Harika tidak hentinya menarik napas dengan perasaan yang amat cemas, sagat sulit baginya saat ini agar Helena mau mendengarkan saran darinya.
Ketika mereka berdua sudah tiba disebuah rumah kecil, yang dikelilingi oleh ladang yang mengering. Para pengawal tetap berjaga, memastikan Permaisuri Aarez tetap dalam keadaan aman.
Helena sendiri sedang menatap kearah pintu kayu, dengan warna cokelat tua yang tampak terkelupas. Sebuah kursi goyang, yang biasa diduduki oleh neneknya, tampak lenggang dan hanya ada angin yang seringkali lewat sehingga membuat bangku itu sedikit bergerak.
"Permaisuri Helena, apa benar ini tempat tinggal anda?" tanya Harika menatap tidak percaya, karena kondisi rumah yang terlihat sangat tua dan tidak dirawat.
"Kenapa? Kau tidak percaya, kalau dulu sekali… hidupku sangat miskin. Tapi… saat itu aku tidak menderita, karena ada nenek yang selalu menyayangiku." Jawab Helena, sambil ia berjalan untuk membuka pintu kayu dengan gagangnya yang sudah hampir patah.