"Dunia dimana waktu terhenti dan sebuah Kerajaan yang diselimuti oleh kegelapan abadi."
.
.
.
Hawa dingin menembus kulitku yang hanya dibalut dengan seragam sekolah yang tipis, tetesan air sesekali mendarat di wajahku, lalu kuusap dengan lengan seragam ku yang panjang.
Musim penghujan sudah tiba dan sialnya hari ini aku lupa membawa payung. Seragamku sudah sedikit basah, menempel di kulitku dan menambah rasa dingin.
"Aku harus cepat ke Dojo." gumamku sembari berlari kecil menuju Dojo tempat sahabatku berlatih Kendo.
Sahabatku adalah seorang Atlet Kendo yang cukup berbakat, kemampuannya begitu luar biasa dan sering menjuarai kejuaraan internasional. Aku memujinya bukan karena aku sahabatnya. Tapi dia memang memiliki kemampuan dan pantas untuk di puji.
Dia sudah berlatih sejak berumur 5 tahun. Biasanya kebanyakan orang pada umur segitu hanya berpikir untuk bermain saja, namun Kei berbeda dengan anak-anak yang lain, ia sudah tertarik dengan Kendo sejak kecil.
Aku mulai berlari kecil, sesekali kakiku tidak sengaja menginjak kubangan air sehingga mengenai sepatuku. Dojo-nya sudah tidak jauh, letaknya tepat berada setelah belokan di depan.
Di dekat belokan aku dapat melihat sesosok pria berbaju hitam berdiri di sana. Ia memakai baju yang tidak biasa, memakai topi yang aneh pula.
Apa dia seorang cosplayer?
Ketika melewatinya, tiba-tiba saja tubuhku bergidik ngeri. Pria itu menyeringai, memang aku tidak melihatnya dengan jelas. Tapi aku yakin barusan dia menyeringai.
"Aku menemukanmu, The Key."
Apaan sih orang aneh ini?
Tanpa sadar aku mempercepat langkah kakiku. Sesampainya di Dojo, aku segera masuk dan mencari sahabatku.
Aku melihatnya sedang latih tanding dengan salah satu temannya, lengkap dengan pakaian pelindung Kendo.
"Alissa, kamu datang lagi? Sini duduk!" sapa Pak Leo seraya menepuk tempat duduk kosong disampingnya.
Pak Leo ini adalah pelatih Kendo di Dojo ini. Beliau sangat dekat dengan Kei dan tahu bahwa aku sering datang mencari Kei.
"Iya, pak, terima kasih." balasku singkat sambil tersenyum kecil, lalu aku duduk di sampingnya.
"Alissa setia sekali ya, sama Kei."
"Kami kan sudah berteman sejak lama Pak."
jawabku sambil tertawa kecil.
Kami melanjutkan obrolan dengan topik yang berubah-ubah, tak lama kemudian, Kei yang telah menyelesaikan latihannya datang menghampiriku, menyodorkan handuk bersih miliknya.
"Keringkan rambutmu dengan ini, kamu gak bawa payung?" tanyanya sambil mengusap keringat dengan handuk yang tersampir di lehernya.
"Lupa."
Kei menghela napas mendengar jawabanku. Aku hanya bisa tersenyum kecil karena menyesal.
"Aku ganti baju dulu."
"Oke."
Setelah itu Kei dan aku berjalan menuju halte menuju rumah. Rumahku dan Kei bersebelahan, jadi kami sering pulang bersama. Apalagi kami sudah saling mengenal satu sama lain sejak kecil.
Belum lama kami berjalan, aku menghentikan langkah kaki ku karena merasa ada yang mengikuti.
"Ada apa?"
"Nggak, bukan apa-apa." Jawabku sedikit ragu-ragu.
Kami kembali berjalan, syukurlah gerimis sudah berhenti, kami hanya perlu berhati-hati dengan jalanan yang dipenuhi dengan air.
*BUGH*
"Akkhh..."
Aku memegang hidungku yang terasa sedikit nyeri karena menabrak punggung Kei yang tiba-tiba berhenti.
"Kenapa kau berhenti tiba-tiba sih? Sakit tau." ucapku kesal, namun karena Kei yang biasanya selalu senang ketika aku kesal terdiam, aku mendongakkan kepalaku sedikit.
"Ada apa?" Tanyaku penasaran.
"Ada cermin."
"Ha?"
Apa sih yang dikatakannya. Ada cermin? Di tengah jalan seperti ini? Pasti dia sedang bercanda.
Karena tidak percaya, aku melihat kearah dimana pandangan Kei tertuju. Dan benar saja, aku bisa melihat sebuah cermin yang cukup besar berada di tengah jalan. Frame cermin tersebut terlihat begitu unik dan ukirannya terlihat sangat mendetail.
"Siapa orang gila yang menaruh cermin di tengah jalan?" gumamku.
Karena penasaran, aku berjalan menuju cermin tersebut namun Kei mencoba untuk menghentikan ku. Ia memegang pergelangan tangan ku dengan erat
"Tidak usah ke sana."
"Kenapa? Aku penasaran."
Sorot mata Kei berbeda dari biasanya, sulit untuk menjelaskan arti dari sorot matanya karena ini pertama kalinya aku melihat ia memiliki sorot mata seperti itu.
Dengan perlahan aku melepas tangan Kei yang memegangku. Lalu berjalan kearah cermin itu.
Kei juga mengikuti ku dari belakang. Aku tahu bahwa Kei akan selalu berada di sampingku karena dia sangat overprotektif kepadaku.
Dulu waktu kecil ada sebuah peristiwa yang membuat Kei overprotektif dengan ku. Kei akan selalu ada disaat aku senang maupun sedih. Dan ketika aku berada dalam masalah, Kei akan selalu mengulurkan tangannya untukku dan menarik ku keluar dari jurang kegelapan.
Aku mencoba untuk menyentuh cermin yang memantulkan bayangan kami. Tiba-tiba aku merasa Kei memelukku dari belakang dan menutup mukaku dengan tangan kanannya. Tangan kirinya melingkar di pinggangku dan kepalanya bersandar di pundak kiri ku.
Secara refleks aku berteriak ketika merasakan dorongan keras dari belakang. Kei mencoba melindungi ku dengan memelukku. Seseorang mendorong Kei dari belakang. Mataku terpejam karena takut jika kami menabrak cermin ini dan kemudian cermin ini pecah, pecahan kacanya bisa mengenai wajahku.
Namun anehnya aku tidak merasakan rasa sakit. Yang ada jantungku berdetak dengan begitu kencang dan tubuhku serasa terjatuh dari ketinggian. Ketika aku membuka mata, semuanya gelap karena Kei menutup mataku dengan tangannya.
"Ke-Kei?"
"Jangan buka matamu."
*BUGH*
Kesadaran ku perlahan memudar. Aku mencoba mempertahankannya dan membuka mataku namun semuanya buram. Aku hanya bisa melihat tangan Kei yang tadi menutup mataku kini jatuh lemas di tanah.
"Ke...i..." ucapku lirih sebelum aku kehilangan kesadaran ku dan semuanya menjadi gelap.