PENDEKAR 212 berpaling yang datang ternyata Dewi Kerudung Biru alias Anggini !
"Ah, kau rupanya Anggini. Betul, memang tepat sekali kalau kau yang cabut nyawa anjing manusia terkutuk ini! Kau selesaikanlah perhitungan lamamu!"
Ketika Pendekar 212 bicara ini, Ketua Perkumpulan Iblis pergunakan kesempatan untuk menghambur ke pintu. Tapi secepat kilat Wiro angsurkan kaki kirinya menyerimpung pergelangan salah satu kaki Ketua Perkumpulan Iblis itu. Tak ampun lagi tubuhnya tersungkur ke lantai!
"Cepat bangun, manusia iblis agar cepat pula kuantarkan kau punya nyawa menghadap penjaga neraka!," bentak Dewi Kerudung Biru!
Perlahan-lahan Ketua Perkumpulan Iblis Pencabut Sukma berdiri. Tiba-tiba dia hantamkan satu pukulan ke arah Dewi Kerudung Biru. Tapi tenaga pukulannya ini sudah banyak berkurang akibat luka didagunya yang mengandung bisa dan bisa mana mulai menjalar ke segenap pembuluh darahnya!
Melihat lawan memukul, Dewi Kerudung Biru berkelit cepat dan kirimkan serangan balasan yaitu jurus naga kepala seribu mengamuk! Terkejutlah Ketua Perkumpulan Iblis melihat jurus yang dahsyat ini. Dia melompat mundur tiga tombak dan berseru.
"Dewi Kerudung Biru, antara kau dan aku tiada permusuhan, mengapa kita musti bertempur begini rupa?!"
Dewi Kerudung Biru tertawa dingin sedingin salju. "Kau lupa pada seorang gadis yang hendak kau perkosa beberapa bulan yang lalu?!" Dewi Kerudung Biru membuka kerudung penutup wajahnya! "Apa kau masih lupa dan tidak kenali aku?!"
Terkejutlah Ketua Iblis Pencabut Sukma melihat paras gadis dihadapannya.
Namun rasa terkejutnya ini tiada lama. Anggini kembali menyerbu. Kali ini dalam jurus "cakar garuda emas". Kedua tangannya terpentang.
"Breet!" Kuku-kuku yang panjang dari gadis itu menyambar dada sang Ketua. Dan tidak sampai di sana saja, Anggini buka mulutnya lebar-lebar.
"Huaah!"
Menyemburlah asap kencana biru ke arah Ketua Perkumpulan Iblis Pencabut Sukma.
Manusia ini menjerit. Tubuhnya terhuyung-huyung. Ketika dia rebah ke lantai maka sekujur badannya menjadi sangat biru! Tamatlah riwayat manusia yang paling terkutuk dan ganas itu.
Belum puas sampai di situ, Anggini maju mendekati mayat laki-laki itu lantas menendang kepalanya. Tubuh Ketua Perkumpulan Iblis Pencabut Sukma mencelat enam tombak kepalanya hancur!
"Kau hebat sekali, Anggini," memuji Pendekar 212 seraya melangkah mendekati mayat Ketua Iblis Pencabut Sukma. Ketika digeledah di balik pinggangnya diketemukan Keris Tumbal Wilajuda!
"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya Wiro?," bertanya Dewi Kerudung Biru atau Anggini.
Pendekar 212 merenung beberapa lamanya lalu menjawab. "Setelah Keris Tumbal kerajaan ini berhasil diketemukan, kurasa ada baiknya aku segera menemui Sultan Banten".
"Mengapa begitu?," tanya Anggini. "Bukankahkau sendiri sudah tahu bahwa Sultan Hasanuddin pergi ke Demak untuk meminta bantuan balatentara dari Sultan Trenggono guna mengusir kaum pemberontak yang kini bercokol di Banten?"
"Betul, namun saat ini aku ada rencana baru. Rencanaku ini akan sangat banyak mengurangi korban-korban yang tiada berdosa....."
"Aku tak mengerti maksudmu," kata Anggini pula. I
Pendekar 212 tersenyum. "Kau akan mengerti setelah menyaksikannya sendiri nanti.
Sementara aku menyusul Sultan ke Demak, kuharap kau sudi pergi keperbatasan dan menunggu kedatangan kami di sana…"
Bagi Anggini adalah lebih disukainya bila dia bisa ikut bersama-sama dengan pemuda itu.
Namun setelah berpikir sejurus akhirnya dia menganggukkan kepala.
"Sampai jumpa Anggini," kata Pendekar 212 seraya memegang bahu gadis itu.
Anggini meremas seketika jari-jari si pemuda dan sebelum tubuhnya lebih dijalari gelora darah muda maka Pendekar 212 segera meninggalkan tempat itu.
Meskipun satu hari terlambat namun dengan ilmu larinya yang sangat lihai, Wiro berhasil mendahului Sultan Hasanuddin yang berangkat ke Demak dengan menunggangi seekor kuda.
Wiro menunggu kedatangan Sultan di jalan luar kota sebelah timur. Tentu saja Sultan Hasanuddin sangat terkejut dan heran bertemu dengan pemuda sahabatnya itu.
"Sahabat, bagaimana kau tahu-tahu sudah muncul di sini?" tanya Sultan seraya turun dari kuda. Dengan ringkas Wiro Sableng segera berikan keterangan. Selesai memberikan keterangan maka dikeluarkannyalah Keris Tumbal Wilayuda dan diserahkannya pada Sultan.
Berseri-serilah paras Sultan Hasanuddin. "Sahabat jasamu sungguh tak dapat diukur dengan luasnya laut, dengan tingginya gunung. Aku berterima kasih betul kepadamu…"
Wiro memotong ucapan Sultan dengan berkata. "Sultan sebelum memasuki kota dan menemui Sultan Trenggono perkenankanlah aku memberikan sedikit rencana...."
"Boleh saja. Silahkan" kata Sultan seraya sisipkan Keris Tumbal Wilajuda dibalik pinggang pakaian. "Dengan membawa balatentra Demak ke Banten berarti akan pecah lagi peperangan dan pertumpahan darah di Banten. Sultan tentu lebih tahu dariku bahwa akibat peperangan yang paling buruk ialah jatuhnya beban penderitaan, serta kesengsaraan dipundaknya rakyat jelata...."
"Betul, dalam hal ini aku memang sedapat-dapatnya berusaha agar penduduk jangan sampai banyak yang jatuh korban," kata Sultan pula.
Wiro mengangguk. "Di samping itu, sebagian besar dari prajurit-prajurit pemberontak tiada lain hanya merupakan alat mati yang bisa dikutak kutik oleh atasan!
Di hati kecil mereka sendiri mungkin tak ingin melakukan pertumpahan darah itu. Tapi demi tugas dari atasan, mereka terpaksa melakukan peperangan yang kejam itu.
Jadi letak tanggung jawab, atau biang racun dari segala kemusnihan dan penderitaan itu tiada lain terletak di tangan pentolan-pentolan tinggi pemberontak! Nah, manusiamanusia inilah yang harus kita lenyapkan lebih dulu…. yang dibawah soal mudah..Apalagi dua bergundalnya pembantu Parit Wulung yaitu Resi Singo Ireng serta Macan Seta telah menemui ajal!"
"Apa yang kau katakan itu semua adalah benar sobat," kata Sultan. "Tapi aku masih belum melihat bagaimana caramu yang tepat dan baik dalam merebut kembali takhta kerajaan dengan menghindarkan pertumpahan darah...."
"Kalau Sultan bisa memberikan sedikit kepercayaan kepadaku, pastilah aku akan bersedia melaksanakannya... Maka Pendekar 212-pun menuturkan rencananya selengkapnya.