia kesulitan dalam mengingat nama kami. Aku tidak menyalahkannya. Tapi perlahan-lahan dia pasti bisa mengingat nama kami semua.
Setelah selesai memberikan 'tamasya langit' kepada Liviara, aku memerintahkan Ruby untuk terbang dengan kecepatan penuh. Syla langsung mengaktifkan skill magic Castle of Refuge, agar kami tidak diterpa angin kencang.
Selama penerbangan, Liviara terlihat sangat menikmati pemandangan yang berganti secara perlahan di bawahnya. Ruby sengaja tidak terbang lebih tinggi dari awan agar dapat menikmati pemandangan.
Kami berangkat pagi, dan di sore hari yang mendekati senja, kami sampai di Kota Syndas, Kerajaan Elysium. Selama perjalanan, banyak sekali obrolan-obrolan ringan yang dibicarakan Liv dengan anak-anak ini. Tapi Liv memang sepertinya sudah angkuh dari genetiknya. Yah, selama yang lainnya bisa mengerti, tak masalah.
Ketika terbang di atas kota menuju Istana Kerajaan Elysium, tidak ada satupun Tentara Kerajaan yang panik, apalagi menyerang. Masyarakat yang melihat, hanya tercengang saja. Berarti Raja Arthos sudah mengantisipasi hal ini dan memberikan info kepada Ratu Marca.
"Dah sampe nih, Liv." Kata Arka membangunkan Liviara yang sedang tertidur pulas di kursi penumpang.
"Ungghhh... Hoooaaahhhh... Eh... Aku tertidur... Sudah sampai, ya... Cepatnya..." Jawab Liv yang baru bangun.
"Ayo, kamu harus ketemu Ratu Marca dulu, kan..." Kata Arka.
"Huh! Tanpa kamu suruh juga aku sudah mengerti itu!"
"Bocah nyebelin."
"Apa kau bilang! Nnnggggh!!!"
"Ya udah, sana pergi sendiri." Kata Arka sambil memalingkan wajahnya menjauhi Liviara.
"Se-sendiri!? Dimana perasaanmu!? Membiarkan seorang Putri Raja pergi sendiri di negara orang tanpa ada yang menemani? Kau laki-laki atau bukan? Jahat! Sifatmu buruk! Tidak berperasaan! Tidak berpikir! Tidak tahu diri!" Liviara mengomel terus-menerus tanpa jeda.
"Uggggggh..." Arka hanya bisa menahan emosinya.
"Arka... Sudah, jangan marah... Kan Arka yang menerima misi ini? Bukankah kita harus profesional sebagai Petualang Plat Diamond? Dan sebagai yang lebih tua, Arka harus lebih dewasa dan bijaksana." Ren mendekatiku, lalu menenangkan aku sambil memegang pipiku, wajahnya tersenyum lembut.
Ahh... Telapak tangan mungil yang hangat dan sedikit kasar ini... Memberiku ketenangan dan semangat.
"Hah... Apa boleh buat. Kalian tunggu di sini, ya... Aku takut Ruby tiba-tiba diserang kalo sendirian. Kalo aku sendirian sih nggak apa-apa..."
"Ok, Ar!"
"I-iya, Kak Arka"
"Baiklah."
"Ingat ya, Arka... Profesional."
"Jangan lama-lama, Tuan Arka! Nanti hamba jadi tidak sabar!"
"Baik, Arka."
"Ya!"
"Tolong bunuh aja ikan asin ini kalau dia macam-macam." Kata Arka, menunjuk Cyane.
"Khukhukhu... Tuan Arka memang yang terbaik~" Ucap Cyane sambil menyatukan kedua telapak tangannya di bawah perut dan menekan kedua payudaranya ke tengah, lalu meliuk-liukkan tubuhnya.
Ruby mendarat di lapangan berpaving yang terletak di depan gerbang benteng Istana Kerajaan Elysium.
"Yok, Liv. Aku temenin." Kata Arka mengulurkan tangan untuk membantu Liviara turun dari punggung Ruby.
"Nah! Begitu seharusnya tugas pengawal, melindungi Tuannya seperti ini! Huh!" Ucap Liv, mengulurkan tangannya seperti seorang ratu yang turun dari kereta kuda dan dibantu oleh pelayannya, sambil mengangkat dagunya.
Arka menahan amarahnya. Dia mengingat kata-kata Ren. Dia harus lebih dewasa dan profesional menghadapi bocah seperti ini. Giginya bergemertak, tangan kirinya mengepal gemetar. Tapi Arka masih bisa menahannya dengan hanya diam.
"Putri Liviara dari Kerajaan Balvara telah tiba! Izinkan kami menemui Ratu Marca!" Teriak Arka kepada para penjaga gerbang yang sudah berkumpul dan berbaris.
Gerbang dibuka, Liviara diarahkan masuk ke dalam istana. Arka berjalan di belakang Liviara, sudah mengaktivasi Lucifer Mode minus sayap. Mereka berdua menunggu sebentar di Ruang Singgasana. Ruangan ini memang familiar bagi Arka, tapi tidak bagi Liviara.
Setelah beberapa menit menunggu, Ratu Marca tiba.
"Liviara, berdirilah... Ternyata kamu sudah jafi gadis remaja sekarang. Terakhir kali aku menemuimu, kamu masih kecil... Sudah berapa tahun ya semenjak itu..." Ujar Ratu Marca.
"Terima kasih, Yang Mulia. Sudah 10 tahun yang lalu, semenjak kunjungan Yang Mulia ke Kerajaan Balvara. Waktu itu, saya masih berumur 6 tahun, Yang Mulia."
"Ah... 10 tahun... Dan lihatlah sekarang, kau sudah menjadi gadis yang sangat cantik..."
"Terima kasih atas pujian Yang Mulia... Mohon maaf, Yang Mulia. Ayahanda menitipkan surat ini kepada Yang Mulia..." Kata Liviara sambil mengeluarkan sepucuk surat dari ayahnya.
Seorang pelayan datang menghampiri Liviara, berlutut, dan menerima surat itu. Kemudian ia memberikan surat itu kepada Ratu Marca. Ratu langsung membuka segelnya dan membacanya selama beberapa menit.
"Ah... Arthos. Dia menitipkan kamu kepadaku. Tapi sepertinya, pengawalan dariku sudah tidak dibutuhkan lagi. Karena orang yang sangat kuat sudah menjagamu, Liviara. Bukan begitu, Arkanava Kardia?" Kata Ratu Marca, tersenyum misterius.
"Eh? Bagaimana Yang Mulia bisa mengenali saya?" Tanya Arka.
"Hmhmhm... Aku bisa melihatnya. Postur tubuhmu, cara jalanmu, kebiasaan berlututmu yang kurang tepat itu. Dan yang paling meyakinkanku adalah pedang ramping melengkung berwarna hitam kelam di pinggangmu. Hanya satu orang yang menggunakan pedang seperti itu sejauh yang aku ketahui. Arkanava Kardia dari Party Dark Edge." Jelas Ratu Marca sambil tersenyum.
"Baiklah... Karena sudah terlalu banyak orang di ruangan ini yang mendengarnya, saya tidak perlu lagi mengenakan ini selama berada di Kota Arvena." Ujar Arka sambil melenyapkan Lucifer Mode dalam sekejap, lalu berdiri.
"Liviara, silahkan tinggal di Kamar Tamu VIP yang ada di istana ini. Aku juga akan menyediakan Kamar Tamu untuk Dark Edge dan Lunar Eclipse. Mereka semua ikut, bukan?"
"Terima kasih, Yang Mulia Ratu Marca." Ucap Liviara dengan sedikit membungkuk, melebarkan bagian bawah dressnya, dan menyilangkan kakinya.
"Benar, Yang Mulia. Mereka semua menunggu di luar." Jawab Arka setelah Liv selesai berbicara.
"Untuk naga raksasa itu..."
"Yang Mulia tak perlu khawatir. Karena Ruby bisa kembali ke wujud manusianya."
"Oh... Ternyata itu wujud asli Ruby..." Kata Ratu, terlihat seperti sedang mengingat wujud manusia Ruby.
"Benar, Yang Mulia."
"Baiklah. Pelayan, antarkan Putri Liviara ke Kamar Tamu VIP. Dan Arka, sebelum kalian ke Kamar Tamu, aku ingin berbicara sebentar denganmu." Ucap Ratu Marca dengan senyuman yang mengundang banyak tanda tanya.
***
"Yuk, gaes... Kita istirahat dulu di Kamar Tamu... Oh, ya. Kalian boleh lepas semua Fallen Exoskeleton kalian. Ruby boleh jadi manusia lagi. Ratu udah tau siapa kita walopun pake topeng. Sekalian aja. Mulai hari ini, aku nggak akan nyuruh kalian buat nyembunyiin identitas. Biar aja kita jadi terkenal muwahahahaha!"
Setelah selesai berbicara empat mata dengan Ratu Marca, aku memanggil yang lainnya untuk pergi ke Kamar Tamu di Istana Kerajaan Elysium ini. Kamar kami bersebelahan dengan Kamar VIP yang ditempati Liviara. Mungkin memang didesain seperti ini agar kamar Pengawal berada dekat dengan Tuannya.
Besok Liv hanya perlu registrasi ulang di Akademi Magic Syndas sebagai tanda jadi bahwa ia akan mengikuti Support Magic Training Course yang akan diadakan selama sebulan ke depan.
Acara ini memang selalu diadakan setiap tahun oleh Kerajaan Elysium. Selain itu, juga ada training untuk magic api, air, angin, dan tanah yang diadakan terpisah. Kurikulum yang diajarkan dibagi berdasarkan tingkatan kemampuan peserta, yaitu tingkat dasar, menengah, dan atas. Yang pada pelaksanaannya dilakukan di kelas yang terpisah untuk masing-masing tingkatan.
Liviana mengikuti training di kelas atas. Lumayan juga Putri Raja satu ini. Di umur 16 tahun, dia sudah berlatih magic support tingkat atas.
Untuk magic support sendiri, merupakan skill magic netral yang tidak memiliki elemen. Sifatnya hanya memberikan buff, yaitu dengan cara memanipulasi energi magic di tubuhnya untuk dapat meningkatkan kemampuan tempur dirinya sendiri atau orang lain.
Mage tipe support cukup langka ditemui di kalangan Petualang sendiri. Kenapa? Ya, karena kebanyakan orang hanya akan meremehkan magic support. Alasan utamanya adalah, karena skill magic mereka tidak bisa membunuh monster.
Menurutku sendiri, itu pemikiran yang bodoh. Mungkin, secara perorangan atau kelompok kecil, Mage Support memang lemah. Sangat lemah. Tapi untuk meningkatkan kemampuan kolektif dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan pasukan, Mage Support merupakan idola bagi semua orang.
Mungkin itu juga yang mempengaruhi ketidakpopuleran Mage Support di kalangan Petualang. Ya, Party Petualang tidak ada yang berjumlah sebanyak itu, jadi efeknya tidak begitu terasa.
Kalau dipikir-pikir, kemampuan magic Liviara merupakan kebalikan dari magic-ku yang bersifat debuff, yaitu mengurangi kemampuan bertempur lawan. Terutama jenis dark magic yang kudapatkan dari Vioraze. Tapi sinergis dengan jenis dark magic-ku yang diberikan oleh Dewi Nyx.
Hehe. Mau dilihat bagaimanapun, aku masih jauh lebih ok.
Setelah selesai registrasi ulang, aku menemani Liv yang ingin berkeliling kota untuk melihat-lihat. Sebagai Pengawal. Dia berjalan kesana-kemari tanpa terlihat lelah. Dia sangat menikmati pemandangan seputar Kota Syndas yang dipenuhi dengan magic. Karena, Syndas memang terkenal sebagai Magic City di seluruh Benua Erith.
Yang ikut denganku hanya Syla dan Ren. Yang lainnya, kusuruh mengerjakan Misi Plat Gold yang bisa diselesaikan dengan cepat. Ruby kusuruh mengantarkan dan menjaga mereka jika sesuatu yang buruk terjadi. Tapi aku mengingatkan Ruby bahwa dia tidak boleh membantu kecuali situasinya bisa menyebabkan kematian.
Grista terlihat agak kecewa. Tapi aku sudah menjelaskan kepadanya kalau suatu saat dia ingin kembali ke Kota Syndas untuk menemuiku, dia bisa menggunakan Ruby untuk mengantarnya dalam sekejap. Karena aku hanya akan berada di kota ini saja. Aku tidak akan pergi kemana-mana. Akhirnya Grista menerima kata-kataku dan ikut menjalankan misi.
Yak, sehari berlalu begitu saja. Dan hari ini, adalah hari pertama Support Magic Training Course dimulai. Liv sudah siap dan mulai berangkat menuju Akademi Magic Syndas, dengan aku sebagai pengawalnya.
Peserta lain yang mengikuti ini semuanya merupakan anak dari keluarga bangsawan di seluruh Benua Erith. Baik dari Kerajaan Elysium sendiri, Balvara, Goliath, hingga Kerajaan Acresta pun ada. Ya, aku bisa melihat ada beberapa Syla Kecil yang mengikuti Training Course ini.
Terkecuali Kerajaan Krauzen, yang sedang dalam status berperang dengan Kerajaan Elysium.
Syla dan Ren, aku sarankan mereka untuk bersantai saja hari ini. Terserah mereka mau apa di kota. Tapi kuperbolehkan juga kalau mereka ikut aku mengawal Liviara selama mengikuti training. Dan mereka malah memilih untuk ikut aku. Memang, aku tidak akan memaksakan sesuatu yang sepele seperti ini. Sehingga jadinya Putri Liviara dikawal oleh 3 orang Pengawal.
Ketika para peserta sedang mengikuti training di dalam auditorium, para Pengawal yang hadir hanya diperbolehkan untuk menunggu jauh di bagian belakang auditorium. Demi alasan kenyamanan para peserta, katanya.
Berbicara tentang Pengawal, semua Pengawal dari kaum bangsawan dan royal lain memakai pakaian tempur mereka. Mungkin itulah sebabnya kami disuruh menunggu jauh di belakang. Karena banyak di antara para Pengawal itu yang pakaiannya mengerikan.
Tapi, kami hanya memakai pakaian biasa. Tidak terlalu rapi, tapi tidak terlalu santai. Hanya saja, di balik pakaian ini, kami bertiga mengenakan exoskeleton yang kubuat dari dark magic. Armor para Pengawal lainnya, walaupun mengerikan bentuknya, tetap tidak ada apa-apanya dibanding exoskeleton kami.
Karena jauh dan sulit mengawasi Liviara dari kejauhan, aku selalu mengaktifkan Darkness Sense di sekeliling Liv. Untuk mengawasinya. Sesekali mengintip pakaian dalamnya. Hari ini, dia mengenakan setelan warna kuning muda, hehee...
***
"Halo... Kursi di sebelahmu kosong?"
Seorang gadis remaja menyapa Liviara yang sedang duduk sendiri di salah satu meja pada barisan kedua dari depan. Setiap meja bisa diisi oleh 3 orang. Disediakan 3 kursi untuk masing-masing meja auditorium ini.
"A-! Huh! Perhatikan dengan siapa kamu berbicara!" Balas Liv kepada gadis itu.
"E-eh... Ma-maaf sudah mengganggu..." Melihat respon dari Liv, gadis remaja itu jadi segan untuk duduk di sana, lalu bergegas mencari kursi lain.
"Hai... Di sebelahmu ada orangnya?" Ada gadis remaja lain yang menyapa Liv.
"Lancang kamu, huh!" Jawab Liv sambil memalingkan wajahnya ke arah berlawanan.
"Heeee... Ya sudah..." Gadis itu kesal melihat respon Liv dan segera mencari kursi lain.
Kejadian ini terjadi berulang-ulang. Sampai training dimulai, hanya meja Liv yang berisi dia sendiri. Sedangkan meja-meja lainnya penuh semua. Bahkan ada beberapa yang berisi 4 orang.
"Oi... Tugas dari Ratu Marca ini... Kayaknya lebih berat dari yang kubayangkan..." Gumamku sambil mengamati Liv menggunakan Darkness Sense.
"Ar, emang kamu dapet tugas apa dari Ratu Marca? Bukannya tugas kita itu cuman jadi pengawal, ya?" Tanya Syla berbisik kepadaku.
"Arka, tolong beri tahu kami tugas apa yang berat itu? Kami ingin membantu Arka..." Ren bertanya dengan nada lembut kepadaku.
"Uhh... Ratu Marca nyuruh aku buat ngebantu Liviara supaya bisa bersosialisasi sama sebayanya dengan baik. Tapi, dari tadi kuperhatiin... kepribadian bocah itu... Kalo bisa aku perhalus bahasanya... Kata yang tepat adalah...... BURUK BRENGSEK."
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Terima kasih sudah dibaca! Jangan lupa vote kalau suka. Komentar kalau mau ngasih saran.