Suara yang sangat jernih membuat jantung Shen Fanxing berdebar. Ia tidak pernah tahu bahwa ternyata ada seseorang yang dapat menggumamkan namanya dengan selembut itu. Ini juga pertama kalinya ia mengakui, benar jika orang tuanya dulu pernah berkata bahwa nama Shen Fanxing memiliki arti yang sangat indah. Fanxing… Sekarang nama itu benar-benar terdengar sangat indah.
Shen Fanxing membeku. Ia tak hanya membiarkan namanya dipanggil oleh Bo Jingchuan, tetapi ia juga membiarkan tangannya dipegang oleh pria itu. Pikirannya mendadak kosong sampai ia benar-benar melupakan segalanya. Ia mulanya mengira bahwa Bo Jingchuan hanya akan mengejarnya, namun ia tidak ingin membiarkan pria itu bertindak lebih jauh.
"Aku akan sangat sibuk beberapa hari ini. Beristirahatlah dengan baik. Aku akan menelponmu," kata Bo Jingchuan. Ia perlahan-lahan menggenggam tangan Shen Fanxing sedikit lebih erat dan suaranya yang lirih terdengar dipenuhi ketidakrelaan.
"Hm," jawab Shen Fanxing dengan lembut. Padahal, ia jarang menunjukkan sikap yang patuh terhadap Bo Jingchuan seperti itu.
Bo Jingchuan tersenyum dan riak yang terpancar dari bola matanya yang dalam membuat jantung Shen Fanxing berdebar-debar. Shen Fanxing bergerak, berusaha menarik tangannya kembali dan kembali ke tempatnya. Ia sudah mengatakan semuanya dan seharusnya ia keluar lebih awal dari mobil itu. Namun, Bo Jingchuan tidak melepaskannya dan malah sedikit mengeratkan genggaman tangannya.
"Kosongkan waktumu Jumat depan."
"Kenapa? Ada urusan apa?"
Bo Jingchuan terdiam sejenak dan bergumam pada dirinya sendiri sebelum mengangguk. "Hm… Bukan urusan yang terlalu penting."
"Lalu…?"
"Kamu mau menolakku?" balas Bo Jingchuan. Ia menatap Shen Fanxing dengan tajam dan mata gelapnya jelas terlihat berapi-api.
Shen Fanxing menggigit bibirnya, lalu bertanya, "Mau pergi ke mana?"
Bo Jingchuan mengangkat alisnya dengan ringan, lalu menjawab, "Nanti aku pasti akan menyuruh Yu Song menjemputmu."
"....Baik," jawab Shen Fanxing singkat.
Shen Fanxing seharusnya sudah turun dari mobil, tapi Bo Jingchuan masih saja menggenggam tangannya dan tak kunjung melepaskannya. Ia akhirnya menunduk dan melihat ke arah tangan mereka yang bergandengan. Apakah ada lem di tangannya yang membuatnya begitu sulit untuk melepaskan tanganku? pikir Shen Fanxing.
"Ya... Aku rasa itu tidak akan begitu mudah lain kali," kata Bo Jingchuan, seakan menjawab isi pikiran Shen Fanxing. Apakah kau bisa membaca pikiran, Shen Fanxing? Apakah kau baru mengatakan sesuatu? pikir Bo Jingchuan.
Sebagai seorang atasan muda, Shen Fanxing selalu menyukai yang orang pintar. Kepintaran adalah hal yang sangat ia diinginkan dari staf dan asistennya sendiri. Namun, saat ia mengetahui bahwa ada seorang Bo Jingchuan di dunia ini, ia teringat akan begitu banyak momen yang membuatnya tak habis pikir. Terkadang, orang yang terlalu pintar juga bukanlah sesuatu yang baik. Shen Fanxing cepat-cepat menarik tangannya kembali dan wajahnya agak memerah.
"Aku mau turun."
Bo Jingchuan akhirnya melepas genggaman tangan mereka dan menarik kembali tangannya. Kemudian, ia meletakkan tangannya dengan tenang di sandaran tangan dan memandang Shen Fanxing sambil tersenyum lembut. "Baik, pergilah. Berhati-hatilah, jangan sampai basah terkena hujan."
"Hm."
Shen Fanxing tidak buang-buang waktu dan langsung membuka pintu dengan cepat. Angin dingin tiba-tiba menerpa wajahnya, disusul suara hujan yang membuatnya berhenti sejenak. Suasana di mobil tadi jelas begitu sepi dan hangat. Namun, setelah ia pintu mobil dibuka, ia seakan melangkah ke dunia yang bising dan dingin.
Yu Song dengan sigap langsung memayungi Shen Fanxing dan tidak membiarkannya terkena hujan barang setetes pun. Hatinya yang semula dingin mulai terasa hangat.
"Hati-hati, Nona Shen," kata Yu Song dengan suara yang penuh hormat. Bahkan, matanya menatap Shen Fanxing dengan gugup, seakan takut akan terjadi sesuatu pada wanita muda itu.
"Terima kasih," jawab Shen Fanxing. Lalu, Ia membungkuk dan menutup pintu.
Pintu mobil yang tertutup rapat menghalangi angin dingin untuk masuk dari luar dan bagian dalam mobil perlahan-lahan mulai kembali menghangat. Bo Jingchuan masih duduk di kursi belakang mobil. Matanya yang gelap memancarkan cahaya dengan lembut dan sudut bibirnya sedikit terangkat.
Wanita yang imut.