Up : Jum'at, 15/01/2021 - Pukul 03.50 WIB
_____________________________________________
" Dia tidak terpisah dari ayahnya! Kamu salah! Karena Bayu ada di dekat dia!" kata Valen berusaha tenang.
" Tapi dia bukan ayah kandungnya! Aku mohon, Om! Aku akan melakukan apa saja aku janji!" kata Andra. Valen menghembuskan nafas dengan kasar. Dia sadar jika dia tidak boleh memisahkan anak dari ayah kandungnya, tapi Andra terlalu dalam menyakiti hati putrinya hingga menimbulkan trauma yang mendalam.
" Ok! Aku beri kamu kesempatan sekali! Setelah itu enyah kamu dari kehidupan mereka! Jangan khawatir, aku akan tetap mengatakan pada anakmu jika kamu adalah ayahnya!" kata Valen. Hati Andra seakan tertusuk ribuan belati saat Valen mengatakan semua itu, tapi semua itu adalah karena kesalahannya dan dia harus menerima.
" Baik! Saya janji!" kata Andra.
Reva sangat bahagia melihat putranya yang terlahir sempurna walau belum waktunya. Semua menyambut kehadiran si kecil dengan bahagia.
" Cucu Oma!" kata Tata yang melihat dari ruang kaca, karena putra Reva harus diletakkan diinkubator sampai berat tubuhnya terpenuhi.
" Selamat, ya, sayang!" kata Tata kepada putrinya.
" Terima kasih, Ma!" kata Reva.
" Selamat, ya, Reva!" kata Bayu tersenyum.
" Terima kasih! Kamu harus menjadi ayah baptisnya!" kata Reva.
" Kenapa nggak ayah beneran?" ucap Valen tiba-tiba.
" Papa!" sapa Reva tersenyum.
" Selamat ya sayang!" kata Valen memeluk putrinya.
" Trima kasih, Pa!" kata Reva senang.
" Siapa namanya?" tanya Valen.
" Andy!" jawab Reva pelan menatap anaknya.
" Nama yang bagus!" kata Tata.
" Andy Putra Abiseka!" kata Valen. Reva hanya terdiam mendengar ucapan papanya. Putra kita tidak memakai namamu, Ndy! Dia memakai nama keluargaku! batin Reva. Dan Valen tahu apa yang ada dipikiran putrinya.
" Atau Andy Putra Prakoso?" tanya Valen. Bayu yang mendengar ucapan Valen menatap Reva lekat, betapa bahagianya aku jika itu menjadi kenyataan, Om! batin Bayu.
Sementara itu diluar Andra mendengarkan semua percakapan mereka dengan hati sakit dan sedih. Airmatanya menetes dikedua pipinya tanpa dapat dihalau dan Anzel mlihat semua itu. Kasihan kamu, Bos! Semoga Nona Reva mau memaafkanmu! batin Anzel.
" Sayang! Bisa kita bicara berdua?" tanya Valen.
" Tentu, Pa!" jawab Reva.
" Kita keluar semua sebentar!" kata Tata, lalu semua keluar satu persatu. Alangkah terkejutnya Tata saat melihat Andra ada di luar kamar.
" Tante!" sapa Andra lalu mengambil tangan Tata dan diciumnya.
" Maafkan Andra!" kata Andra penuh penyesalan. Tata bisa melihat semua itu dari kedua mata Andra. Mantan calon menantunya itu sedang bersedih dan kesakitan, tapi dia takut jika suaminya akan marah jika dia bicara dengan Andra.
" Bayu! Bisa kita bicara?" pinta Andra.
" Tentu!" kata Bayu, lalu mereka pergi ke tempat sedikit agak menjauh dan berbincang-bincang. Tidak lama kemudian Valen membuka pintu dan mencari Andra.
" Andra!" panggil Valen.
" Thanks, bro!" kata Andra lalu berlari mendekati Valen.
" Masuk!" kata Valen lalu Andra masuk bersama Valen. Andra melangkah dengan pelan, jantungnya berdegub sangat kencang seperti genderang perang. Alay banget thor!
Dilihatnya Reva duduk di ranjang dengan kepala tertunduk, Andra sangat merindukan wanita dihadapannya itu. Dia rindu senyum Reva, tawa, Reva, sentuhan Reva, ciuman Reva dan semua yang ada pada wanita itu.
" Waktumu 10 menit!" kata Valen yang duduk di sofa.
" Hai!" sapa Andra. Reva hanya terdiam, mendengar sapaan Andra.
" Aku...aku tahu aku laki-laki brengsek! Bajingan! Aku telah membuatmu sakit hati dan...aku hanya ingin minta maaf! Maafkan aku! Aku janji aku nggak akan lagi...Please maafin aku!" kata Andra dengan airmata yang kembali menetes di pipi.
" Aku memang nggak pantas mendapatkan maafmu setelah apa yang aku lakukan sama kamu, aku mohon maafkan aku!" kata Andra kemudian bersimpuh dihadapan Reva. Reva terkejut melihat apa yang dilakukan Andra, tapi dia masih takut jika dekat dengan Andra karena trauma itu.
Andra sangat kecewa karena merasa Reva tidak bersedia memaafkan dirinya walau dia telah bersimpuh. Lalu Andra berdiri setelah beberapa saat dan kembali menatap Reva yang masih tertunduk.
" Anak kita sangat tampan! Aku berharap dia tidak akan membenciku dan mau menerimaku suatu hari nanti! Sekali lagi maafkan atas semua kesalahnku!" kata Andra lagi.
" Trima kasih, Om! Karena mengijinkan Aku datang! Sekali lagi aku minta maaf!" kata Andra lalu dia berlari keluar dengan airmata yang tidak dapat lagi dibendungnya.
" Andra!" panggil Tata yang sedih melihat calon menantunya itu berlari dengan berlinang airmata.
" Sayang!" sapa Valen.
" Reva pengen sendiri dulu, Pa!" kata Reva. Valen meninggalkan putrinya sendiri. Tidak lama terdengar isak tangis Reva yang sejak tadi ditahannya. Sebenarnya dia ingin memukul pria itu, dia ingin memeluk pria itu, tapi dia takut, sangat takut dan saat ini dia hanya bisa menangis dan menangis.
Pesawat yang ditumpangi Revan mendarat pada malam hari dan dengan cepat dia meninggalkan bandara dan menuju ke apartement miliknya. Tapi Revan tidak berhenti di lantai atas miliknya, tapi di satu lantai dibawahnya. Revan berjalan dan berdiri di depan pintu apartement sebelah kanan. Dipencetnya bel apartement itu sekali. Ting-Tong! Tidak ada yang menyahut atau bertanya. Dipencetnya sekali lagi bel apartement itu. Ting-Tong! Revan tidak sabar, apa mereka sedang bermain? pikiran Revan kemana-mana. Sekali lagi dia memencet bel apartement itu, kali ini berkali-kali, Ting-Tong! Ting-Tong! Ting-Tong! .....
" Siapa sih? Berisik sekali? Ini jam berapa?" tanya seorang wanita yang merasa berisik oleh bunyi bel apartementnya.
" Nggak tahu, sayang! Biar aku lihat! Kamu tidur aja!" kata pria yang memeluknya itu lalu mengecup bahu wanita itu. Pria itu bangun dari ranjang dan berjalan keluar kamarnya.
" Iya! Iya! Gue bangun!" kata pria itu. Dilihatnya lewat lubang di pintunya, siapa dia? Lalu ditekannya interkom di dekat pintu.
" Siapa anda? Ada perlu apa? Ini sudah malam!" kata pria itu.
" Gue sepupu Wina! Om Ben nyuruh gue jemput Wina!" kata Revan dengan suara menahan cemburu.
" Om Ben? Astaga!" kata Bastian lalu memencet tombol pembuka pintu. Klik! Setelah pintu terbuka, Revan membuka pintu itu dan melihat Bastian yang hanya memakai celana kolor pendek dan kaos oblong saja.
" Gue Revan!" kata Revan.
" Gue Bastian! Tunangan Wina!" kata Bastian mengulurkan tangannya, tapi Revan tidak menyambutnya, dia langsung masuk ke dalam bersama dengan 2 orang bodyguardnya dan duduk di sofa tamu. Bastian hanya menghembuskan nafas melihat kelakuan Revan. Sombong sekali sepupu Wina! batin Bastian.
" Mana Wina?" tanya Revan.
" Dia sedang tidur!" jawab Bastian. Revan mengepalkan tangannya, hatinya mendadak sakit mendengar ucapan Bastian. Rasa amarah dan cemburu membakar tubuhnya.
" Bisa lo bangunin? Gue harus segera bawa dia!" kata Revan datar.
" Sebentar!" kata Bastian kemudian dia berjalan ke tangga dan naik ke lantai 2 yang langsung terhubung dengan kamarnya.
" Sayang!" panggil Bastian pelan.
" Sayang! Ada sepupumu di bawah!" ucap Bastian mengecup lembut pipi Wina. Wina terbangun saat Bastian mengecupnya.
" Siapa yang datang?" tanya Wina masih mengantuk.
" Sepupumu!" kata Bastian.
" Sepupu? Namanya?" tanya Wina.
" Revan!" jawab Bastian. Wina seketika terbangun dan duduk menatap Bastian.
" Bilang aku sudah tidur!" kata Wina.
" Tapi dia bilang papamu yang suruh menjemputmu!" kata Bastian lagi. Ini pasti akal-akalan lo, Revan! Apa mau lo? Kenapa lo harus datang lagi? batin Wina sedih.
" Winaaaa! Turunnnn!" tiba-tiba Revan berteriak dari bawah.