Seperti hari-hari yang biasa dia lalui bersama Darren. Arthur mengendarai mobil kesayangannya mengelilingi kota. Menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang berjajar hampir di seluruh penjuru kota. Pun udara jalan yang terkadang membuat mual, Arthur menyukai itu semua.
Meski Darren sudah tidak bersamanya lagi. Tidak ada gelak tawa atau ocehan dari mulut pria itu lagi di sampingnya. Pun mulai saat itu, Arthur harus mengemudi seorang diri. Dia tidak akan bisa bersantai dan tertidur di kursi penumpang lagi.
Arthur memang menikmati itu semua. Hanya saja, ada sesuatu yang mengganjal. Terutama setiap dia memalingkan wajahnya ke samping kursi kemudi, kosong. Kawannya itu sudah tidak ada di sana lagi. Terasa kosong dan hampa.
Memang, Darren tidak akan pergi jauh. Pun belum begitu lama. Bahkan nyawa pria itu masih menempel di dalam tubuhnya.