Bianka menduga hal tersebut bukan tanpa dasar, pernikahan seorang pewaris tunggal keluarga Prihadi yang seharusnya di rayakan dengan sangat mewah dan mengundang banyak media, justru dirayakan dengan hanya mengundang kerabat dekat saja dan akan di langsungkan dalam waktu yang mendadak dengan persiapan yang sangat singkat.
Kalau bukan karena mengejar pertumbuhan janin di dalam perut Naraya, lalu alasan apalagi yang masuk akal?
Cara berpikir Bianka memang berbeda dan dia terbiasa mengutarakan apa yan terlintas di benaknya, tanpa memikirkan hal tersebut terlebih dahulu.
Bianka kemudian melirik Liam yang masih menerima telepon. Bianka mengenal Liam sudah cukup lama dan mengetahui kalau dia merupakan anak kandung Narendra, tapi public mengetahuinya sebagai anak angkat.
Apakah sifat jelek Narendra menurun pada Liam juga? Sampai dia terjebak dalam situasi seperti ini dan terpaksa untuk bertanggung jawab?
Sebelum imajinasi Bianka menjadi lebih liar, nenek Asha telah mencubit pahanya dengan sangat keras hingga dia menjerit kesakitan dan membuat Liam menengok ke arah mereka, mempertanyakan kegaduhan yang terjadi.
Namun, ketika dia merasa keributan mereka hanyalah suatu candaan, Liam kembali memfokuskan dirinya pada obrolan penting di sambungan ponselnya.
"Jangan bicara sembarangan!" Omel nenek Asha, dia memelototi Bianka dengan geram. Bagaimana mungkin dia membicarakan mengenai cucu dan cucu- menantunya seperti itu? Memangnya Liam seperti pria yang tidak bermoral?
"Maaf, maaf… aku kan hanya menebak saja kak." Bianka meringis sambil mengusap pahanya yang sakit karena tadi di cubit oleh nenek Asha. "Lalu kenapa pernikahan Liam mendadak seperti ini?"
Asha menghela nafas dengan berat, dia kemudian menatap Bianka dengan lelah. "Kamu ingat perjanjian yang Amira ajukan saat menerima Liam menjadi bagian dari keluarga Prihadi?" Asha dulu pernah menceritakan hal ini pada Bianka, dulu sekali…
Samar- samar Bianka mengingat perjanjian tersebut dan perlahan dia benar- benar mengingatnya dengan jelas. Mata Bianka membulat seakan tidak percaya.
"Jadi… gadi ini yang akan menjadi isteri Liam? Calon yang di pilihkan Amira?!" Bianka menggeram karena rasa kesalnya. "Dasar perempuan mandul itu! Dia malah memilihkan gadis buta untuk Liam!"
Sekali lagi, Bianka mendapat cubitan di pahanya. "Jangan berkata seperti itu, biar bagaimanapun, Amira tetap menantuku." Nenek Asha mengingatkan Bianka kembali untuk tidak berkata sembarangan.
"Pantas saja…" Desah Bianka dengan penuh sesal.
Pantas saja pernikahan mereka tidak di umumkan di media di seluruh penjuru negeri dan di rayakan dengan mewah dan megah, justru malah terkesan ditutup- tutupi, dan pantas saja pernikahan ini dipercepat, ini pasti karena ulah Amira juga.
"Lalu kakak setuju? Liam juga setuju?" Nada suara Bianka naik beberapa oktaf saat dia menanyakan pertanyaan terakhir.
Menurut yang Bianka ketahui, Liam adalah orang yang paling keras kepala dan sulit di kalahkan dalam debat karena pengetahuannya yang luas.
Namun, bukan itu intinya, permasalahannya adalah; bagaimana mungkin Amira berhasil menaklukan Liam dan membuat pengusaha muda tersebut setuju menikahi seorang gadis yang jauh lebih muda dari dirinya, dan lagi… memiliki kekurangan fisik.
"Iya, Liam menyetujuinya." Asha berkata pelan, tidak ingin pembicaraan mereka ini terdengar oleh Liam.
"Bagaimana mungkin?" Bianka separuh terpekik, namun suaranya tercekat di tenggookan sehingga menimbulkan suara yang sedikit aneh saat dia berbicara.
"Liam menyetujuinya begitu saja? Bagaimana mungkin?" Tanya Bianka tidak percaya, karena dia mengetahui dengan jelas perseteruan antara Liam dan Amira, jadi untuk Liam mengalah dan menikahi perempuan pilihan Amira merupakan pertanyaan besar bagi Bianka.
"Walaupun Liam tidak menyukainya, tapi dia selalu memegang kata- katanya. Dan kini dia memenuhi janji yang telah dia buat dulu." Nenek Asha menghela nafas dengan lelah.
"Lalu kakak juga menyetujuinya?" Tanya Bianka penasaran, dia tahu bahwa Liam merupakan cucu kesayangan Asha dan juga merupakan satu- satunya penerus keluarga Prihadi, sudah pasti Asha memperlakukan Liam dengan sangat istimewa, belum lagi karena dia memang menginginkan seorang cucu sejak lama.
"Aku sudah mencoba untuk membujuk Liam agar tidak perlu menyetujui pernikahan ini, namun Liam bersikeras untuk memenuhi janjinya pada Amira." Nenek Asha menggelengkan kepalanya. "Kamu tahu sendiri kan bagaimana keras kepalanya Liam?"
Bianka mengangguk, dia mengetahuinya dengan jelas. "Kasihan Liam… harus menikahi gadis seperti itu…"
"Jangan berkata seperti itu, karena Naraya tidak memiliki andil dalam hal ini, kalau bisa dikatakan, dia juga merupakan korban sama seperti Liam." Jawab Nenek Asha dengan bijak.
Bianka mengangguk- anggukkan kepalanya, karena apa yang nenek Asha katakan baru saja, ada benarnya juga. "Aku mengkhawatirkan pernikahan mereka nanti."
Nenek Asha mengerutkan keningnya. "Aku rasa pernikahan mereka akan baik- baik saja. Aku sudah melihat perhatian yang ditunjukkan Liam pada calon isterinya."
Kali ini Bianka yang mengerutkan keningnya. "Perhatian seperti apa?" Liam merupakan orang paling dingin yang pernah Bianka temui.
"Saat kita makan siang, Liam membantu Naraya untuk makan, dia bahkan menyuapinya dengan penuh perhatian." Mengingat hal ini membuat nenek Asha tersenyum bahagia. "Liam bahkan tadi tertawa lepas saat bersama gadis itu, dia bilang kalau Naraya itu lucu."
Bianka tidak bisa berkata- kata saat dia mendengar penuturan nenek Asha mengenai reaksi Liam terhadap Naraya. Apakah benar Liam dapat seperti itu? Apakah Asha tidak salah lihat karena dia sudah lama ingin menimang cicit, karena biar bagaimanapun juga, Asha tidak merawat Liam dari kecil.
"Jangan membuat ekspresi menyebalkan seperti itu. Aku tahu ini terdengar mustahil, tapi itulah yang terjadi." Ucap nenek Asha.
Sebelum Biank dan nenek Asha melanjutkan pembicaraan mereka, salah satu asistent Bianka keluar dari ruang fitting dan memberitahukan mereka kalau Naraya sudah siap.
Bianka kemudian mengangguk, memberi isyarat agar membawa Naraya masuk.
"Liam, kemari dulu sebentar." Nenek Asha memanggil Liam yang masih sibuk dengan panggilan teleponnya.
Sesaat kemudian, seorang wanita dalam balutan gaun pengantin berwarna putih dan terlihat sangat muda dan manis, keluar dari fitting room. Matanya menatap nanar kesekitarnya, namun sebuah senyum malu- malu tersungging di sudut bibirnya.
Polesan make up yang natural dan tidak berat, membuat wajah Naraya terlihat lebih segar.
Naraya yang tidak terbiasa mengenakan gaun terlihat canggung dan bingung apa yang harus dia lakukan saat ini.
Naraya dapat merasakan mereka tengah menatapnya dengan tatapan kagum karena dari tempatnya berdiri, Naraya masih dapat mendengar pujian yang nenek Asha dan Bianka lontarkan.
"Bagaimana menurutmu Liam?" Tanya nenek Asha begitu menyadari kalau Liam telah mematikan sambungan teleponnya dan berjalan ke sisi sebelah kiri neneknya.
"Cantik." Liam memuji calon isterinya. Pujian yang sangat jarang terdengar dari bibir Liam.
Karena Naraya terlihat gugup berada sendirian di tengah ruangan tersebut, Liam mengambil inisiatif untuk berjalan menuju Naraya, dengan tujuan untuk mendampinginya.
Namun, begitu ia sampai di hadapan Naraya, Liam meraih tangan Naraya dengan lembut dan mendaratkan sebuah ciuman singkat di punggung tangannya.