"Aku menginginkanmu!" Suara Bo Jingchuan yang berat dan singkat kembali terdengar. Ia jelas berbicara dengan sangat ringan, tetapi perkataannya terdengar mendominasi paksa Shen Fanxing hingga jantung Shen Fanxing berdebar kencang.
Shen Fanxing menarik kembali tangannya dan menegakkan duduknya di kursi mobil. Ia mengalihkan pandangannya dan melihat hujan yang berangsur-angsur semakin deras di luar jendela mobil. Butuh banyak upaya untuk menormalkan kembali irama jantungnya yang barusan berdetak begitu cepat. Mobil itu kembali sunyi, sementara tetes-tetes hujan mengguyur deras jendela mobil seperti tirai yang perlahan-lahan mengaburkan pemandangan di luar.
Setelah waktu yang lama, Shen Fanxing berkata pelan, "Kamu benar. Aku harus memulai lagi dari awal. Selamat, kamu menjadi pria pertama dalam hidup baruku?"
Bo Jingchuan mengerutkan kening, lalu berkata, "Ganti dengan kata lain. Bukan pria pertama, tapi satu-satunya."
Shen Fanxing mengepalkan tangannya di pangkuannya sendiri. Shen Fanxing berbisik pada dirinya sendiri sambil memikirkan kata-kata Bo Jingchuan barusan. Ia tidak bisa menahan jantungnya yang rasanya ingin melompat ke tenggorokan. "Bo Jingchuan… Aku tidak mempercayaimu," kata Shen Fanxing.
Ekspresi Shen Fanxing menunjukkan bahwa ia sangat kesulitan dan tidak bisa menjelaskan maksud hatinya. Bukannya ia tidak ingin mempercayai Bo Jingchuan. Hanya saja, ia tidak ingin menanggung konsekuensi karena mengulang kesalahan yang sama lagi. Ia pernah mempercayai Su Heng tanpa ragu-ragu selama delapan tahun hingga membuatnya percaya dengan hal seperti percintaan. Tetapi, akibatnya?
Bagaimana bisa Shen Fanxing mempercayai pria lain hanya dengan beberapa kali bertemu? Bagaimana bisa ia membiarkan pria itu bertaruh untuk hidupnya dengan begitu mudah? Ia benar-benar tidak bisa melakukannya. Manusia memiliki naluri untuk melarikan diri dari rasa sakit. Namun, tidak ada yang melindunginya dari angin dan hujan sehingga ia membentengi dirinya sendiri dan memilih untuk menjadi landak.
Bo Jingchuan hanya melirik Shen Fanxing dengan ringan, kemudian berkata dengan ringan, "Itu urusanku." Shen Fanxing hanya terdiam, lalu mengangkat kepala dan menatapnya. "Bagaimana membuatmu percaya padaku adalah urusanku," ulang Bo Jingchuan. Kemudian, ia tersenyum lembut hingga matanya yang gelap bercahaya. "Jika aku bisa mendapatkanmu dengan mudah, mungkin ada sesuatu yang salah dengan penglihatanku. Ketidakpercayaanmu padaku membuatku semakin menginginkanmu," katanya lagi.
Shen Fanxing kembali membeku untuk sementara waktu. Ia merasa bahwa menghadapi pria di depannya terlalu berat. Ia benar-benar... sedikit kewalahan hingga tak berdaya. Pada akhirnya, ia hanya bisa menyeka dahinya sendiri dan menghela napas ringan. "Yang penting kamu senang," jawabnya.
"Sangat sulit untuk menunggumu bersantai," kata Bo Jingchuan. Suaranya penuh kegembiraan sehingga ketegangan di mobil yang sunyi itu tiba-tiba mencair.
"Aku tidak bisa menerimamu begitu saja," kata Shen Fanxing cepat-cepat. Suasana ini membuatnya merasa seolah-olah Bo Jingchuan telah berhasil dalam mengajukan lamaran pernikahannya.
"Aku tahu," jawab Bo Jingchuan sambil tersenyum. "Jadi, apa yang kamu senangi?"
"Apakah ini maksudmu tadi dengan membuatku senang? Bukannya kamu setuju jika aku mengejarmu?"
"...Bye."
Shen Fanxing diam-diam menggigit bibirnya dan wajah cantiknya mulai terlihat agak malu. Ia tahu bahwa Bo Jingchuan memang cerdas, tetapi reaksi ini terlalu cepat. Ia hanya tidak ingin berurusan dengan Bo Jingchuan. Apakah dia bisa menentukan jika aku setuju atau tidak setuju? Apakah dia akan menyerah jika aku tidak setuju? Jawabanku tidak perlu dipertimbangkan sama sekali, pikir Shen Fanxing.
Setelah selesai berbicara, Shen Fanxing berbalik ke samping untuk membuka pintu mobil. Tetapi, Bo Jingchuan mengulurkan tangannya dan memegang tangan Shen Fanxing. Telapak tangannya yang besar dan hangat membungkus kulit Shen Fanxing yang putih dan lembut. Kontak fisik keduanya membuat tubuh Shen Fanxing sedikit kaku. "Apa yang kamu...?"
"Fanxing."
Suara Bo Jingchuan yang berat dan memesona terdengar di mobil yang sempit. Kata itu seakan sudah lama menunggu di tenggorokannya sebelum melewati bibir dan giginya. Suaranya begitu dalam dan menyenangkan untuk didengar. Bulu mata Shen Fanxing pun sedikit bergetar.