Dari Tua Gila, Wiro berusaha mendapat keterangan di
mana letaknya bukit Tambun Tulang. Dulu sewaktu
berangkat meninggalkan Pulau Jawa, dari seorang pelaut
dia mendapat tahu bahwa Tambun Tulang adalah nama
sebuah bukit yang terletak di Pulau Andalas.
Namun Tua Gila mengejeknya, malah mendamprat dan
memaki-makinya.
"Orang gila! Bagusnya kau tak usah pergi ke situ.
Kalaupun kau berhasil sampai ke sana, kau cuma datang
mengantar nyawa...."
"Setiap bahaya maut adalah tantangan hidup yang harus
kita hadapi," kata Wiro pula.
Tua Gila tertawa sinis. "Jangan bicara sombong. Orang
gila, apa kau tahu artinya Tambun Tulang? Kalau aku kasih
tahu baru bulu kudukmu merinding. Kalau tidak pingsan
pasti kau terkencing-kencing karena ketakutan.
"Kalau aku begitu pengecutnya masakan aku berani
ambil keputusan untuk mengadakan perjalanan," sahut
Wiro karena merasa dihina sekali.
Tua Gila membelai janggutnya sebentar lalu berkata:
"Nyalimu memangbesar, orang gila. Tapi percuma Saja
keberanian yang luar biasa kalau kau tidak punya ilmu yang
diandalkanl"
Wiro Sableng tertawa. Untuk kesekian kalinya, meskipun
Tua Gila marah-marah dan mendampratnya, namun Wiro
mengucapkan terima kasih kepada orang tua aneh
berwajah angker itu dan minta diri.
"Apa?! Kau mau pergi?! Tidak bisa! Kau tetap berada
dipulau ini sampai kau ada kemampuan untuk membuat
urusan di Tambun Tulang."
Dua hal membuat Wiro Sableng terkejut.
Yang pertama ucapan Tua Gila yang mengatakan
bahwa dia tak boleh meninggalkan pulau itu. Selama ber-
hari-hari bersama si orang tua aneh, baru hari itu dia tahu
kalau dia berada di sebuah pulau. Pantas saja seringkali
didengarnya suara menderu seperti ombak sedang angin
keras sekali. Hal kedua yang mengejutkan Pendekar 212
ialah bahwa dia musti tinggal di pulau itu sampai dia ada
kemampuan untuk ini, berarti bahwa Tua Gila si orang aneh
bertampang angker itu hendak memberinya pelajaran ilmu
silat? Melihat sikap dan ucapan-ucapannya agaknya Tua
Gila mengetahui banyak hal tentang Tambun Tulang!
Tengah Pendekar 212 Wiro Sableng berpikir-pikir begitu
rupa tiba-tiba Tua Gila membentaknya: "Coba perlihatkan
beberapa jurus ilmu silatmu yang kau anggap paling hebat!"
"Apa maksudmu sebenarnya, orang tua?" tanya Wiro
Sableng dengan hati meragu.
"Tak usah banyak tanya! Lekas perlihatkan!" bentak Tua
Gila.
Wiro Sableng yang saat itu sudah sembuh dan berada
dalam keadaan normal seperti sedia kala segera maklum
bahwa orang tua aneh itu mempunyai maksud tertentu
terhadapnya. Maka dia segera mainkan beberapa jurus ilmu
silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Eyang Sinto
Gendeng!
Mula-mula dikeluarkannya jurus yang dinamakan
"Segulung Ombak Menerpa Karang", menyusul "Ular
Naga Menggelung Bukit", lalu Wiro balikkan badan dan
lancarkan jurus "Dibalik Gunung Memukul Halilintar"
dan yang keempat kalinya jurus yang dinamai "Membuka
Jendela Memanah Rembulan". Semua gerakan itu
dilakukannya dengan cepat hingga dalam sesaat saja dia
sudah menyelesaikannya.
Tua Gila tertawa gelak-gelak. Sambil batuk-batuk
kemudian dia berkata: "Coba kau ulangi lagi keempat jurus
itu." Lalu dia mematahkan sebatang ranting dan berdiri
empat langkah dihadapan Wiro Sableng.
Tahu kalau dirinya hendak diuji maka sewaktu bergerak
kembali Wiro Sableng sengaja lipat gandakan tenaga
dalam dan berkelebat dengan ilmu mengentengi tubuh
yang sudah mencapai tingkat kesempurnaannya! Tubuh
Pendekar 212 Wiro Sableng lenyap ditelan oleh gerakannya
sendiri yang berkelebat merupakan bayang-bayang!
Pada waktu Wiro Sableng mengeluarkan jurus "Segulung
Ombak Menerpa Karang" maka kedua tangannya kiri kanan
memukul sebat sampai mengeluarkan suara angin yang
deras,, betul-betul laksana ombak dahsyat memukul
karang. Debu dan pasir serta batu-batu kerikil beterbangan.
Semak belukar bergoyang-goyang!
Anehnya Si Tua Gila menyerangnya, Wiro Sableng
lipat gandakan daya gerakannya. Jurus yang dinamai
"Segulung Ombak Menerpa Karang" itu mengeluarkan
angin pukulan yang laksana ganas mencari sasaran di
kepala dan dada Tua Gila.
Tua Gila mendengus. Ranting di tangan kanannya lenyap
dan gerakan memutar sedang tubuhnya sendiri jingkrak-
jingkrakkan tak menentu macam monyet terbakar ekor!
Anehnya meski gerakan si orang tua bertampang angker
jingkrak-jingkrakkan tak karuan dan dilakukan sambil
cengar-cengir mengejek namun jurus "Segulung Ombak
Menerpa Karang" secara aneh dapat dielakkannya dengan
mudah!
Wiro Sableng penasaran sekali. Tak pernah selama ini
jurus yang dikeluarkannya itu sanggup dielakkan lawan
demikian mudahnya! Karena dengan satu bentakan keras
Wiro susul dengan jurus "Ular Naga Menggelung Bukit".
Jurus ini didahului oleh satu tendangan dahsyat ke arah
bawah perut. Namun ini hanyalah gerak tipu belaka. Bila
lawan menangkis atau mengelak akan menyusul
sambaran sepasang lengan ke al-ah leher atau pinggang.
Sekali leher atau pinggang kena digelung oleh lengan yang
berisi kekuatan tenaga dalam luar biasa itu, tak ampun lagi
pasti akan putus dan orangnya akan konyol!
Dengan gerakan gerabak-gerubuk Tua Gila hindarkan
tendangan,ke arah bawah perutnya. Juga dengan gerakan
aneh macam begitu dia berhasil pula mengelakkan
gelungan tangan lawan yang mengincar leher lalu turun
ke arah pinggang!
"Edan!" maki Pendekar 212. Dalam lain kejap dia sudah
melompat ke muka dan lancarkan jurus "Membuka
Jendela Memanah Rembulan".
Tapi dia cuma menyerang tempat kosong karena si
orang tua sudah lenyap dihadapannya dan terdengar
suara dengus mengejeknya di belakang!
Wiro bersuit nyaring. Balikkan badan dengan cepat
sambil lancarkan serangan dalam jurus "Dibalik Gunung
Memukul Halilintar!"
Tapi lagi-lagi dengan gerakan aneh gerabak-gerubuk
macam monyet mabuk si orang tua berhasil mengelakkan
jurus serangan terakhir yang dilancarkan Wiro Sableng itu!
Wiro melompat mundur.
"Orang tua, aku mengaku kalah!" kata Wiro sejujurnya.
Dia kagum sekali melihat kelihayan orang tua ini.
Tua Gila tertawa mengekeh dan sambit membuang
ranting kering yang ditangannya dia berkata: "Aku tidak
memikirkan soal menang atau kalah! Hanya tukang-
tukang judilah yang memikirkan kalah menang!"
Kemudian dia duduk di bawah pohon kelapa dengan
masih tertawa mengekeh. "Dengan ilmu silat picisan itu
kau mau pergi ke Tambun Tulang...? He... he... he... he....
Belum sampai mungkin kau sudah kojor!"
Wiro Sableng panas sekali hatinya. Ilmu silat warisan
Eyang Sinto Gendeng yang selama ini dianggapnya hebat
dan lihay kini dikatakan sebagai ilmu silat picisan! Betul-
betul Pendekar 212 jadi mengenas hatinya. Namun
demikian adalah satu kenyataan bahwa dia tak sanggup
menghadapi si orang tua dalam keempat jurus tadi! Ini
membuktikan bahwa sepandai-pandainya manusia, masih
ada manusia lain yang lebih pandai dari dia. Bahwa di luar
langit ada langit lagi! Diam-diam Wiro menggerendeng
sambil tundukkan kepala. Tapi ketika kepalanya
ditundukkan, astaga, membeliaklah matanya karena
terkejut!
Betapakah tidak! Baju putih yang dikenakannya ternyata
robek besar diempat bagian! Wiro angkat kepala dan
memandang tak berkesip pada si orang tua! Kalau saja
benda di tangan Tua Gila tadi adalah sebatang pedang dan
benar-benar dipakai untuk mencelakai dirinya, pastilah
sudah sejak tadi nyawanya melayang ke akhirat! Betul-betul
bahwa di luar langit ada langit lagi!
Tua Gila sementara itu tertawa terkekeh-kekeh sambil
usap-usap janggutnya yang putih panjang.
"Sia-sia orang gila! Sia-sia kalau dengan ilmu yang kau
miliki sekarang iri i kau hendak pergi ke Tambun Tulang!
Kau akan mampus percuma!"
"Kalau begitu aku mohon petunjukmu, orang tua,"
kata Wiro Sableng pula.
"Apa? Siapa sudi kasih petunjuk pada orang gila macam
kau!" damprat Tua Gila membuat Wiro untuk kesekian
kalinya memaki dalam hati!
"Aku sudah lihat jurus-jurus silatmu yang tak berguna
itu!" bicara lagi Tua Gila. "Sekarang coba keluarkan ilmu-
ilmu pukulan saktimu! Aku mau lihat apakah juga tak ada
artinya?!"
Penasaran sekali Wira menyurut mundur delapan
langkah. Kedua kakinya direnggangkan. Tenaga dalam
segera dialirkan ke lengan kanan.
"Orang tua! Berdirilah)" seru Wiro Sableng ketika di-
lihatnya Tua Gila masih duduk di bawah pohon kelapa
sambil cengar cengir seenaknya.
"Ah, untuk menerima.pukulanmu yang tak berguna
kenapa musti berdiri segala?! Silahkan memukul, orang
gila!"
Wiro kertakkan rahang dan lipat gandakan tenaga
dalamnya. "Kalau kau mendapat celaka, jangan salahkan
aku!" gerendeng Wiro. Tangan kanannya diangkat tinggi-
tinggi ke atas. Begitu tinju dihantamkan ke muka maka
kelima jari membuka dan satu gumpalan angin keras
menderu ke arah Tua Gila yang masih saja duduk tertawa-
tawa.
"Ah! Cuma pukulan kunyuk melempar buah! Tak ada
gunanya bagiku!" ejek tua Gila. Tangan kirinya dilambaikan
ke arah gumpalan angin yang hendak melabraknya.
Terdengar suara berdentum, Wiro tersurut. tiga langkah ke
belakang! Ketika dia memandang ke muka, si orang tua
dilihatnya tertawa mengekeh dan masih tetap duduk di
bawah pohon kelapa itu! .
Wiro merutuk setengah mati.
Kedua tangan diangkat ke atas.
"Tua Gila! Terima pukulanku yang kedua ini!" Kemudian
tanpa tunggu lebih lama Wiro putar-putarkan kedua
tangannya di udara. Gelombang angin yang tiada tara
dahsyatnya menderu. Debu dan pasir beterbangan. Batu-
batu kerikil mental. Semak belukar luruh, daun-daun pohon
berguguran bahkan banyak cabang-cabang dan rantingnya
yang patah! Pakaian, rambut dan janggut Tua Gila kelihatan
berkibar-kibar! Tapi anehnya dia tetap saja duduk di
tempatnya, malah berkata' "Ah, sejuknya pukulan angin
puyuh ini. Mataku sampai-sampai mengantuk!" Dia
menguap lalu letakkan kepalanya di atas lutut seperti sikap
orang yang hendak tidur mencangkung!
"Edan!" maki Wiro Sableng. Pukulan angin puyuh segera
diganti dengan pukulan angin es. Udara di atas pulau itu
mendadak sontak menjadi dingin tiada terperikan.
Binatang-binatang kecil seperti burung, jatuh menggelepar
kaku. Sebaliknya si orang tua mendongak ke langit dan
berkata seakan-akan pada dirinya sendiri; "Ah, panas sekali
hari ini!.Tubuhku sampai keringatan!" Lalu Tua Gila kibas-
kibaskan pakaian putihnya. Dengan serta merta lenyaplah
pengaruh pukulan angin es yang telah dilepaskan oleh Wiro
Sableng!
"Orang gila! Apakah kau masih punya ilmu simpanan
yang lain?!" seru Tua Gila dengan nada mengejek!
Wiro jambak-jambak rambutnya saking gemas.
"Ayo! Pukulan sinar matahari belum kau keluarkan!
Sudah lama aku tidak melihat pukulan itu!"
Sebenarnya susah sejak tadi Wiro Sableng terkejut
karena Tua Gila mengetahui setiap jurus pukulan yang
hendak dilepaskannya. Bahkan kini kejutnya itu bertambah
lagi sewaktu Tua Gila menyuruhnya mengeluarkan
pukulan sinar matahari!1 Siapa sesungguhnya orang tua
aneh ini, pikir Wiro tiada henti!
"Ayo! Kenapa jadi macam orang pikun?! Keluarkan
pukulan sinar matahari!" berseru lagi Tua Gila.
Penasaran sekati Wiro alirkan seluruh tenga dalamnya ke
tangan kanan. Mulutnya komat-kamit. Sekejap kemudian
tangannya itu mulai dari siku sampai ke ujung-ujung jari
berubah menjadi putih sekali! Lima kuku-kuku jarinya
memijar menyilaukan laksana perak ditimpa sinar
matahari!
Tua Gila untuk pertama kalinya berdiri dengan cepat.
Matanya yang lebar memandang ke muka tak berkedip.
Tubuhnya sedikit dibungkukkan dan pada saat dilihatnya
Wiro memukulkan tangan kanan ke muka, orang tua ini
dorongkah telapak tangan kanannya ke depan!
Dari tangan Wiro Sableng menderu satu larik besar
sinar putih yang tiada terkirakan panasnya! Sebaliknya
dari tangan Tua Gila berkiblat tujuh sinar pelangi yang
menderu ganas-dan memapasi sinar putih berkilau!
Terdengar suara berdentum yang teramat dahsyat!
Langit laksana robek!
Pulau itu laksana tenggelam ke dasar laut!
Dunia seperti mau kiamat!
Wiro Sableng mencelat sampai tiga tombak. Ketika
dia berdiri mengimbangi badan, dadanya terasa sakit.
Tenggorokannya gatal. Dia terbatuk lapi darah yang
menyembur! Cepat-cepat Wiro telan sebutir pil! Lalu atur
jalan darah dan nafasnya! Di seberangnya dilihat se-
pasang kaki Tua Gila amblas ke dalam tanah sedalam
betis! Sambil batuk-batuk dan tertawa-tawa, orang tua
itu cabut kedua kakinya.
"Ah... baru pukulanmu yang satu itu yang agak berguna
dimataku!" kata Tua Gila. Perlahan-lahan dia duduk
kembali di bawah pohon kelapa. Tiba-tiba dia berpaling
ke kiri dan mendamprat keras: "Bocah sialan! Kau berani
mengintai urusan orang! Pergi!"
Ternyata yang dibentak dan diusirnya itu adalah anak
kecil yang tempo hari ditolong oleh Wiro di tengah
lautan. Si anak dengari takut segera lari meninggalkan
tempat itu.
Tua Gila mendongak ke langit. Saat itu sang surya telah
menggelincir ke arah barat.
"Hem... sudah rembang pelang. Tentu pasang sudah naik"
Dia berpaling pada Wiro dan berdiri. Lalu katanya:
"Mari ikut aku ke pantai!"
Mula-mula Wiro merasa bimbang dan tetap berdiri di
tempatnya. Tapi ketika Tua Gila membentaknya dengan
mata melotot marah, maka dengan rasa ingin tahu apa
yang hendak diperbuat orarig tua aneh itu akhirnya Wiro
mengikut juga!