Chereads / Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 162 - MERASA EGOIS 2

Chapter 162 - MERASA EGOIS 2

Revan membuka matanya dan tidak menemukan Wina disampingnya. Dia mencari ke dalam kamar mandi hingga keluar kamar, tapi Wina tidak ada. Revan melihat sebuah kertas dibawah ponselnya dan membaca isi kertas itu.

" Maaf! Aku harap kita melupakan yang terjadi semalam! Kita sudah menentukan jalan kita sendiri-sendiri, ada anak yang akan lahir dari rahim istrimu!"

Revan meremas kertas tersebut dan membuangnya asal, wajahnya berubah menjadi gelap dan tangannya mengepal sempurna. Perasaannya campur aduk antara marah, merasa terhina dan dipermainkan. Revan memejamkan kedua matanya lalu menghantam kaca wastafel hingga pecah dan tangannya mengeluarkan darah.

Dia sangat menginginkan kebersamaan seperti semalam, tapi menurutnya Wina meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan yang berarti. Revan memakai pakaiannya dan meminta Jim untuk datang.

" Jim! Bawakan isi lemariku!" kata Revan.

" Bos?" kata Jim.

" Sekarang!" kata Revan.

" Baik, Bos!" jawab Jim yang sedih mendengar permintaan Bosnya itu. Jim tidak bisa menolak permintaan Revan, karena dia tahu apa yang akan dilakukan pria itu jika keinginannya tidak dipenuhi. Jim segera pergi ke kantor Revan dan mengambil pesanan Revan. Tok! Tok!

" Masuk!" jawab Revan saat Jim mengetuk pintu kamar Revan.

" Bos!" sapa Jim. Dia begitu miris melihat keadaan Revan yang duduk di sofa dengan tangan terbalut kain dan terdapat darah disana.

" Apa perlu saya panggil Dokter Dominic?" tanya Jim.

" Pergilah! Tinggalkan aku sendiri!" kata Revan.

" Baik, Bos!" jawab Jim. Apa ini ada kaitannya dengan Bu Wina? batin Jim. Astaga! Mana hari ini ada meeting penting! batin Jim pusing. Ponsel Jim berdering, nama Nyonya Bos tertera di layar.

" Mampus! Aku harus bilang apa?" ucap Jim bingung.

" Halo, Nyonya! Selamat Pagi!" sapa Jim.

" Pagi, Jim! Apa suamiku bersamamu?" tanya Angel.

" Maaf, Nyonya! Bos pergi keluar kota pagi-pagi sekali karena ada masalah dengan perusahaan rekanan kita!" jawab Jim dengan perasaan bersalah.

" O, begitu! Tapi kenapa dia tidak menghubungiku sama sekali?" tanya Angel lagi.

" Itu...karena memang mendadak sekali, Nyonya dan Hp Bos memang sedikit rewel katanya!" kata Jim lagi.

" Apakah kamu bisa memberikan ponselmu padanya?" tanya Angel.

" Maaf, Nyonya! Saya tidak ikut pergi karena ada meeting penting hari ini!" jawab Jim sedih. Angel terdiam, hatinya sangat gelisah semalaman.

" Baiklah, Jim! Semoga dia segera menghubungiku!" kata Angel.

" Iya, Nyonya!" jawab Jim. Kasihan kamu, Nyonya! batin Jim. Jim kemudian pergi meninggalkan Revan karena harus pergi meeting dan menjelaskan pada para pemegang saham dimana Revan.

" Apa maksud anda Pak Revan sedang tidak ada di tempat?" tanya Baron, salah satu pemegang saham.

" Seperti yang saya bilang, Bos saya sedang menangani hal yang urgent!" jawab Jim.

" Dia anggap apa kami? Jangan mentang-mentang pemilik saham terbesar lalu berbuat seenak sendiri!" sahut Baron marah.

" Maaf jika anda semua merasa seperti itu, tapi seperti biasa jika Bos saya tidak hadir, maka saya yang mewakili beliau!" kata Jim tegas.

" Kami tidak butuh kamu! Kamu hanya asisten disini! Mana bisa kamu mengambil keputusan besar disini!" kata Baron lagi.

" Iya, Pak Jim! Anda hanya asisten!" sahut Dion, yang juga salah seorang pemegang saham.

" Kita bubar saja! Kita bilang saja sama Pak Valen tentang hal ini!" kata Baron.

" Saya tidak akan berbuat begitu jika saya jadi kalian!" kata Jim datar.

" Apa kamu mengancam kami?" kata Baron marah.

" Terserah apa kata kalian, tapi kalian mengenal siapa Bos saya bukan?" kata Jim tegas.

Setelah ancaman yang dilakukan Jim, mereka akhirnya meneruskan meeting tersebut yang hanya dicatat oleh Jim dan akan dilaporkan pada Revan.

" Apa Pak Halim ada?" tanya Wina pada Citra, sekretaris Halim.

" Bapak pergi keluar, Bu! Katanya ada meeting pemegang saham!" jawab Citra.

" Apa belum kembali? Ini sudah jam makan siang!" jawab Wina.

" Itu beliau!" kata Citra saat melihat Halim berjalan ke arah mereka.

" Pak Halim!" sapa Wina.

" Win! Ada perlu apa? Ayo, masuk!" kata Halim.

" Ini tentang gedung Pak Revan..."

" Apa kamu tahu dia membuat para pemegang saham sangat marah?" kata Halim.

" Apa bapak dari kantor dia?" tanya Wina.

" Iya! Tapi dia tidak ada! Katanya sedang keluar kota!" jawab Halim.

" Kapan?" tanya Wina penasaran.

" Jim bilang pagi-pagi tadi!" jawab Halim. Pagi-pagi? Bukannya dia masih bersamaku? batin Wina.

" Ada apa, Win? Win!" panggil Halim.

" Eh...Eh, iya! Proses finishing akan dilakukan hari ini!" kata Wina.

" Tapi tadi Jim bilang tidak jadi karena menunggu Bosnya datang!" kata Halim.

" Apa? Saya akan menyelesaikan ini, Pak!" kata Wina.

" Silahkan!" jawab Halim.

Wina merasa kesal, karena ini berarti dia masih lharus berhubungan dengan Revan lagi. Apalagi berkas yang diberikan Sisil belum ditanda tangani oleh Revan.

" Halo, Jim!" sapa Wina.

" Iya, Bu Wina!" jawab Jim.

" Aku ingin bertemu denganmu!" kata Wina.

" Maaf, Bu! Saat ini tidak bisa!" kata Jim.

" Sebentar saja!" pinta Wina.

" Baik! Saya ada di gedung baru!" jawab Jim.

" Ap...apa? Kenapa disitu? Kita ketemu di cafe saja!" kata Wina.

" Maaf tidak bisa, Bu! Saya sedang ada tugas penting disini!" jawab Jim.

" Ok! Aku akan kesana!' kata Wina lalu menutup panggilannya dan bergegas pergi ke tempat Jim berada.

Wina keluar dari mobilnya dan memandang gedung itu, ingatannya tentang pergulatan panasnya dengan Revan membuat tubuhnya bergetar. Lalu dia berjalan masuk ke dalam, karena jIm bilang jika dia berada di kamar di lantai 9. Wina masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 9. Wina keluar saat lift berbunyi dan pintu terbuka secara otomatis.

" Jim!" sapa Wina saat melihat Jim berdiri di depan pintu kamar.

" Bu Wina!" balas Jim.

" Kenapa kamu berdiri disitu seperti penjaga saja!" kata Wina.

" Saya memang sedang berjaga!" kata Jim.

" Apa? Menjaga apa?" tanya Wina penasaran.

" Bukan apa tapi siapa!" jawab Jim. Wina mengernyitkan keningnya.

" Si...apa?" kata Wina membeo.

" Iya!" jawab Jim.

" Siapa?" tanya Wina.

" Tapi tolong rahasiakan ini dari semua orang, Bu Wina!" pinta Jim.

" Ok!" kata Wina.

" Di dalam adalah Pak Revan!" kata Jim.

" Apa? Apa dia masih disini?" tanya Wina kaget.

" Iya! Dan sepertinya dia sedang kacau!" kata Jim.

" Apa maksdumu kacau?" tanya Wina lagi.

" Saya takut beliau kembali ke traumanya saat..."

" Jangan menakutiku, Jim!" potong Wina lalu dia membuka pintu kamar itu dan betapa terkejutnya dia saat dilihatnya Revan tertidur di lantai dengan botol wine di dekat tangannya. Dan yang membuat Wina sedih adalah tangan Revan yang terbalut kain dengan darah membasahinya.

" Rev! Revan! Bangun! Apa yang kamu lakukan?" kata Wina dengan mata berkaca-kaca.

" Bangun brengsek! Istrimu mencarimu!" kata Wina marah dan bersedih.

" Bangunlah, Rev! Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Wina.

" Jim! Telpon Dokter Rani!" kata Wina menyerahkan ponselnya kepada Jim. Jim menerima ponsel Wina lalu menghubungi dokter itu.

" Rev! Please! Maafkan aku!" kata Wina yang merasa bersalah karena meninggalkan Revan begitu saja tadi pagi.