" Astaga, ma? Mama nggak KB? Masa iya Nina punya tante yang belum lahir?" kata Wina cemberut.
" Sudah, ma! Panggil saja!" kata Ben.
" Ma! Bilang sama Vera nitip asinan yang dekat rumahnya itu!" kata Wina.
" Apa? Nggak!" jawab Manda cepat.
" Mama jahat! Hiksss!" rengek Wina.
" Astaga, mulai lagi!" kata Ben pusing.
" Iya! Mama akan bilang sama Vera.
" Banyakin cabenya, ya, ma!" kata Wina.
" Apa?..."
Mata Wina mulai berkaca-kaca dan bibirnya perlahan melengkung ke bawah.
" Iya! Iya!" jawab Manda ikutan pusing.
" Undang Revan dan keluarganya nanti malam, ma!" kata Ben.
" Iya, Pa!" jawab Manda.
Vera akhirnya datang juga sejam kemudian. Dia berjalan masuk sambil membawa bungkusan asinan pesanan Wina.
" Tante!" sapa Vera pada Manda.
" Ver! Ayo naik ke atas!" kata Manda.
" Mbok! Masukkan asinan ini ke mangkok dan bawa naik ke atas!" kata Manda.
" Baik, Nyonya!" kata Mbok Marni.
Mereka naik ke lantai 2 dan mengetuk pintu kamar Wina. Manda membuka kamar itu dan melihat Wina sedang berbaring sambil melihat ponselnya, sementara Nina bermain di sofa.
" Tante Veraaaa!" sapa Nina.
" Sayang! Princessnya Tante!" sahut Vera,
" Mana asinannya?" tanya Wina.
" Ini! jawab Ben tiba-tiba yang masuk membawa mangkok dan meletakkannya di atas nakas. Wina mendekati asinan tersebut lalu menciumnya.
" Hmmm! Harum sekali!" kata Wina lalu kembali ke tempatnya semula.
" Nggak dimakan?" tanya Ben.
" Vera saja yang makan!" ucap Wina santai.
" Isshhh! Lama-lama Papa jadi kesel liat anakmu!" kata Ben pada Manda karena melihat tingkah Wina. Vera hanya tersenyum kecut melihat tingkah sepupunya itu.
" Ayo, Wina gue periksa sebentar!" kata Vera.
" Gue nggak sakit! Mama, tuh, yang hamil!" kata Wina.
" Husshhh! Sembarangan saja anak ini!" kata Manda.
" Kapan lo terakhir datang bulan?" tanya Vera.
" Tau! Sebulan yang lalu kalee!" jawab Wina santai.
" Yakin?" tanya Vera. Wina menatap Vera, Manda dan Ben bergantian, seakan menyadari jika ada kemungkinan dirinya...hamil!
" Periksa gue!" kata Wina datar. Vera mengeluarkan alat kedokterannya dan duduk di pinggir Wina. Dia memeriksa dengan teliti tubuh sepupunya itu.
" Pipis sana, gih!" ucap Vera menyerahkan sebuah testpack pada Wina. Dengan cepat Wina menerimanya dan beranjak pergi ke kamar mandi. Wina menatap testpack tersebut dengan mata berkaca-kaca. Dia menangis karena haru dan juga kesal.
" Ver! Kenapa dia nggak datang-datang?" tanya Manda.
" Win! Wina!" panggil Manda.
" Kamu nggak apa-apa?" tanya Manda.
Tok! Tok! Ada suara ketukan dari arah pintu.
" Maaf, Tuan! Ada keluarga Tuan Valen di bawah.
" Apa? Ada apa ini? Bukannya mereka harusnya datang nanti malam?" tanya Ben pada Manda, Manda hanya mengangkat bahunya.
" Suruh naik saja, mbok!" kata Ben. Setelah beberapa saat duduk di atas kursi di dalam kamar mandi, Wina berdiri dan berjalan ke arah pintu. Wina memutar kunci pintu dan membuka pintu itu. Ceklek! Wajahnya diangkat agar bisa melihat siapa yang ada di depannya. Astaga! Kenapa banyak sekali orang disini? batin Wina. Tapi dia langsung sedih dan matanya berkaca-kaca saat orang yang diharapkannya tidak ada.
" Hiksss! Hiksss!"
" Lho! Kok, malah nangis? Apa hasilnya?" tanya Manda terkejut.
" Wina nggak mau nikah sama Revan!" kata Wina merajuk dan berbaring ke atas ranjang.
" Apaaaaa?!" teriak semua orang. Wina semakin kencang menangis karena terkejut mendengar teriakan mereka.
" Huaaaaaa!" tangis Wina.
" Ya, Tuhan! Kenapa dia seperti remaja labil begitu!" ucap Ben sebel.
" Win! Malu sama Nina!" kata Manda menenangkan putrinya.
" Huaaaaaa! Mama jahatttt!" suara Wina kembali terdengar.
" Astaga! Drama sekali menantumu!" ucap Valen pada Tata dengan tertawa cekikikan.
" Om Valen jahat! Huaaaaa!" kata Wina yang melihat calon mertuanya tertawa seakan mengejeknya.
" Kau ini!" kata Tata kesal, membuat Valen langsung terdiam.
" Ada apa ini? Kok, rame sekali?" tiba-tiba datang si Pangeran Kodok...xixixi.
" Sayanggggg!" teriak Wina merentangkan tangannya pada Revan. Revan yang melihat tingkah Wina jadi terkejut. Lebay amant! batin Revan, tapi dia berjalan mendekati Wina dan memberikan dia seikat bunga dan coklat kesukaan wanita itu.
" Sayang!" ucap Revan lalu memeluk Wina dan mengusap-usap punggungnya.
" Positif!" teriak Vera dari dalam kamar mandi.
" Kamu urus calon istri dan bayimu! Bikin panik orang aja!" teriak Ben. Lalu pergi meninggalkan kamar putrinya.
" Ckckck! Dasar pasangan aneh!" umpat Valen segera ditepuk oleh Tata.
" Kamu mau dia drama lagi?" bisik Tata. Valen segera terdiam dan pergi mengikuti Ben. Akhirnya mereka hanya berdua di dalam kamar. Wina mengacuhkan Revan dan menikmati coklat pemberian pria itu. Revan yang melihat asinan menelan salivanya, dia mendekati mangkok itu dan perlahan memakannya.
" Itu punya Vera!" kata Wina.
" Aku hanya minta sedikit saja!" jawab Revan. Mereka lalu asik dengan acara makan-makannya.
" Kita majukan pernikahan ini menjadi lusa saja!" kata Valen.
" Aku setuju!" kata Ben.
" Telpon EO agar segera mempersiapkan semuanya!" kata Valen pada Reva.
" Iya, Pa!" jawab Reva.
" Nina mau punya adek?" tanya Tata.
" Adek? Mau banget, Oma!" jawab Nina berbinar.
" Tapi adeknya cewek, ya, biar bisa main sama Nina!" kata Nina dengan suara kanak-kanaknya.
" Kalo cowok nggak mau?" tanya Tata.
" Nggak! Masak cowok main boneka?" kata Nina cemberut.
" Tapi dia bisa jagain Nina dari anak nakal!" kata Tata.
" Seperti Baron?" tanya Nina dengan mata membesar.
" Baron?" ucap Tata.
" Baron itu teman sekolahnya yang sering jahil sama dia!" kata Manda.
" Iya! Nanti adek Nina bakal lindungin Nina dari Baron!" kata Tata.
" Nina mau kalo gitu!" teriak Nina dengan wajahnya yang berbinar senang.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang juga. Meskipun melewati banyak drama, Revan dan Wina bisa menikah dengan lancar dan banyak tamu undangan yang hadir.
" Kamu nggak kenyang, sayang?" tanya Revan yang melihat Wina dari tadi makan terus.
" Kan makannya berdua!" jawab Wina kesal.
" Iya! Aku hanya bercanda!" kata Revan lupa jika istrinya saat ini moodnya sedang kayak lift barang...xixixi.
" Becandanya jelek!" kata Wina sebel. Revan hanya tersenyum kecut mendengar ucapan istrinya.
Dibelahan bumi lain, seorang wanita sedang menagis meratapi ponselnya. Dia melihat berita tentang pernikahan Revan dan Wina. Seorang pria memeluk tubuhnya dengan erat dan mengecup kening wanita itu berulang-ulang.
" Menangislah jika itu akan membuatmu lega!" kata pria itu.
" Sakit, Will!" ucap wanita itu.
" Iya! Aku tahu rasanya , Ngel!" jawab William.
" Kita akan melewati semua ini bersama-sama!" kata William membuat hati Angel sedikit lega dan merasa lapang.
Wina dan Revan melahirkan anak kembar dan Angel bisa hamil lagi setelah mengobati penyakit jantungnya. Dan mereka melahirkan seorang anak perempuan yang cantik dan lucu.
" Merry me, Will!" ucap Angel saat mereka sedang menatap tubuh mungil di pelukan William.
" A...apa?" ucap William terkejut.
" Merry me!" kata Angel lagi.
" Are you serious?" tanya William dengan mata berkaca-kaca. Angel menganggukkan kepalanya dan tersenyum. William segera membuka kancing kemeja atasnya dan membuka kalungnya yang berliontinkan sebuah cincin berlian.
" Kamu..."
" Iya! Dia selalu disini! Angel Sebastian, will you merry me?" ucap William sambil berjongkok dengan satu kaki.
" Yes!" jawab Angel berkaca-kaca.
" I love you!" ucap William setelah berdiri dan menyematkan cincin itu di jari Angel lalu memeluk ibu dari anaknya.
" Make me love you!" balas Angel.
" I will!" jawab William kemudian mencium mesra bibir Angel.
_________________________________ THE END _______________________________________________