Mansion ini memiliki Sembilan lantai dan Torak tinggal di lantai paling atas sendirian. Untuk akses ke tempat tinggalnya, dia memiliki elevator sendiri yang dapat membawa mereka langsung ke lantai teratas.
Di dalam elevator, Torak dengan tidak sadar bermain dengan rambut Raine sementara matanya seolah berkabut. Torak seperti seseorang yang tengah berkemunikasi dengan orang lain, tapi tidak ada satupun kata yang keluar dari bibirnya.
Ketika pintu elevator terbuka, sebuah ruang santai yang mewah terlihat di hadapan Raine. Putih dan keemasan adalah warna yang mendominasi seluruh lantai ini. Ruangan ini begitu terang dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui jendela besar di setiap dindingnya.
Suasananya begitu tenang dan nyaman, tapi juga megah.
Dari jendela, Raine bisa melihat pohon pinus di halaman belakanga dan suara samar burung yang berkicau. Ini merupakan suatu ketenangan tersendiri bagi Raine untuk merasakan semua ini.
Raine berhenti berjalan dan menikmati pemandangan di hadapannya. Cahaya matahari yang hangat, jatuh ke wajahnya, memberikan sedikit warna pada pipinya yang pucat.
"Kamu menyukainya?" Torak menghentikan apapun yang sekarang tengah dia kerjakan dan tersenyum memandangi senyum di bibir Raine.
Gadis itu mengangguk dengan bersemangat seraya senyumnya semakin merekah.
"Aku lebih daripada bahagia kalau kamu menyukainya." Torak mengusap pipi Raine. "Aku akan menunjukkan kamar kita."
Kata- kata 'kamar kita' sangat disadari oleh Raine, tapi kenyataan dia telah tertidur disamping Torak selama beberapa hari ini dan dia tidak melakukan apapun yang menyakitinya, ditambah dengan perasaan nyaman yang aneh setiap kali Raine berada di samping Torak, membuat Raine mengerutkan dahinya.
Tapi, kalau dipikir lagi dan Raine harus tinggal sendirian di dalam kamar yang asing baginya, belum lagi ada seorang pria yang sepertinya mampu untuk muncul dimanapun dia inginkan dan menghilang seperti asap, pertimbangan untuk memiliki kamar sendiri tidak membuat Raine begitu senang.
Torak dan Raine berjalan di lorong dan sekali lagi, ketika Raine mencuri pandang pada Torak, Raine melihat pria itu memiliki pandangan yang seolah berkabut kembali.
Raine berpikir untuk menanyakan hal tersebut nanti.
Di sepanjang koridor, ada begitu banyak lukisan yang tergantung di dinding, kesemua lukisan tersebut sangat kaya akan warna dan seolah menceritakan sebuah kisah.
Mereka berjalan melewati tiga pintu sebelum akhirnya sampai ke ujung akhir koridor yang Raine asumsikan adalah kamar Torak.
Pintu kamarnya berwarna putih dengan desain ukiran berwarna emas. Torak membuka pintunya dan membiarkan Raine masuk ke dalam.
Seperti ruang santai yang telah Raine lihat, kamar tidur Torak pun sangat luas dengan di dominasi warna putih dengan jendela kaca yang besar dan juga sebuah pintu kaca menuju balkon.
Perabotan disana di susun secara metodis, ada sebuah laci susun, rak- rak yang di dalamnya terdapat buku- buku yang berjajar di salah satu sisi kamar dan sebuah ranjang.
Ranjang tersebut sangatlah besar dengan selimut berwarna maroon yang menutupi seluruh tempat tidur tersebut.
Ini merupakan kamar tidur yang sangat mewah.
Raine melihat ke sekelilingnya dengan sangat senang, melintasi ruangan dan menuju balkon. Disana, Riane bisa melihat taman belakang dan padang rumput, di balik pagar ada beberapa tengah bermain disana.
Torak melihat Raine tersenyum lebih sering daripada pertama kali dia bertemu dengannya dan hal ini membuat Torak sangat senang.
Torak duduk di pinggir ranjang ketika akhirnya Raine ikut duduk disebelahnya setelah puas melihat- lihat sekitar.
"Kamu menyukainya?" Torak bertanya sesuatu yang sudah sangat jelas terlihat.
Raine mengangguk dan meraih ipad milikinya, menuliskan sesuatu dan menunjukkan itu pada Torak.
[Kenapa kamu sangat baik padaku?]
"Karena kamu pantas menerimanya," Torak menjawab dengan nada yang bersungguh- sungguh.
Raine menuliskan sesuatu kembali, pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan sejak pertama kali Torak membawanya dari panti asuhan.
[Apa aku untukmu?]
Raine memang memiliki trauma karena tahun- tahun yang dia lalui dengan pengalaman yang buruk, tapi bukan berarti dia tidak mengerti dengan kasih sayang yang Torak curahkan padanya.
Itu merupakan cinta.
Tapi, bagaimana mungkin Torak mencintainya ketika mereka baru saja bertemu untuk beberapa hari? Itu sangatlah tidak mungkin.
"Belahan jiwaku," Torak menjawab, ada sebuah kebahagiaan dan rasa bangga yang terselubung dalam suaranya seraya dia melihat mata Raine dengan sorot mata yang penuh dengan kekaguman. "Duniaku, segala- galanya." Torak menambahkan dan mencondongkan tubuhnya untuk mencium kening Raine dengan lembut.