Chereads / Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 131 - Terpaksa

Chapter 131 - Terpaksa

Mereka berhenti saat ada yang mengetuk pintu.

" Biarkan!" kata Revan karena posisi mereka yang masih saling bersatu.

" Tapi ada yang mengetuk pintu, sayang!" kata Wina gemas pada kekasihnya.

" Iya, tapi selesaikan dulu, Win! Aku sudah sampe di ujung!" kata Revan menahan gelora birahinya yang sampe ke ubun-ubun. Wina lalu menggerakkan tubuhnya dan beberapa saat kemudian mereka sama-sama mendapatkan pelepasannya. Dengan cepat Wina melepaskan tubuhnya dan membersihkannya walau terasa sedikit nyeri. Dia mengeringkan tubuhnya di luar kamar mandi lalu memakai pakaiannya. Setelah memoles wajahnya, dia berjalan ke arah pintu dan membukanya.

" Mama!" sapa Wina yang terkejut karena melihat mertua...eh...calon mertuanya datang.

" Kenapa wajahmu, sayang?" tanya Tata.

" Maaf, ma! Lama!" kata Wina menahan malu.

" Lama kenapa? Mana Revan?" tanya Tata saat tidak menemukan anaknya.

" Di kamar mandi, ma! Tadi habis Wina mandi dia minta mandi!" kata Wina lagi.

" Mamam bawain sarapan buat kalian! Semalam mama tunggu-tunggu kamu nggak nelpon-nelpon! Ketiduran, ya?" tanya Tata.

" Iya, ma! Maaf! Wina capek banget!" jawab Wina dengan wajah gugup. Gimana mau nelpon, orang semalaman sibuk naik kuda! batin Wina tertawa.

" Apa kamu mau ke negara Y sekarang?" tanya Tata.

" Iya, ma!" jawab Wina. Berati tadi yang mengetuk-ketuk pintu bukan mama! Astaga, apa Om Gerry? batin Wina malu.

Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, tampak Revan yang telah memakai pakaian RS. Revan menatap kedua wanita yang sanat dicintainya itu dengan tersenyum. Wina mendekati Revan dan membantunya berjalan ke brankar.

" Ckk! Manja banget! Perasaan semalam dan tadi nggak merasa sakit!" bisik Wina.

" Jelas, sayang! Kan lagi enak-enak! Biar sakit nggak terasa!" jawab Revan pelan.

" Ini terakhir, ya! Tunggu kita habis nikah baru enak-enak lagi!" kata Wina pelan.

" Apa?" Revan agak meninggikan suaranya.

" Kamu kenapa. Rel?" tanya Tata yang mendengar ucapan anaknya.

" Eh, enggak, ma! Revan kaget aja Wina perginya lama!" jawab Revan sekenanya.

" Kamu itu! Wina'kan sedang bertanggung jawab sebagai pimpinan, jadi kamu harus senang dan bangga sebagai...sebagai apa, ya?" tanya Tata berpikir, karena dia tidak tahu status kedua anak muda itu. Dia menatap putranya yang duduk di sofa.

" Calon suami, dong, ma!" sahut Revan.

" Cih! Kepedean banget! Emang Wina mau sama kamu?" tanya Tata menggoda putranya.

" Tentu saja! Semalam..."

" Kita sarapan dulu, ma! Wina takut terlambat!" kata Wina menyela ucapan Revan.

" Eh, iya! Mama sampe lupa!" kata Tata lalu membuka rantang yang dibawanya. Hufftt! Wina bernafas lega karena telah bisa mengalihkan percakapan mereka. Mata Wina membulat sempurna saat menatap Revan sebagai kode jika dia marah pada Revan dan Revan menyadari kesalahannya yang baru saja terjadi. Sorry!" ucap Revan yang membuat bibirnya membentuk kata-kata itu tanpa suara pada Wina. Gadis itu hanya mencebik kesal pada kekasihnya.

" Selamat pagi!" sapa seseorang tiba-tiba.

" Ger! Pagi! Ayo sarapan!" kata Tata mengajak Gerry.

" Trima kasih, Ta! Gue sudah sarapan tadi di rumah! Pasiennya sudah bangun?" tanya Gerry.

" Sudah, Om!" jawab Revan dengan mulut penuh makanan.

" Tidur jam berapa semalam?" tanya Gerry menyindir, karena dia kesal saat pagi-pagi jadwalnya visite, malah pintu kamar Revan terkunci rapat.

" Eh, itu, jam 1 pagi, om! Karena Wina masih ngerjakan pekerjaan kantor yang akan dibawa ke Negara Y!" kata Wina mencari alasan.

" Iya, Om!" sahut Revan.

" Pantas saja, Om datang pagi-pagi, kok, belum bangun!" kata Gerry kesal. Dia tahu jika keponakannya itu berbohong, dia mengenal Revan sejak kecil dan dia tahu kelakuan keponakannya itu.

" Sorry, Om!" jawab Revan lagi. Dasar tukang ngeles! batin Gerry menatap tajam keponakannya yang senyam-senyum itu. Revan tahu kenapa dengan wajah kesal omnya itu dan dia juga tahu jika omnya pasti tahu alasannya mengunci pintu.

Gerry memeriksa Revan setelah mereka selesai sarapan, sedangkan Wina telah pamit untuk pergi ke negara Y. Revan menyuruh Wina menggunakan pesawatnya agar cepat sampai di negara Y.

Hari ini Revan akan pulang ke rumah setelah dinyatakan sembuh oleh Gerry, tapi dia harus tetap kontrol untuk memeriksa bekas lukanya itu.

" Ma! Mama bawa pesanan Varel?" tanya Revan saat dia mendengar suara pintu kamar terbuka.

" Van!" sapa orang yang baru saja masuk itu. Tubuh Revan bergetar, tangannya mengepal sempurna mendengar suara itu. Revan yang kebetulan baru saja selesai mandi dan masih memakai piyama mandi memutar tubuhnya.

" Berani juga lo datang kesini!" kata Revan marah.

" Aku rindu sama kamu, sayang!" kata gadis itu lalu menubruk tubuh Revan. Dia memeluk erat Revan dan mendorongnya ke sofa. Revan yang terkejut dengan dorongan tiba-tiba itu, akhirnya limbung dan tertidur di sofa. Dengan cepat gadis itu membuka mantelnya dan tampaklah tubuh polosnya diatas tubuh Revan.

" Gue nggak mau kasar sama lo, Tam! Pergilah sebelum gue benar-benar marah!" kata Revan.

" Aku menginginkan kamu, baby!" kata Tamara lalu memasukkan tangannya ke dalam piyama mandi Revan dan merasakan dada Revan yang padat. Dengan cepat Revan memegang kedua tangan itu dan...

" Revan?" ucap seseorang saat masuk ke dalam kamar itu. Revan melihat kearah datangnya suara, dia terkejut melihat siapa yang datang.

" Om, Ben! Tante Manda!..."

" Jauhi putriku!" kata Ben marah lalu meninggalkan kamar itu dengan perasaan sesak didadanya.

" Tante, Revan bisa menjelaskan semuanya!" kata Revan yang berusaha berdiri tapi ditahan oleh Tamara.

" Tante sangat kecewa sama kamu!" kata Manda meneteskan airmatanya.

" Tante, tolong...pergi lo!" dorong Revan membuat tubuh Tamara terjerembab ke sofa.

" Aakkhhhhh!" teriak Tamara.

" Tante!" panggil Revan, tapi Manda telah pergi.

" Brengsekkkkk!" teriak Revan, lalu dia memandang Tamara dan mendekati gadis itu.

" Dasar jalang! Lo belum tahu siapa gue!" kata Revan mencengkeram dagu Tamara dengan keras.

" Sak...kit, Van!" rintih Tamara. Revan semakin mengencangkan cengkeramannya lalu menghempaskan dengan kuat hingga tubuh Tamara terjengkang ke lantai.

" Bos!"

" Dimana kalian?" teriak Revan marah.

" Bos!" tiba-tiba 2 anak buahnya masuk dengan wajah ketakutan.

" Darimana kalian?" tanya Revan dengan wajah menggelap.

" Tadi Nona Tamara menyuruh kami membelikan sarapan..."

" Brengsek!" kata Revan lalu memukul ke dua anak buahnya itu hingga mereka terhuyung ke belakang dan hidung yang berdarah.

" Kalian tahu apa yang dia lakukan? Apa kalian baru saja ikut dengan ku? Benar-benar..."

" Maafkan kami, Bos!" kata mereka berdua.

" Bawa dia dan nikmati sesuka kalian!" kata Revan.

" Tidak! Apa kamu sudah gila, Revan?" tanya Tamara terkejut.

" Tapi, Bos..."

" Aku akan menghancurkan keluarganya! Kalian nikmati saja!" kata Revan kejam. Kedua orang itu saling tatap dan tersenyum, lalu mendekati Tamara yang merasa tubuhnya sakit akibat terjatuh oleh Revan tadi.

" Jangan! Jangan! Kalian akan..."

Plakkkk! salah satu dari mereka menampar Tamara hingga pingsan lalu membopongnya setelah memakaikan mantelnya.

" Halo, sayang!" sapa Revan yang menghubungi Wina.

" Sayang? Jam berapa ini disana?" tanya Wina.

" Jam 10, sayang!" jawab Revan.

" Hoaammm....Thank you udah dibangunin!" jawab Wina menguap.

" Apa kamu baik-bak saja?" tanya Revan dengan perasaan tak karuan.

" Iya! Aku bahagia sekali!" kata Wina.

" Apa kamu percaya dengan cinta kita?" tanya Revan.

" Tentu saja! Aku sangat mencintaimu, Revan!" kata Wina dengan tersenyum.

" Kamu harus percaya padaku!" kata Revan.

" Tentu saja! Kamu kenapa, sih?" tanya Wina mengerutkan dahinya.

" Apapun yang terjadi aku mencintaimu! Tidak ada yang lain!" kata Revan dengan mata berkaca-kaca. Ya Tuhan! Please, jangan pisahkan kami lagi! batin Revan.