Aroma saus tomat dan daging panggang menguar di udara bersamaan dengan asap putih tipis yang melambung di udara dari penggoengan.
Raine menggerak- gerakkan kakinya yang menggantung dari atas meja dimana dia duduk. Matanya memperhatikan setiap gerakan yang Torak buat.
Ini sudah hampir satu jam sejak sang Alpha memaksa untuk memasakkan sesuatu untuknya.
Torak bergerak dengan cepat seolah ini bukanlah pertama kalinya dia berada di dapur. Dia sendiri tidak percaya kalau dia memiliki sisi seperti ini di dalam dirinya. Dia tidak akan menyangka kalau suatu hari dia akan memasak sesuatu, apalagi ini untuk orang selain dirinya.
Tapi, mengingat dia melakukan ini untuk Raine, tidak ada yang perlu ia keluhkan.
Torak berdiri disana dengan sendok di tangan sambil mencicipi spaghetti tersebut. "Aku yakin aku sudah memasukkan semua bahan dengan benar…" dia bergumam pada dirinya sendiri.
Spaghetti itu terlihat enak, tapi rasanya tidak sesuai dengan yang Torak harapkan.
Raine kemudian melompat turun dari meja dan menghampirinya, dia mengambil sendok dari tangan Torak dan mencicipi masakan tersebut.
"Rasanya aneh, kan?" Torak bertanya ketika dia melihat kerutan di antara kedua alis Raine.
Gadis itu mengangguk, setuju dengannya, lalu dengan gerakan yang cekatan, Raine mengambil perisa, menambahkan saus marinara dan garam, mengaduknya semua itu sampai merata.
Raine terbiasa mengurusi dirinya sendiri ketika dia masih berada di panti asuhan, tempat itu tidak lebih baik dari rumah sakit jiwa dimana dia tinggal selama tiga tahun. Tidak ada kehangatan ataupun cinta di balik temboknya yang dingin.
Orang- orang disana akan berpikir mengenai diri mereka sendiri, selama pemerintah masih terus memberikan bantuan, masalah lainnya bukanlah masalah lagi.
Maka dari itu, hidup Raine juga tidak membaik. Kekerasan fisik yang dia terima berubah menjadi makian dan cacian dan hal ini terjadi sejak hari pertama dia berada disana.
Raine memberikan sendok pada Torak dan membiarkannya untuk menicicipi sementara dia bertanya melalui matanya. Raine sudah mencobanya dan dia rasa, rasanya jadi jauh lebih baik sekarang.
Di lain pihak, Torak mengambil sendok mencicipi spaghetti itu dengan wajah yang berbinar. "Kamu luar biasa, my love." Dia mencondongkan tubuhnya dan mengecup kening Raine. "Duduklah disana dan aku akan menyiapkan makanannya."
Raine baru saja akan berjalan menuju meja makan ketika seseorang membuka pintu dan mengejutkannya. Secara naluriah, Raine mundur dan berlari ke arah Torak, memeluk pinggangnya dengan sangat erat sambil membenamkan wajahnya di dada pria itu.
"Tidak apa- apa, itu Belinda." Suara Torak menyapu telinga Raine dengan lembut sementara tangannya bergerak naik dan turun di punggungnya. "Ada apa?" Kali ini suara Torak diselubungi dengan kekesalan ketika dia berbicara pada Belinda.
"Yah…" Belinda berdiri di ambang pintu dengan gugup, dia menatap Raphael di sebelahnya, yang tengah menatap balik padanya seolah berkata; 'Aku sudah katakan padamu kalau mereka baik- baik saja.'
"Aku hanya khawatir karena kamu tidak keluar dalam waktu yang lama…" Belinda berkata, bermain- main dengan ibu jarinya seperti anak- anak. "Tapi, karena kalian berdua tampaknya baik- baik saja… aku pikir, aku akan pergi…"
Belinda memberikan Torak tatapan malu- malu, tidak peduli apa situasinya, berada di bawah sorot mata sang Alpha yang mengintimidasi bukanlah pengalaman yang menyenangkan. "Bye, Raine…" dia melambaikan tangannya pada Raine, yang mengintip dari balik lengan Torak, sebelum akhirnya wanita itu pergi.
[Kalau kamu sudah selesai, aku ada sesuatu yang harus kamu ketahui mengenai peristiwa yang terjadi pada Raine dua hari lalu.] Raphael berkomunikasi melalui mind- link.
Torak hanya mengangguk dan hal itu cukup bagi Raphael untuk meninggalkan ruangan, membiarkan sang Alpha dan sang Luna berdua saja.
"Kita makan sekarang, my angel?" suara Torak akan melembut setiap kali dia berbicara pada Raine.
================
Setelah makan malam, Torak memabawa Raine, yang telah jatuh tertidur, kembali ke mansion. Sepertinya akumulasi dari stress yang telah dia tanggung selama dua hari terakhir ini telah membuatnya sangat lelah.
Raine tertidur pulas, dia terlihat begitu damai dan membuat Torak tidak bisa untuk tidak menikmati saat- saat seperti ini lebih lama lagi, walaupun Raphael tengah menunggunya di balik pintu, di luar sana.
Setelah beberapa saat, Torak turun dari ranjang dengan enggan, merapihkan selimut yang menyelubungi tubuh Raine dan kemudian barulah dia keluar dari kamar.
"Ada apa?" Torak bertanya setelah dia menutup pintu dibelakangnya.
Raphael dan Torak, yang telah menunggu selama lima belas menit, melihat satu sama lain ketika Torak menyandarkan tubuhnya ke dinding di belakangnya.
Gerakan ini memberikan pesan pada mereka kalau dia ingin membuat perbincangan ini pendek dan tidak meninggalkan Raine sendirian.
Raphael berdehem, pasrah kalau harus mendiskusikan masalah serius ini disini, di koridor. Biar bagaimanapun, tidak ada yang dapat membuat Torak mengubah pikirannya untuk meninggalkan Raine sendirian. "Seseorang telah membunuh pasangan Mathias."
"Dan siapa mathias ini?" Torak menaikkan alisnya.
"Werewolf yang telah menyerang Luna," Calleb menjawab.