Chereads / Cinta Sang Monster / Chapter 35 - BLOODY NIGHT (3)

Chapter 35 - BLOODY NIGHT (3)

Tubuh pria itu mengejang begitu Torak mencengkeram lehernya dan matanya yang berubah menjadi merah. "'Tidak tahu' bukanlah sebuah alasan. Kamu seharusnya tahu untuk sebelum kamu menyakiti apa yang menjadi milikku." Torak meremas leher pria tersebut dengan sangat erat dan dengan suara tersedak, tubuhnya tergeletak di tanah tidak lagi dapat bergerak.

Torak berdiri dan mendeklarasikan. "Ini adalah akhir yang akan kalian dapatkan bila kalian mencoba untuk menentangku!"

Seluruh Lycan yang hadir terdiam dalam ketakutan dengan apa yang mereka lihat di depan mata mereka.

Apa yang Torak lakukan saat ini adalah untuk memperingatkan mereka semua dan memberikan bukti konkrit atas ganjaran yang akan mereka terima apabila mencoba untuk menantangnya lagi.

Torak dengan sangat baik telah memberikan mereka contoh apa yang akan terjadi atas sebuah pengkhianatan terhadap dirinya.

Mata Torak masih berwarna merah ketika dia melihat ke runaway yang luas ini, tapi tidak mendapatkan apa yang dia cari.

Dengan pandangan sekilas terhadap bulan di atas sana, Torak berjalan masuk ke dalam jet pribadinya.

Di sisi lain, di dalam selimut kegelapan malam, dua orang dengan sepasang mata berwarna keemasan menatap keributan yang terjadi di runaway pribadi dihadapan mereka dengan senyum yang merendahkan.

"Ck, Xavier sungguh bodoh, dia berakhir dengan kematian dan kita tidak mendapatkan apapun." Seorang wanita yang cantik dengan rambut ekor kuda di atas kepalanya dan rok tutu berwarna putih, tengah berjongkok di samping seorang pria bertelanjang dada, yang hanya mengenakan celana cargo hitam.

"Sudah bisa ditebak." Dia berkata dengan nada malas sambil mencabuti rumput liar di sekitarnya.

"Hey, kamu pikir apa yang Lycan itu baru saja katakan adalah untuk kita? Kenapa aku memiliki perasaan kalau dia tahu mengenai siapa otak di balik rencana ini?"

"Aku pikir juga begitu." Pria itu merebahkan tubuhnya di atas rumput dengan malas, mata keemasannya menyorotkan kekesalan.

"Belphegor! Mereka akan segera pergi!" wanita itu mengguncang- guncang tubuh sang pria dengan gugup. "Bukankah kita harus mengejar mereka?"

Sang pemalas menguap dengan malas dan meletakkan tangannya di belakang kepala sebagai bantal. "Kenapa terburu- buru? Dia akan membawa gadis itu ke 'sarang' nya."

Sang wanita mencibir, "Itu akan menjadi masalah. Dia sangat kuat saat berada disana, penghadang disana sangat sulit untuk di tembus, tidak seperti yang mereka miliki disini. Kamu tidak bisa berjalan masuk begitu saja. Dan lagi, kalau kamu memiliki kesempatan berada di dekat wanita bisu itu, kenapa kamu tidak mengambil darah darinya secara langsung?" wanita itu menggerutu terus menerus.

"Apakah kamu sudah gila? Aku bahkan belum memperbaiki ini." Belphegor mengangkat jarinya yang sebelumnya telah menyentuh darah Raine, jari tersebut hangus dan memborok.

Wanita itu mengerutkan dahinya, rok tutu nya terbang tertiup angin ketika dia berbalik dan hendak segera pergi. "Kita harus membunuhnya dengan segera, sebelum dia menyadari kekuatannya sendiri dan lycan- lycan itu menggunakan dia untuk melawan kita."

"Segala sesuatunya berada di dalam kendali. Tidak perlu terburu- buru." Belphegor mengibaskan tangannya dan menutup mata keemasannya. "Apalagi, kita tidak harus membunuh gadis itu. Kita hanya perlu 'menodai' nya."

Wanita itu tersenyum dan aroma khas tubuhnya masih tercium ketika dia pergi. "Sampai nanti Belphegor."

"Sampai nanti Lilith."

====

Raine terbangun karena sensasi menggelitik samar yang menyentuh kulit di punggungnya dan pinggulnya. Seseorang tengah membuat jejak- jejak lingkaran di atas baju yang tengah dia kenakan ketika dia sedang tertidur.

Bulu matanya seperti kepakan kelopak- kelopak bunga yang tengah tertiup angin, nafasnya yang dalam tersentak pada saat dia menyadari kehadiran Torak.

Mata Raine segera terbuka, menunjukkan tatapan matanya yang polos, yang tidak dapat Torak tolak.

Mencondongkan tubuhnya kedepan, Torak memaksa matanya untuk terpejam dengan menciumnya. "Aku telah mencoba untuk membangunkanmu sejak satu jam yang lalu." Dia berkata dengan pelan.

Menatap wajah Raine yang tengah tertidur pulas dan mengelus pipinya adalah apa yang Torak sebut sebagai 'membangunkan'.

Setelah malam berdarah yang dia lalui, pemandangan pada saat Raine sedang tertidur merupakan pengiburan bagi jiwanya yang kelam, mendengarkan suara degup jantungya, membuat Torak tertidur lebih cepat.

Raine begitu suci sampai Torak merasa kalau dia menjadi lebih murni hanya dengan menyentuhnya saja.

Sementara itu, Raine masih bingung setelah terbangun, tapi setelah keterkejutannya karena melihat Torak berada di sebelahnya, Raine mulai lebih relax kembali. Karena ini adalah orang yang Raine merasa aman bersamanya.

Betapa anehnya perasaan ini, hanya dengan mengetahui Torak dalam beberapa hari, Raine merasa dia dapat mempercayainya seolah dia sudah mengenal Torak sepanjang hidupnya.

Menggosok matanya, Raine bergerak mendekati Torak, mencari kehangatan dari tubuhnya.

Sang Lycan, yang terlihat seperti monster yang tidak memiliki perasaan semalam, kini tertawa pelan. Torak merasa senang dengan kemajuan ini dan tidak keberatan untuk membiarkan Raine tertidur sedikit lebih lama.

Torak mendekap Raine dengan erat dan bermain dengan rambutnya yang hitam.

Ini merupakan sebuah kebahagiaan memiliki Raine dalam pelukannya.