"Naraya, apa kabar?" Tanya Liam sambil lalu.
Melihat Liam menyapa Naraya, nenek Asha tersenyum lega, setidaknya dia tidak mengacuhkan calon isterinya nanti.
Sementara itu, tentu saja Liam menyapa Naraya hanya untuk formalitas dan menyenangkan hati neneknya. Dia tidak ingin mendapatkan pertanyaan atau pun nasehat yang tidak perlu mengenai pernikahannya nanti.
Untuk apa semua itu? Karena pada akhirnya mereka pun akan berpisah. Tidak ada yang perlu di bahas ataupun di anjurkan dan di sarankan.
"Ah, baik…" Naraya tiba- tiba merasa gugup karena ada nenek Asha di antara mereka. Setelah itu, Naraya merasa kalau dia harus bertanya balik pada Liam. "Pak Liam, apa kabar?"
Mendengar bagaimana Naraya memanggil Liam, nenek Asha kemudian mengerutkan keningnya sambil berkata penuh pertanyaan.
"Pak Liam?" Nenek Asha mengulangi panggilan Naraya kemudian beralih menatap cucunya, mengisyaratkan agar dia yang meluruskan hal ini.
"Mulai sekarang panggil saya Liam saja." Ucap Liam tanpa nada, dia mulai mengambil piring berisi nasi dan meletakkannya di hadapan nenek Asha kemudian di depan Naraya sebelum mengambilkan untuk dirinya sendiri.
Naraya tidak langsung menjawab, dia teringat akan perbedaan umur diantara mereka. 14 tahun bukanlah jarak yang sedikit, oleh karena itu Naraya mencoba mencari alternatif lain. "Kak Liam?"
"Saya bukan kakakmu." Jawab Liam dengan nada yang sama seolah tidak peduli sambil meminum jus alpukat kesukaannya.
"Mas Liam?" Naraya masih mencoba, karena rasanya kurang pantas apabila dia memanggil Liam dengan nama saja.
Mendengar perkataan Naraya, membuat Liam mengerutkan keningnya dengan tidak suka.
Melihat hal ini, nenek Asha menengahi sebelum mood Liam berubah memburuk. "Panggil Liam saja Naraya. Kalian nanti akan menjadi suami isteri, walaupun jarak usia kalian terpaut lumayan jauh, tapi setelah pernikahan, itu bukan lagi menjadi masalah."
Nenek Asha mencoba mengambil jalan tengah, karena Liam tidak suka di panggil dengan sebutan 'kakak' ataupun 'mas'.
Naraya menggigit bibirnya dengan canggung. "Iya, baik nek." Jawab Naraya setengah hati, tapi dia tidak mengulangi panggilannya pada Liam.
"Liam." Ucap Liam menyebutkan namanya.
"Hha?" Naraya mengerjapkan matanya tidak mengerti, mengapa Liam menyebutkan namanya sendiri.
Di sisi lain, Liam harus meredam kekesalannya pada Naraya karena tidak bisa menangkap maksud dari kata- katanya.
Orang lain yang biasa Liam temui tentu akan langsung mengerti apa yang Liam maksud, namun untuk gadis berusia 17 tahun yang masih mengecap pendidikan menengah atas seperti Naraya yang juga tidak terlalu sering berinteraksi dengan orang lain, tentu saja hal ini membingungkan.
Dia tidak terbiasa menghadapi orang yang berbicara sepatah kata dan mengharapkan lawan bicaranya untuk memahami maksud sebenarnya yang ingin dia sampaikan tanpa penjelasan lebih lanjut.
Hal itu terlalu absurd bagi Naraya.
"Panggil aku Liam." Ucap Liam menjelaskan dengan sangat singkat.
Bukan hanya Liam meminta Naraya untuk memanggil dirinya dengan nama saja, tapi juga dia mengganti kata 'saya' menjadi 'aku' yang mengindikasikan kedekatan diantara mereka.
Hal ini tentu saja tidak luput dari perhatian nenek Asha. Sebuah senyum tersungging di bibirnya melihat interaksi mereka berdua.
Sebagai awalan, ini bukanlah hal yang buruk.
"Liam…" Dengan canggung, Naraya menyebut namanya dan ini mendapat anggukan persetujuan dari Liam, walaupun Naraya tidak dapat melihatnya.
Bukan hanya anggukan Liam yang tidak dapat Naraya lihat, tapi penampilan Liam secara keseluruhan pun Naraya tidak dapat nikmati.
Hari ini, Liam memakai pakaian casual; polo shirt berwarna putih dan celana blue denim, karena dia tidak ingin ada media yang menangkap foto dirinya ataupun orang yang mengenalinya, Liam mengenakan topi hitam untuk menutupi separuh wajahnya.
Secara keseluruhan tidak akan ada orang yang menyangka kalau Liam adalah penerus kerajaan bisnis Prihadi. Sosok dingin di balik keberhasilan perushaan multinational tersebut.
"Ya sudah, ayo kita mulai makannya." Nenek Asha menepuk tangannya untuk mengakhiri pembahasan topik mengenai cara mereka memanggil satu sama lain.
Mendengar hal itu, Naraya kembali gugup. Dia tidak tahu dimana letak makanan di atas meja ataupun bagaimana dia harus mengambilnya, sangat tidak mungkin Naraya meraba seluruh hidangan di atas meja dengan tangannya yang telanjang.
Selain hal tersebut tidak sopan, nenek Asha dan Liam sudah pasti tidak mau memakan bekas makanan yang telah disentuh olehnya.
Biasanya, Naraya akan mencampurkan semua lauk dan nasi menjadi satu di dalam sebuah mangkuk, dengan cara seperti itu akan mempermudah Naraya untuk makan.
Belum lagi kenyataan bahwa dia tidak pernah memperdulikan bagaimana caranya makan, tapi kali ini berbeda, Naraya harus makan di hadapan nenek Asha dan Liam.
Naraya tidak mau mempermalukan mereka berdua, terlebih lagi dirinya sendiri dihadapan mereka.
Di saat Naraya sedang bingung bagaimana dia harus makan dan sedan mempertimbangkan untuk memakan nasi saja tanpa lauk, dia merasakan seseorang menggenggam tangannya dan menyelipkan sebuah benda ke dalam genggaman tangannya yang Naraya yakin adalah sebuah sendok.
"Ini nasimu." Suara Liam yang dalam terdengar tepat di telinga Naraya, dan hangat nafasnya menggelitik sisi wajahnya hingga membuat dia sedikit tersipu karena jarak yang sangat dekat diantara mereka.
Sambil berkata dua patah kata tersebut, Liam merengkuh tangan Naraya yang satu lagi dan menyentuhkan piring nasi di hadapan Naraya sehingga dia tahu kemana dia harus menyendokkan makanannya.
"Terimakasih." Jawab Naraya dengan suara yang sangat pelan, yang hanya dapat terdengar oleh Liam saja.
Namun permasalahan selanjutnya adalah dengan lauk yang tidak dapat dia lihat.
"Buka mulutmu." Ucap Liam, tidak mengindahkan ucapan 'terimakasih' dari Naraya.
"Apa…?" Naraya ingin bertanya kenapa dia harus melakukan itu, ketika dia merasakan sepotong daging lembut menelusup kedalam mulutnya dengan saus yang terasa lumer di lidahnya.
"Ini udang." Ucap Liam dengan tenang.
Naraya buru- buru memasukan seluruh tubuh gemuk udang tersebut kedalam mulutnya sebelum saus kental yang menyelimuti tubuh makhluk laut tersebut menetes dari sela- sela bibirnya.
Udang tersebut ternyata telah di kuliti oleh Liam sehingga memudahkan Naraya untuk memakannya. Tentu saja rasa masakanan tersebut adalah rasa paling enak yang pernah Naraya rasakan.
Tapi, bukan hal itu yang membuat Naraya terkejut, tapi pada kenyataan bahwa Liam baru saja menyuapinya.
Apakah hal tersebut benar- benar terjadi?
Seolah menjawab pertanyaan Naraya yang tidak terkatakan, Liam menyodorkan daging ikan ke bibir Naraya begitu dia melihat Naraya telah selesai mengunyah.
Tentu saja secara naluri Naraya akan membuka mulutnya dan memakan makanan yang telah menyentuh bibirnya tersebut.
"Tidak makan nasi?" Liam bertanya setelah dua kali dia menyuapi Naraya dengan ikan dan udang, Naraya tidak kunjung menyuap nasi dihadapannya.
Bukannya Naraya tidak mau memakannya namun perlakuan Liam terhadap dirinyalah yang membuat dia lupa akan segalanya.
Kenapa Liam sangat baik dan perhatian sekali pada Naraya? Apakah karena nenek Asha?