Chereads / The Life Story Of An Alina / Chapter 5 - TLSOAA|4|

Chapter 5 - TLSOAA|4|

Happy reading 😊

....

"Alina?"

Kuputar tubuhku, dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati sandra, dan mas akmal tengah berdiri dihadapanku.

"Hai," sapaku kikuk.

"Sandra, mengapa kau datang bersama Akmal?" Tanya Azka. Dia heran karena melihat Sandra menggandeng Akmal, yang jelas Akmal itu suaminya Alina.

"Dia calon suami ku," jawaban Sandra itu benar-benar membuat hatiku sakit, setega itu Akmal pada ku, apa ia benar tidak menganggap ku sebagai istrinya? Memang iya dia malu memberitahu dunia bahwa aku istrinya.

Tapi aku berusaha tersenyum. Namun Dinda menyadari perubahan ku, dia menyenggol sedikit bahuku dan menatapku dengan tatapan bertanya.

"Ka, kita duluan ya," ucapku izin untuk undur diri. Tanpa mendengar balasan Azka, kutarik tangan Dinda untuk menjauh dari kumpulan manusia itu.

"Kamu gak apa-apa kan, Lin?" Tanya Dinda sambil menarik tanganku agar berhenti berjalan. Saat ini kami sudah berada diluar, di taman belakang tepatnya. Di sini tak begitu banyak tamu yang berlalu ilalang.

"Aku tak apa-apa Din," jawabku meyakinkan, tapi dinda tak akan mudah berhenti sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Oke, dulu kita sahabat, tapi ada hal yang ngebuat kita jauh," jelasku.

"Iya, aku tau, kamu sahabatan sama Sandra." Dinda berhenti sejenak, "tapi, Akmal?" Dinda malah bertanya.

"Y-ya sama" jawabku kikuk.

"Lin kamu gak usah bohong, kamu tuh gak jago bohongin gue." Tegas Dinda. Aku hanya menunduk, memang benar apa kata Dinda. Aku bukanlah orang yang jago menyembunyikan kesedihan. Entah kenapa, mimik wajah ku selalu terlihat memelas.

"Kamu suka sama laki-laki itu?" Tanya Dinda. Apa yang dikatakan Dinda sedikit benar, memang benar saat ini aku sudah mencintai nya tulus dengan hati ku. Kutatap mata Dinda untuk menjawabnya, dan seperti nya Dinda langsung mengerti itu terbukti karena ia menarik tanganku untuk menuju kedalam lagi.

"Din," ucapku sambil menggeleng memberi tahu jika tidak ingin masuk kedalam. Tapi dengan keras Dinda terus saja menarik tangan ku, dari belakang aku hanya bisa pasrah dengan begitu aku mengekorinya di belakang.

"Bentar Lin," ucap Dinda sambil menghentikan jalannya. Kini dia melihat ku penuh tanda tanya, aku yang merasa aneh mengangkat sebelah alis lalu bertanya padanya.

"Apa Din?"

"Alina, kamu sadar dengan perasaan mu? Tadi kamu bilang, kalo kamu suka sama si Akmal." Aku hanya mengangguk.

"Bagaimana dengan suamimu?"

Pau

Hati ku seperti terobek sampai rasa perihnya terasa. Aku lupa memberi tahu Dinda jika laki-laki yang bersama Sandra itu adalah suamiku. Tapi aku berusaha untuk tidak memberikannya dulu, aku takut dia berbuat hal yang bisa mengacaukan acara ini.

"Kita kesana yuk, Din" ajak ku untuk mengalihkan topik.

.....

Malam sudah mulai larut, aku dan Dinda memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sebelum acara selesai. Aku dan Dinda tengah berjalan menghampiri Azka untuk pamit pulang, namun langkah ku terhenti ketika kutemui Azka masih berbincang dengan mas akmal dan Sandra.

"Ka?" Panggilku. Azka melirik ke arahku. Bisa kulihat dari wajahnya bahwa Azka sedang kesal tapi ia tahan dengan cara mengembangkan senyumnya. "Ka, kita pamit duluan ya, kasian anaknya Dinda udah nelpon terus." Ucapku tak sepenuhnya berbohong, memang benar tadi suami Dinda sudah menelepon nya memberi tahukan anaknya tengah rewel.

"Kamu biarin aja tuh anak pulang duluan, nanti kamu pulang belakangan, biar aku yang antar sekalian ketemu orang dirumah mu," ucap azka. Entah dia menyindir mas akmal atau dia hanya bercanda seperti biasa.

"Gak usah ka, lagian kasihan Dinda pulang sendirian," balasku.

"Kamu kasihan, gak usah Lin." Kurasa Azka makin gincar menggoda Dinda yang sudah memajukan bibirnya.

Aku merasakan beberapa pasang mata tengah menatapku, dan ternyata benar. Sandra tengah menatapku dengan tatapan biasanya dan mas akmal yang terus menatapku dengan tatapan tajamnya.

"Eh ka, kita pamit ya." Sungguh aku merasa tak nyaman ditatap seperti itu. Belum lagi dengan sikap Sandra yang manja pada mas akmal, membuat ku semakin tak suka lama-lama berada disana. Sebelum Azka menjawab aku sudah terlebih dahulu dan meninggalkan Dinda yang tengah mengomel karena kelakukanku.

Aku tahu, kamu sudah tidak tahan dengan pemandangannya, Alina. Justru saat ini, ingin sekali aku merangkul mu, menghapus air mata itu. Maaf Alina, karena aku melepas mu demi laki-laki pilihan Abi mu yang salah. Kata Azka dalam hatinya. Ketika melihat Alina pergi dari hadapannya.

....

"Lin, kamu kenapa sih?"

"Gak papa, kamu tuh yang kenapa dari tadi nanya Mulu," jawabku sewot. Pikiranku masih melayang membayangkan tatapan mas akmal tadi. Apa dia marah? Tapi marah kenapa? Tidak mungkin bukan Mas Akmal marah karena ucapan Azka tadi. Apa Mas Akmal marah karena aku ada di acara itu, tapi apa hubungannya dengannya, azkakan temanku dan akupun datang karna diundang, tidak salahkan?

"Lin?" Suara Dinda menyadarkan ku, kutolehkan kepala padanya. "Kok ngelamun Mulu?"

"Gak kok, emang ada apa?"

"Kamu kapan ngenalin aku sama suamimu, itu?" Tanya Dinda dengan menekan pada kata 'suamimu'

"Nanti kalo aku ada waktu, lagian kamu juga minggu-minggu ini sibukkan? Mending fokus dulu sama kerjaan, soal kenalan sama suamiku belakangan aja." Jawabku. Dinda hanya mendengus mendapat jawabanku. Dapat aku dengar kalau Dinda mendumel karna jawaban yang kuberikan.

Tak terasa mobil mungil Dinda sudah berhenti saja dihalaman depan rumahku. Setelah pamit, mobil dinda mulai menghilang dibalik pagar rumah. Tapi tak berapa lama sebuah mobil hitam yang sepertinya ku kenal masuk dan terparkir tepat didepan ku.

Seseorang turun dari balik kemudi, dan orang itu adalah orang yang satu hari ini tidak dirumah. Dia adalah mas akmal, tapi tak kulihat kehadiran Sandra yang tadi begitu lengket padanya.

Tanpa sedikit saja menyapa ku, mas Akmal berlalu dan berjalan masuk kedalam rumah. Sedangkan aku hanya mengikutinya dibelakang. Mas akmal menghentikan langkahnya ditengah ruang keluarga.

"Bagus, keluar tanpa seizin ku, kau pikir aku ini siapa," ucap suara bariton itu dingin. Mendengar ucapan mas Akmal barusan, membuat ku berpikir dan ingin sekali meneriakinya 'oh, selama ini mas masih anggap saya sebagai istri nya, mas' tapi bibirku tak mampu untuk menyerukan nya.

"Maaf, mas seharian tidak dirumah dan Alina gak punya nomor mas," jawabku akhirnya.

"Sini ponselmu!" Kuserahkan benda itu kearahnya, dan dengan gerakan cepat ia sudah mengembalikan ponsel itu. kutatap layar ponsel yang menunjukkan sederetan angka, tanpa menunggu perintah dari Mas Akmal aku langsung menyimpan nomor itu ke kontak telpon.

kulihat Mas Akmal berlalu menuju lantai atas, tampaknya malam ini ia tidak keluar lagi. Aku berjalan mengikutinya, tapi langkahku berhenti ketika di depan pintu kamarku sedangkan ia berlanjut ke kamarnya yang ada di ujung barat.

Di sepertiga malam, seperti biasa aku akan terbang untuk melakukan salat tahajud. Kuusap wajahku untuk mengembalikan kesadaranku yang belum sempurna.

Ku basuhkan air itu ke wajahku, subhanallah sungguh segar rasanya. walaupun airnya terasa dingin tapi tak memundurkan niatku untuk melaksanakan salat malam.

sholat tahajud kali ini ku tutup dengan salat taubat dan sholat witir, seperti biasa selepas melaksanakan salat kulanjutkan dengan bertadarus. Sambil menunggu sholat subuh, kembali kuputar tasbihku untuk beristighfar.

namun telingaku samar-samar menangkap seseorang yang tengah bertadarus, suara bariton nya mampu menggetarkan hatiku. ya Allah apakah hatiku bergetar karena indahnya ayat MU atau indahnya suara yang melantunkannya. Kumohon, jangan buatlah aku semakin terjabak dalam luka yang setiap harinya mengikuti ku. Karena aku tidak ingin terus hidup dalam masa kelam.

.....

Pagi-pagi sekali aku sudah sibuk didapur untuk membuat sarapan, derap langkah kaki menyadarkan ku, kulihat Mas Akmal sudah rapi lengkap dengan jas hitamnya. Sungguh, hatiku bergetar melihatnya. Sepertinya rasa ini mulai datang secara perlahan.

"Tidak bekerja?"

"Hari ini alin shift malam," jawabku. Setelah itu tak lagi kudengar suara mas Akmal. Ketika ku melihat piring yang berisi sarapan Mas Akmal, makanan itu masih banyak. Tampaknya Mas Akmal hanya memakan masakanku sedikit. Apa masakanku tak sedap? Atau ia hanya tidak ingin menyakiti hati Sandra karna memakan masakanku?

Astaghfirullah Lin apa yang sedang kamu pikirkan. Bagaimana kau berpikir sebegitu buruknya, mungkin ia ada beberapa jadwal mengajar pagi jadi ia buru-buru.

Kubersihkan semua makanan yang bersisa diatas meja. Mood makanku hilang seketika setelah melihat reaksi dari Mas Akmal.

....

Next✨

Jangan lupa love dan komen😊