Via dan Jeni duduk di kursi taman rumah sakit. Mereka beberapa kali terlihat menarik nafas dalam. Seakan menghimpun banyak oksigen untuk melegakan beban di dalam dada.
Setelah di rasa lebih tenang, Jeni menoleh pada Via.
"Maaf, aku ingin mengatakan hal itu pertama kali padamu."
Via tak menjawab. Dia masih sibuk dengan pikirannya. Meski begitu wajahnya tetap terlihat tenang. Sesekali angin menghembuskan rambutnya. Dia menyeka dengan lembut. Merapikan rambutnya yang menyangkut ke bibir.
"Aku terkejut semua terjadi seperti ini. Kau pasti sangat marah padaku. Tapi Via.. sungguh, aku tak merencanakan apapun.."
Via menyimak, hanya saja dia masih enggan berkomentar.
"Suamimu adalah pria yang baik.."
Kali ini wajahnya jelas terlihat terkejut. Dia menoleh pada Jeni. Menatap sorot mata penuh kesalahan itu. Dia tersenyum sinis lalu mengalihkan pandangan lagi. Dia rasanya enggan menerima sorot mata Jeni pada wajahnya.