Chereads / Wiro sableng 212 " Banjir Darah Di Tambun tulang " / Chapter 4 - Banjir Darah di Tambun Tulang 04

Chapter 4 - Banjir Darah di Tambun Tulang 04

Dari Tua Gila, Wiro berusaha mendapat keterangan di

mana letaknya bukit Tambun Tulang. Dulu sewaktu

berangkat meninggalkan Pulau Jawa, dari seorang pelaut

dia mendapat tahu bahwa Tambun Tulang adalah nama

sebuah bukit yang terletak di Pulau Andalas.

Namun Tua Gila mengejeknya, malah mendamprat dan

memaki-makinya.

"Orang gila! Bagusnya kau tak usah pergi ke situ.

Kalaupun kau berhasil sampai ke sana, kau cuma datang

mengantar nyawa...."

"Setiap bahaya maut adalah tantangan hidup yang harus

kita hadapi," kata Wiro pula.

Tua Gila tertawa sinis. "Jangan bicara sombong. Orang

gila, apa kau tahu artinya Tambun Tulang? Kalau aku kasih

tahu baru bulu kudukmu merinding. Kalau tidak pingsan

pasti kau terkencing-kencing karena ketakutan.

"Kalau aku begitu pengecutnya masakan aku berani

ambil keputusan untuk mengadakan perjalanan," sahut

Wiro karena merasa dihina sekali.

Tua Gila membelai janggutnya sebentar lalu berkata:

"Nyalimu memangbesar, orang gila. Tapi percuma Saja

keberanian yang luar biasa kalau kau tidak punya ilmu yang

diandalkanl"

Wiro Sableng tertawa. Untuk kesekian kalinya, meskipun

Tua Gila marah-marah dan mendampratnya, namun Wiro

mengucapkan terima kasih kepada orang tua aneh

berwajah angker itu dan minta diri.

"Apa?! Kau mau pergi?! Tidak bisa! Kau tetap berada

dipulau ini sampai kau ada kemampuan untuk membuat

urusan di Tambun Tulang."

Dua hal membuat Wiro Sableng terkejut.

Yang pertama ucapan Tua Gila yang mengatakan

bahwa dia tak boleh meninggalkan pulau itu. Selama ber-

hari-hari bersama si orang tua aneh, baru hari itu dia tahu

kalau dia berada di sebuah pulau. Pantas saja seringkali

didengarnya suara menderu seperti ombak sedang angin

keras sekali. Hal kedua yang mengejutkan Pendekar 212

ialah bahwa dia musti tinggal di pulau itu sampai dia ada

kemampuan untuk ini, berarti bahwa Tua Gila si orang aneh

bertampang angker itu hendak memberinya pelajaran ilmu

silat? Melihat sikap dan ucapan-ucapannya agaknya Tua

Gila mengetahui banyak hal tentang Tambun Tulang!

Tengah Pendekar 212 Wiro Sableng berpikir-pikir begitu

rupa tiba-tiba Tua Gila membentaknya: "Coba perlihatkan

beberapa jurus ilmu silatmu yang kau anggap paling hebat!"

"Apa maksudmu sebenarnya, orang tua?" tanya Wiro

Sableng dengan hati meragu.

"Tak usah banyak tanya! Lekas perlihatkan!" bentak Tua

Gila.

Wiro Sableng yang saat itu sudah sembuh dan berada

dalam keadaan normal seperti sedia kala segera maklum

bahwa orang tua aneh itu mempunyai maksud tertentu

terhadapnya. Maka dia segera mainkan beberapa jurus ilmu

silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Eyang Sinto

Gendeng!

Mula-mula dikeluarkannya jurus yang dinamakan

"Segulung Ombak Menerpa Karang", menyusul "Ular

Naga Menggelung Bukit", lalu Wiro balikkan badan dan

lancarkan jurus "Dibalik Gunung Memukul Halilintar"

dan yang keempat kalinya jurus yang dinamai "Membuka

Jendela Memanah Rembulan". Semua gerakan itu

dilakukannya dengan cepat hingga dalam sesaat saja dia

sudah menyelesaikannya.

Tua Gila tertawa gelak-gelak. Sambil batuk-batuk

kemudian dia berkata: "Coba kau ulangi lagi keempat jurus

itu." Lalu dia mematahkan sebatang ranting dan berdiri

empat langkah dihadapan Wiro Sableng.

Tahu kalau dirinya hendak diuji maka sewaktu bergerak

kembali Wiro Sableng sengaja lipat gandakan tenaga

dalam dan berkelebat dengan ilmu mengentengi tubuh

yang sudah mencapai tingkat kesempurnaannya! Tubuh

Pendekar 212 Wiro Sableng lenyap ditelan oleh gerakannya

sendiri yang berkelebat merupakan bayang-bayang!

Pada waktu Wiro Sableng mengeluarkan jurus "Segulung

Ombak Menerpa Karang" maka kedua tangannya kiri kanan

memukul sebat sampai mengeluarkan suara angin yang

deras,, betul-betul laksana ombak dahsyat memukul

karang. Debu dan pasir serta batu-batu kerikil beterbangan.

Semak belukar bergoyang-goyang!

Anehnya Si Tua Gila menyerangnya, Wiro Sableng

lipat gandakan daya gerakannya. Jurus yang dinamai

"Segulung Ombak Menerpa Karang" itu mengeluarkan

angin pukulan yang laksana ganas mencari sasaran di

kepala dan dada Tua Gila.

Tua Gila mendengus. Ranting di tangan kanannya lenyap

dan gerakan memutar sedang tubuhnya sendiri jingkrak-

jingkrakkan tak menentu macam monyet terbakar ekor!

Anehnya meski gerakan si orang tua bertampang angker

jingkrak-jingkrakkan tak karuan dan dilakukan sambil

cengar-cengir mengejek namun jurus "Segulung Ombak

Menerpa Karang" secara aneh dapat dielakkannya dengan

mudah!

Wiro Sableng penasaran sekali. Tak pernah selama ini

jurus yang dikeluarkannya itu sanggup dielakkan lawan

demikian mudahnya! Karena dengan satu bentakan keras

Wiro susul dengan jurus "Ular Naga Menggelung Bukit".

Jurus ini didahului oleh satu tendangan dahsyat ke arah

bawah perut. Namun ini hanyalah gerak tipu belaka. Bila

lawan menangkis atau mengelak akan menyusul

sambaran sepasang lengan ke al-ah leher atau pinggang.

Sekali leher atau pinggang kena digelung oleh lengan yang

berisi kekuatan tenaga dalam luar biasa itu, tak ampun lagi

pasti akan putus dan orangnya akan konyol!

Dengan gerakan gerabak-gerubuk Tua Gila hindarkan

tendangan,ke arah bawah perutnya. Juga dengan gerakan

aneh macam begitu dia berhasil pula mengelakkan

gelungan tangan lawan yang mengincar leher lalu turun

ke arah pinggang!

"Edan!" maki Pendekar 212. Dalam lain kejap dia sudah

melompat ke muka dan lancarkan jurus "Membuka

Jendela Memanah Rembulan".

Tapi dia cuma menyerang tempat kosong karena si

orang tua sudah lenyap dihadapannya dan terdengar

suara dengus mengejeknya di belakang!

Wiro bersuit nyaring. Balikkan badan dengan cepat

sambil lancarkan serangan dalam jurus "Dibalik Gunung

Memukul Halilintar!"

Tapi lagi-lagi dengan gerakan aneh gerabak-gerubuk

macam monyet mabuk si orang tua berhasil mengelakkan

jurus serangan terakhir yang dilancarkan Wiro Sableng itu!

Wiro melompat mundur.

"Orang tua, aku mengaku kalah!" kata Wiro sejujurnya.

Dia kagum sekali melihat kelihayan orang tua ini.

Tua Gila tertawa mengekeh dan sambit membuang

ranting kering yang ditangannya dia berkata: "Aku tidak

memikirkan soal menang atau kalah! Hanya tukang-

tukang judilah yang memikirkan kalah menang!"

Kemudian dia duduk di bawah pohon kelapa dengan

masih tertawa mengekeh. "Dengan ilmu silat picisan itu

kau mau pergi ke Tambun Tulang...? He... he... he... he....

Belum sampai mungkin kau sudah kojor!"

Wiro Sableng panas sekali hatinya. Ilmu silat warisan

Eyang Sinto Gendeng yang selama ini dianggapnya hebat

dan lihay kini dikatakan sebagai ilmu silat picisan! Betul-

betul Pendekar 212 jadi mengenas hatinya. Namun

demikian adalah satu kenyataan bahwa dia tak sanggup

menghadapi si orang tua dalam keempat jurus tadi! Ini

membuktikan bahwa sepandai-pandainya manusia, masih

ada manusia lain yang lebih pandai dari dia. Bahwa di luar

langit ada langit lagi! Diam-diam Wiro menggerendeng

sambil tundukkan kepala. Tapi ketika kepalanya

ditundukkan, astaga, membeliaklah matanya karena

terkejut!

Betapakah tidak! Baju putih yang dikenakannya ternyata

robek besar diempat bagian! Wiro angkat kepala dan

memandang tak berkesip pada si orang tua! Kalau saja

benda di tangan Tua Gila tadi adalah sebatang pedang dan

benar-benar dipakai untuk mencelakai dirinya, pastilah

sudah sejak tadi nyawanya melayang ke akhirat! Betul-betul

bahwa di luar langit ada langit lagi!

Tua Gila sementara itu tertawa terkekeh-kekeh sambil

usap-usap janggutnya yang putih panjang.

"Sia-sia orang gila! Sia-sia kalau dengan ilmu yang kau

miliki sekarang iri i kau hendak pergi ke Tambun Tulang!

Kau akan mampus percuma!"

"Kalau begitu aku mohon petunjukmu, orang tua,"

kata Wiro Sableng pula.

"Apa? Siapa sudi kasih petunjuk pada orang gila macam

kau!" damprat Tua Gila membuat Wiro untuk kesekian

kalinya memaki dalam hati!

"Aku sudah lihat jurus-jurus silatmu yang tak berguna

itu!" bicara lagi Tua Gila. "Sekarang coba keluarkan ilmu-

ilmu pukulan saktimu! Aku mau lihat apakah juga tak ada

artinya?!"

Penasaran sekali Wira menyurut mundur delapan

langkah. Kedua kakinya direnggangkan. Tenaga dalam

segera dialirkan ke lengan kanan.

"Orang tua! Berdirilah)" seru Wiro Sableng ketika di-

lihatnya Tua Gila masih duduk di bawah pohon kelapa

sambil cengar cengir seenaknya.

"Ah, untuk menerima.pukulanmu yang tak berguna

kenapa musti berdiri segala?! Silahkan memukul, orang

gila!"

Wiro kertakkan rahang dan lipat gandakan tenaga

dalamnya. "Kalau kau mendapat celaka, jangan salahkan

aku!" gerendeng Wiro. Tangan kanannya diangkat tinggi-

tinggi ke atas. Begitu tinju dihantamkan ke muka maka

kelima jari membuka dan satu gumpalan angin keras

menderu ke arah Tua Gila yang masih saja duduk tertawa-

tawa.

"Ah! Cuma pukulan kunyuk melempar buah! Tak ada

gunanya bagiku!" ejek tua Gila. Tangan kirinya dilambaikan

ke arah gumpalan angin yang hendak melabraknya.

Terdengar suara berdentum, Wiro tersurut. tiga langkah ke

belakang! Ketika dia memandang ke muka, si orang tua

dilihatnya tertawa mengekeh dan masih tetap duduk di

bawah pohon kelapa itu! .

Wiro merutuk setengah mati.

Kedua tangan diangkat ke atas.

"Tua Gila! Terima pukulanku yang kedua ini!" Kemudian

tanpa tunggu lebih lama Wiro putar-putarkan kedua

tangannya di udara. Gelombang angin yang tiada tara

dahsyatnya menderu. Debu dan pasir beterbangan. Batu-

batu kerikil mental. Semak belukar luruh, daun-daun pohon

berguguran bahkan banyak cabang-cabang dan rantingnya

yang patah! Pakaian, rambut dan janggut Tua Gila kelihatan

berkibar-kibar! Tapi anehnya dia tetap saja duduk di

tempatnya, malah berkata' "Ah, sejuknya pukulan angin

puyuh ini. Mataku sampai-sampai mengantuk!" Dia

menguap lalu letakkan kepalanya di atas lutut seperti sikap

orang yang hendak tidur mencangkung!

"Edan!" maki Wiro Sableng. Pukulan angin puyuh segera

diganti dengan pukulan angin es. Udara di atas pulau itu

mendadak sontak menjadi dingin tiada terperikan.

Binatang-binatang kecil seperti burung, jatuh menggelepar

kaku. Sebaliknya si orang tua mendongak ke langit dan

berkata seakan-akan pada dirinya sendiri; "Ah, panas sekali

hari ini!.Tubuhku sampai keringatan!" Lalu Tua Gila kibas-

kibaskan pakaian putihnya. Dengan serta merta lenyaplah

pengaruh pukulan angin es yang telah dilepaskan oleh Wiro

Sableng!

"Orang gila! Apakah kau masih punya ilmu simpanan

yang lain?!" seru Tua Gila dengan nada mengejek!

Wiro jambak-jambak rambutnya saking gemas.

"Ayo! Pukulan sinar matahari belum kau keluarkan!

Sudah lama aku tidak melihat pukulan itu!"

Sebenarnya susah sejak tadi Wiro Sableng terkejut

karena Tua Gila mengetahui setiap jurus pukulan yang

hendak dilepaskannya. Bahkan kini kejutnya itu bertambah

lagi sewaktu Tua Gila menyuruhnya mengeluarkan

pukulan sinar matahari!1 Siapa sesungguhnya orang tua

aneh ini, pikir Wiro tiada henti!

"Ayo! Kenapa jadi macam orang pikun?! Keluarkan

pukulan sinar matahari!" berseru lagi Tua Gila.

Penasaran sekati Wiro alirkan seluruh tenga dalamnya ke

tangan kanan. Mulutnya komat-kamit. Sekejap kemudian

tangannya itu mulai dari siku sampai ke ujung-ujung jari

berubah menjadi putih sekali! Lima kuku-kuku jarinya

memijar menyilaukan laksana perak ditimpa sinar

matahari!

Tua Gila untuk pertama kalinya berdiri dengan cepat.

Matanya yang lebar memandang ke muka tak berkedip.

Tubuhnya sedikit dibungkukkan dan pada saat dilihatnya

Wiro memukulkan tangan kanan ke muka, orang tua ini

dorongkah telapak tangan kanannya ke depan!

Dari tangan Wiro Sableng menderu satu larik besar

sinar putih yang tiada terkirakan panasnya! Sebaliknya

dari tangan Tua Gila berkiblat tujuh sinar pelangi yang

menderu ganas-dan memapasi sinar putih berkilau!

Terdengar suara berdentum yang teramat dahsyat!

Langit laksana robek!

Pulau itu laksana tenggelam ke dasar laut!

Dunia seperti mau kiamat!

Wiro Sableng mencelat sampai tiga tombak. Ketika

dia berdiri mengimbangi badan, dadanya terasa sakit.

Tenggorokannya gatal. Dia terbatuk lapi darah yang

menyembur! Cepat-cepat Wiro telan sebutir pil! Lalu atur

jalan darah dan nafasnya! Di seberangnya dilihat se-

pasang kaki Tua Gila amblas ke dalam tanah sedalam

betis! Sambil batuk-batuk dan tertawa-tawa, orang tua

itu cabut kedua kakinya.

"Ah... baru pukulanmu yang satu itu yang agak berguna

dimataku!" kata Tua Gila. Perlahan-lahan dia duduk

kembali di bawah pohon kelapa. Tiba-tiba dia berpaling

ke kiri dan mendamprat keras: "Bocah sialan! Kau berani

mengintai urusan orang! Pergi!"

Ternyata yang dibentak dan diusirnya itu adalah anak

kecil yang tempo hari ditolong oleh Wiro di tengah

lautan. Si anak dengari takut segera lari meninggalkan

tempat itu.

Tua Gila mendongak ke langit. Saat itu sang surya telah

menggelincir ke arah barat.

"Hem... sudah rembang pelang. Tentu pasang sudah naik"

Dia berpaling pada Wiro dan berdiri. Lalu katanya:

"Mari ikut aku ke pantai!"

Mula-mula Wiro merasa bimbang dan tetap berdiri di

tempatnya. Tapi ketika Tua Gila membentaknya dengan

mata melotot marah, maka dengan rasa ingin tahu apa

yang hendak diperbuat orarig tua aneh itu akhirnya Wiro

mengikut juga!