Chanyeol POV
Kedua mataku terbuka perlahan, mengedarkan pandanganku ke sekeliling kamar. Kemudian aku tersadar, aku tidak mengenakan sehelai benang pun melakat pada tubuh kekarku.
Apa yang terjadi semalam?
Aku menoleh ke samping, ada Baekhyun sedang terlelap. Anak itu terlihat kacau. Dan...
Baekhyun tidak mengenakan pakaian juga. Alias bertelanjang.
Aku sungguh pusing untuk mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi.
Wajah Baekhyun merah, kedua matanya sembab, dan kenapa tubuhnya banyak bercak keunguan. Wajahnya juga merah dan meninggalkan bercak merah seperti habis ditampar keras.
Siapa yang melakukannya?
Apa aku?
Aku menghembuskan napas kasar. Aku semalam mabuk, dan lepas kendali. Mungkin aku melakukan hal-hal kelewat batas pada anak ini.
Apa mungkin?
Aku segera turun dari atas kasur, mencari celana untuk aku pakai pagi ini. Untung saja hari ini libur, jadi aku tidak terlalu pusing soal pekerjaan.
"Ngghhh.." Baekhyun menggerakkan tubuhnya. Tidak. Anak itu benar-benar tidak menggunakan sehelai benang pun.
Aku sudah memperkosanya semalam.
Aku merutuki diriku sendiri, telah melakukan hal tersebut pada bocah malang satu ini.
Maafkan aku, Baekhyun.
Aku segera duduk di sampingnya, menyelimuti tubuh polosnya. Tanganku terulur untuk mengusap-usap rambut cokelatnya perlahan. Aku tidak tau kenapa aku sebegitu peduli dengan anak ini. Padahal kita tidak dekat, tapi mengapa kita berakhir seperti ini.
"Ch-chanyeol," Baekhyun bersuara.
"Hm? Tidurlah." Kataku, masih terus mengusap-usap rambutnya.
Baekhyun membuka kedua matanya perlahan.
"S-sakit, Chanyeol." Katanya.
Aku semakin panik mendengarnya bicara. Terlebih lagi dia mengatakan sakit. Apa yang sudah aku lakukan sampai Baekhyun kesakitan?
Kemudian suara tangisannya mulai terdengar, dan aku akan berusaha menahan diriku agar tidak melakukan tindakan fisik ketika ia masih terus menangis layaknya bayi yang baru lahir.
"Sakit, Chanyeol. Sakit sekali." Baekhyun menangis sambil memeluk selimut yang menutupi tubuhnya.
Aku semakin gelisah mendengar ucapannya.
"Maafkan aku, Baekhyun." Aku menyentuh tubuh mungilnya. Aku sedikit merendahkan tubuhku untuk bisa memeluknya. Kemudian Baekhyun kembali menangis seperti biasanya.
"A-aku takut, Chanyeol."
Aku mengelus punggung polosnya lembut, mencoba menenangkan anak ini. Aku tidak mau mendengarnya terus menangis, walaupun aku tau, penyebab tangisannya adalah aku.
"Maafkan aku." Kataku lagi.
---
Dan ternyata dugaanku benar. Semua pikiran-pikiran negatif yang menghantui pikiranku menjadi nyata. Aku sudah memperkosa Baekhyun, bahkan dengan cara yang kasar. Terlihat jelas bagaimana anak itu mengatakan sakit berkali-berkali padaku dengan ekspresi wajahnya yang memang jelas manampakkan menahan rasa sakit. Memang iya, aku sudah melukainya, melukai tubuhnya, dan juga melukai perasaannya.
Saat ini aku sedang mengobati tubuh Baekhyun yang aku perlakukan kasar semalam. Mungkin aku pukul tubuhnya, atau mungkin aku tampar terlalu keras sampai ia menahan perih luar biasa. Entahlah.
"Ah... Sa-sakit, Chanyeol." Baekhyun tidak bisa diam. Dia terus bergerak ketika aku mengoleskan obat merah pada punggungnya.
"Diam, Baekhyun." Tegasku.
Padahal akulah pelaku kejahatan di sini, tapi aku masih sempat-sempatnya berkata sedemikian keras padanya.
Kemudian Baekhyun tidak melawan ketika aku memerintahkannya untuk diam. Dia lebih memilih untuk mengambil sebuah bantal, lalu memeluk bantal yang ia ambil sebagai pelampiasan rasa sakitnya.
Setelah kurasa selesai dengan tubuhnya, kini aku mencoba untuk bertindak sedikit lebih halus pada Baekhyun. Aku tidak mau menyakitinya. Walaupun aku sendiri tidak yakin jika aku bisa menahan diri untuk tidak berlaku kasar pada anak ini.
Aku meraih tubuh kecilnya, bermaksud untuk menggendongnya untuk aku bawa ke dalam kamar. Aku mau Baekhyun beristirahat setelah insiden semalam.
"Akh," Baekhyun meringis ketika aku menggendongnya. Dia menahan rasa perih pada tubuhnya. Aku menggendongnya sebab Baekhyun tidak bisa berjalan, lubangnya sakit hingga kakinya ikut merasakan sakit akibat permainan semalam.
Aku menurunkan tubuh Baekhyun perlahan hingga terbaring di atas kasur.
"Chanyeol," panggil Baekhyun lemah.
"Kenapa?"
"Jangan tinggalkan aku." Ucap Baekhyun, tangannya meremas kaos yang aku pakai.
"Ma-maaf merepotkanmu... aku akan pergi jika aku sudah baikan." Lanjutnya.
Tidak, Baekhyun. Jangan pergi.
"Tidak, Baekhyun. Kau bisa tinggal di sini." Kataku.
Baekhyun tersenyum dibalik wajahnya yang sedang menahan rasa sakit.
"Terima kasih."
Aku akan akui jika wajah Baekhyun saat ini sungguh menggemaskan, bahkan dalam rasa sakitnya. Aku ingin mengenal Baekhyun lebih jauh lagi, sebelum akhirnya anak ini memutuskan untuk pergi dariku. Aku mau tau tentangmu.
Akhirnya aku memilih untuk duduk di tepi kasur, sambil tanganku mengelus pelan pipi Baekhyun.
Baekhyun sama sekali tidak merasa terganggu oleh perlakuanku, malah ia terlihat sangat menikmati sentuhanku.
Perasaanku aneh, kenapa aku berdebar ketika bersama anak ini? Kenapa aku terasa nyaman berada di dekatnya. Gawat! Aku tidak boleh membiarkan diriku tenggelam dalam perasaan ini. Aku tidak mau jatuh hati pada orang yang salah.
Aku menghentikan pergerakan tanganku untuk mengelusnya, kemudian Baekhyun terlihat kebingungan.
"Kenapa?" tanyanya polos.
"Jika kau sudah membaik dan ingin pulang, katakanlah. Aku akan mengantarmu." Kataku plin-plan dengan ucapanku sebelumnya.
Maafkan aku, Baekhyun, aku tidak bermaksud buruk.
Tidak bermaksud menjauh darimu juga.
Hanya saja, aku tidak mau kau bersamaku, sementara kau akan kesakitan.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Kau terlalu baik untuk bersamaku."
Baekhyun mencoba duduk. Kemudian dia menatapku serius.
"Aku baik-baik saja, Chanyeol."
"Tidak, Baekhyun. Kau harus kembali."
"Ch-chanyeol, aku-"
"TIDAK USAH MELAWAN!" Hingga akhirnya aku pun terbawa amarah karena anak ini keras kepala.
Baekhyun menutup matanya seusai aku berteriak. Dia terlihat ketakutan, tapi setelahnya masih bersikeras untuk tetap tinggal.
"A-aku mau bersamamu, Chanyeol."
Aku membuang napasku kasar, kemudian mengusap wajahku kasar pula. Kenapa anak ini sungguh keras kepala?
Apa dia tidak ada tujuan lainkah selain bersamaku?
"Kau orang asing, Baekhyun. Kau harus pergi setelah sembuh." Dan aku tidak mau menyakiti bocah malang ini jika terus bersama.
"Kita sudah bercinta semalam, biarkan aku mengenalmu lebih jauh, Chanyeol."
Astaga. Kenapa-
"Maafkan aku, Chanyeol, tapi kau boleh membenciku."
Sebenarnya dengan senang hati aku menerima bocah ini bersamaku. Tapi ketakutanku hanya satu, yaitu aku takut terus menyakiti hati maupun fisiknya.
Apa anak ini akan kuat jika terus bersamaku?
Aku saja tidak yakin.
Baekhyun menatap kedua mataku lembut. Wajahnya yang lugu, bibirnya yang berwarna merah muda sangat menggoda. Aku menahan diriku untuk tidak menyosor bibir mungilnya itu. Kemudian dia menubruk tubuhku lagi.
Baekhyun menangis dalam pelukan.
"Jangan pergi, Chanyeol."
--