Chereads / Rigyna / Chapter 6 - Chapter 6 : Wajah Asli

Chapter 6 - Chapter 6 : Wajah Asli

Aku tidak menyangka bahwa Anastasia adalah gadis cantik yang modis.

"Ah, salam kenal." jawabku ketika kesadaran sudah kembali lagi kepadaku.

"Tapi tunggu, aku bukan wakil kapten. Hanya anggota biasa yang merangkap asisten sementara." ralatku. Tapi sepertinya Anastasia tidak peduli dengan hal tersebut.

Lalu pembicaraan kami berhenti.

"Umm.. jadi kita akan berdiri saja disini atau kembali ke base?" dia bertanya kepada kapten ketika suasana hening yang aneh diantara kami tidak juga reda. Kapten tidak menjawab dan langsung berjalan pergi. Kami mengikutinya keluar dari stasiun.

Kenapa daritadi kapten diam saja. Apa dia tidak akan memperkenalkan diri?

Kami pun meninggalkan stasiun.

Aku menjelaskan kepadanya tentang kondisi kami saat ini. Dimana kami tinggal sementara ini karena penginapan kami terpaksa ditutup karena kejadian saat itu. Juga tentang apa saja yang harus dilakukan dan formalitas lainnya.

"Jadi disini benar benar hanya tinggal kalian berdua?" pertanyaan Anastasia memecah keheningan.

"Ya begitulah. Hanya kami saja." jawabku pendek.

Kesunyian kembali menyelimuti kami. Tapi sepertinya Anastasia tidak peduli, ia melihat kesekeliling seolah menghapalkan jalan yang kami lalui sambil bersenandung dengan santai.

Apa hanya aku saja yang gugup disini?

Siapa sih yang jadi anggota baru hari ini??

Ayooo pikirkan topik yang bisa dibicarakan.

"Ngomong ngomong Anastasia." tanyaku.

"Anna saja." ralatnya.

"Oh ya Anna. Bawaanmu hanya tas kecil itu?"

kami saling bertatapan beberapa saat sebelum ia tersenyum dan kami bergegas kembali untuk menjemput koper Anastasia yang ketinggalan.

"Untung keretanya belum pergi." Anastasia tertawa lepas.

"Ah, iya." jawabku lesu setelah berlarian dengan panik. Kami sempat berlari mengejar kereta yang sudah mulai berjalan pergi dan itu benar benar melelahkan.

"Biasanya aku tidak begini." ia tertawa.

"Sebagai permintaan maaf makan siang hari ini aku yang traktir deh!" ia menepuk pundakku.

Dia benar benar ringan tangan yaa (dalam hal memukul orang) tapi tenaganya ini, memang sepertinya benar dia tim garis depan ya.

Walau terkesan hanya tepukkan ringan saja tapi suaranya sangat dalam, aku mendapati kapten kadang melirik sesaat ketika Anastasia menepukku. Mungkin dia khawatir satu satunya asisten yang ada terluka dan tidak bisa menulis laporan kali ya?

Sesampainya di rumah kapten aku langsung menunjukkan dimana tempat kami bekerja dan kamar Anastasia. Lalu aku memberikannya waktu untuk membereskan barang barangnya.

"Jadi, apa kamu suka anak baru kita?" tanya kapten saat aku melapor ke ruangannya.

"Apa maksudnya?" tanyaku bingung.

Kapten hanya menatapku.

"Yah, kita memang membutuhkan orang dan dia lumayan cocok sih." jawabku acuh sambil merapikan laporan yang baru ditandatangi kapten.

"Hmm.. standarmu tinggi yaa." komentar kapten membuatku merasa tidak nyaman.

"Bukan gitu sii maksudku. Soalnya kita kan belum sepenuhnya berada di lapangan. Jadi mana bisa aku menilai." gumamku.

"Kalau begitu kita akan segera tahu kan." kapten tersenyum.

Aku hanya merengut.

Entah apa yang kapten rencanakan. Aku tidak bisa membaca raut wajahnya, namun ia terlihat sangat menikmati keadaan.

Apa karena sudah ada anggota baru yang cantik?

Kenapa aku yang merasa kesal ya?

Setelah kejadian hari itu, kapten bertanya padaku tentang bagaimana aku bisa tahu bahwa para penari itu adalah crea dan aku memberitahu semuanya kepada kapten, tentang kemampuanku dan tentang bagaimana aku berusaha menghentikan kejadian malam itu dengan datang diam diam.

Diluar dugaan kapten percaya begitu saja dan mendengarkan dengan serius.

"Kapten percaya padaku?" tanyaku takut takut.

"Tentu saja. Walaupun belum ada sebelumnya yang dapat mendeteksi crea sejauh itu, tapi di divisi pertama bahkan ada 5 orang yang punya kemampuan khusus yang bahkan secara sengaja mereka tunjukkan." jawab kapten. Aku mengangguk.

Kelima anggota itu memang sangat mencolok. Mereka tidak bekerja seperti kami tapi ditugaskan secara khusus untuk melindungi para petinggi di organisasi dan client VIP. Beritanya lumayan terkenal dan hampir tidak mungkin ada anggota yang tidak tahu tentang mereka.

"Lalu, untuk kedepannya apa kamu akan tetap merahasiakan tentang kemampuanmu?" kapten menyandarkan dagu ke pergelangan tangannya dan menatapku.

"Ya. Saya yakin kalau kemampuanku diketahui orang lain nantinya akan merepotkan." aku menunduk.

"Benar. Kamu akan diincar karena berbahaya bagi crea terutama bagi crea 'kelas S'." gumam kapten.

Walau bukan itu yang terpikirkan olehku. Tapi apa yang dikatakan kapten benar adanya. Ada banyak crea diluar sana dan mereka berevolusi. Crea dengan masa hidup yang sudah lama punya kemampuan untuk menyamar yang sangat hebat hingga tidak terdeteksi. Kemampuanku akan membuat mereka sangat terganggu pastinya.

"Kapten." tanyaku ragu.

Aku mengangkat wajahku, menatap wajah kapten yang terlihat pucat dibawah cahaya lampu kamar rumah sakit yang remang remang.

"Apa kapten, benar benar manusia?" kalimat itu terlontar keluar dari mulutku begitu saja. Jantungku tidak berhenti berdetak kencang hingga nafasku terasa sesak dan kepalaku nyaris berputar.

Tapi aku tidak memalingkan wajahku dari kapten. Menunggu reaksi darinya.

Kapten tidak bergeming awalnya. Lalu ia menurunkan tangannya perlahan dan membuka sarung tangan yang selalu dipakainya kemanapun. Memperlihatkan sepasang cakar berwarna platina pucat.

"Menurutmu?" kapten bertanya dengan nada rendah.

Aku terdiam, mataku terpaku pada sepasang cakar yang sangat tidak manusiawi itu.

Tapi diluar dugaan, detak jantungku perlahan melambat dan aku kembali menatap kapten.

"Kamu crea." jawabku tegas.

Kapten tertawa.

Aku tetap menatapnya dalam diam selama ia tertawa.

"Bahkan Cara sudah pernah menyentuh tangan ini bilang ini hanya efek samping obat yang kita terima untuk memperkuat tubuh kita. Bagaimana bisa kamu menyatakan kaptenmu yang sudah ada di organisasi ini jauh lebih lama darimu ini seorang crea?"

Cara adalah satu dari lima anggota spesial di divisi pertama yang baru kami bahas. Dia sangat terkenal akan kemampuannya untuk mendeteksi keadaan. Ia mampu mengetahui apa saja yang terjadi disekelilingnya dalam radius puluhan meter walaupun berada dalam ruangan tertutup dan dari semua itu yang paling membuatnya terkenal adalah karena dia buta.

"Berbeda." jawabku. "Kalau efek samping seharusnya yang kurasakan hanya terpancar dari tangan kapten. Tapi disini, yang kurasakan bukan dari tangan, tapi dari kapten." suaraku terdengar sedikit gemetar tapi aku tidak melepaskan pandanganku darinya.

"Kalau begitu kita sama sama punya rahasia ya." kapten tersenyum. Ia berdiri dan menepuk pundakku.

Sekilas aku melihat kilat emas di matanya yang biasa berwarna biru gelap.

Ini pertama kalinya bagiku berhadapan dengan seseorang yang punya energi sekuat itu, bahkan ia belum mengeluarkan energinya sama sekali dan aku sudah bisa merasakannya. Seperti kuali yang sudah ditutup dengan rapat tapi aromanya masih tetap merembes keluar.

Daripada terkejut dengan kenyataan ini, aku jauh lebih terkejut pada diriku yang sama sekali tidak takut saat berhadapan dengannya.

Apa karena stress yang menumpuk jadi aku sudah tidak sayang nyawa lagi ya?

Hanya saja, dari tadi.. tidak dari awal aku tidak merasakan hawa ingin membunuh darinya.

Mungkin karena itu, aku tidak merasakan takut.

Awalnya aku merasa demikian, tapi setelah ia meninggalkan rumah sakit, tanganku tidak berhenti gemetar.

Sampai saat ini kami tidak pernah membahas tentang hal itu lagi.

Biasanya siang hari begini kapten akan keluar entah kemana dan kembali sebelum matahari terbenam. Tapi hari ini dia sangat patuh didalam rumah mengerjakan yang seharusnya ia kerjakan.

Ini hal yang sangat bagus sih.

Tapi kenapa perasaanku jadi tidak enak ya?

Seolah ada hal buruk yang akan terjadi.

***