Telinga Pendekar 212 mulai sakit oleh kedahsyatan luar biasa jeritan-jeritan ratusan
makhluk siluman yang datang menyerangnya. Meski dia sudah tutup indera pendengarannya tetap
saja suara jerit lengking yang mengerikan itu masuk menerobos liang-liang telinga dan pada jurus
pertempuran kedua belas kedua telinga Pendekar 212 mulai keluarkan darah.
"Mampuslah aku!" keluh Wiro dalam hati.
Baru saja dia mengeluh demikian, satu sambaran tangan lawan tak bisa dielakkannya.
"Breet!"
Robeklah pakaian Wiro Sableng. Dadanya tergurat luka disambar kuku dari makhluk
siluman dan tubuhnya dengan serta merta menjadi panas. Wiro cepat telan sebutir pil lalu melompat
enam tombak dan tekan gagang Kapak Naga Geni 212 di bagian leher kepala naga-nagaan. Ratusan
jarum hitam menderu ke arah makhluk-makhluk siluman. Tapi laksana seseorang menepuk air
hujan, makhluk-makhluk itu sekali kebutkan enam pasang tangan maka mentallah semua senjata
rahasia yang dilepaskan Wiro.
Pendekar 212 sambil melayang turun kirimkan pukulan Benteng Topan melanda Samudera
sedang kapak diputar dengan gerakan Orang Gila Mengebut Lalat! Dua gelombang angin yang
dahsyat luar biasa melanda tubuh makhluk-makhluk siluman. Tapi tak ada gunanya serangan itu
karena makhluk-makhluk ini seperti tiada merasakan apa-apa malah dengan cepat menyerbu
tambah dekat. Sewaktu Wiro dalam keadaan yang sudah kepepet lepaskan pukulan sinar matahari
dengan tangan kiri, makhluk-makhluk siluman itu meniup ke muka dan menjerit-jerit lebih dahsyat.
Pukulan sinar matahari membalik menyerang Pendekar 212 sendiri. Wiro menjerit keras.
Untuk melompat kembali ke atas tidak mungkin. Terpaksa dia buang diri ke samping dan
bertabrakan dengan salah satu makhluk siluman. Untung saja Wiro masih sanggup jatuhkan diri dan
berguling di tanah, kalau tidak pasti tubuhnya akan dihantam empat pasang tangan makhluk
siluman. Ketika dia berdiri kembali, empat makhluk siluman menerjang ke arahnya. Tak ada jalan
lain daripada hantamkan Kapak Naga Geni 212 ke muka. Empat makhluk meraung keras dan mandi
darah. Muncratkan darah hanya menambah banyaknya jumlah makhluk siluman itu saja. Sedang
empat makhluk yang tadi disambar kapak kembali menyerbu dengan lebih buas. Pendekar 212
bersiul nyaring lalu lancarkan satu tendangan pada makhluk yang terdekat. Makhluk ini mental tiga
tombak yang lainnya, disusul puluhan kawan-kawannya berhamburan ke muka. Di saaat itu Wiro
Sableng terkurung di tepi kolam. Darah dari kedua liang telinganya telah membasahi pipi.
Pakaiannya robek-robek sedang kulit tubuhnya berselomotan darah bekas cakaran makhluk-
makhluk siluman.
Satu-satunya tempat untuk selamatkan diri ialah patung perempuan telanjang yang terdapat
di tengah kolam. Tanpa menunggu lebih lama Wiro melompat ke atas kepala patung itu. Ketika
puluhan makhluk siluman melayang ke arahnya maka Pendekar 212 segera keluarkan batu api dari balik pakaian. Begitu makhluk-makhluk itu. menyerbu, Wiro adu batu api dengan mata kapak. Satu
gelombang angin menggebu ke arah makhluk-makhluk siluman. Gerakan puluhan siluman itu
terhenti sejenak. Api menyambar tubuh mereka tapi sedikitpun tak membawa akibat apa-apa, malah
bersama puluhan kawan-kawannya makhluk-makhluk yang kena disambar api ini cepat teruskan
serbuan mereka.
Wiro Sableng lompat dari atas patung, melesat ke bagian lain dari kolam. Boleh dikatakan
seluruh taman telah dipenuhi oleh makhluk-makhluk siluman. Sebentar saja Wiro berdiri di tepi
kolam itu maka puluhan makhluk kembali menyerbunya, memaksa dia berkelebat cepat kian kemari
untuk hindarkan diri
"Tamatlah riwayatku!" keluh Wiro Sableng sewaktu satu tangan makhluk siluman
menghantam punggungnya dengan keras, membuat dia berguling di rumput dan bangun dengan
megap-megap, bergerak lagi dengan cepat untuk hindarkan serangan makhluk-makhluk siluman
yang kembali datang menyerbu.
Pendekar 212 merasa tiada perlu lagi dia memegang Kapak Naga Geni 212 karena tidak bisa
digunakan. Segera dia selipkan batu hitam ke balik pakaian dan hendak simpan Kapak Naga Geni
212. Tapi dia ingat bahwa masih ada satu kehebatan Kapak itu yang belum dikeluarkannya. Dengan
hati meragu apakah kehebatan terakhir ini akan sanggup selamatkan dirinya Pendekar 212 balikkan
senjata itu dan tempelkan mulut kepala naga-nagaan ke bibirnya. Maka terdengarlah suara tiupan
seruling. Mula-mula perlahan, kemudian melengking keras, tinggi dan tajam, bergema ke setiap
penjuru.
Ratusan makhluk siluman tampak tertegun. Suara jeritan-jeritan mereka mulai pelahan dan
semakin tinggi nyaring suara seruling, jeritan-jeritan makhluk itu semakin berkurang dan akhirnya
lenyap sama sekali. Wiro kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tiupan seruling laksana deru ribuan
tawon. Makhluk-makhluk siluman kelihatan bingung dan mundur, lalu menjerit dan berteriak-teriak
aneh. Sekelompok demi sekelompok tubuh mereka kembali menjadi kepulan asap hitam untuk
kemudian sirna tiada bekas.
Ketika keseluruhan makhluk siluman itu lenyap menjadi asap dan asap lenyap pula dari pe-
mandangan maka kelihatan Dewi Siluman di tengah taman. Mukanya pucat pasi, dari telinga,
hidung, mata serta mulut keluar darah kental. Sekujur badannya tergetar hebat.
Sewaktu Pendekar 212 tiup suling Kapak Naga Geni. Dewi Siluman tersentak kaget.
Bagaimanapun dia kerahkan tenaga dalam dan tutup pendengarannya namun suara seruling tak
berhasil ditolaknya, terus menyeruak ke dalam liang telinga, mengacaukan jalan pikirannya serta
menyentak-nyentak pembuluh darah, membuat aliran darahnya tidak teratur lagi.
Dewi Siluman coba bertahan dengan sekuat tenaga dan kesaktian yang dimilikinya, tapi kini
dia telah ketemu batunya. Tiupan seruling Pendekar 212 yang sangat dahsyat telah membongkar kelemahan ilmu siluman yang dimilikinya. Bukan saja ilmu siluman itu musnah berantakan tapi
juga tiupan seruling terus membungkus dirinya tiada sanggup ditolak lagi.
Sambil terus tiup senjatanya Wiro Sableng memaki dalam hati. Sungguh tolol sekali dia.
Kiai Bangkalan telah menuliskan dua kalimat yang bisa membongkar rahasia kehebatan ilmu Dewi
Siluman tapi dia tak berhasil memecahkannya. Masih untung dalam keadaan sangat terjepit dia tiup
senjata itu, padahal itu pun tadi dilakukannya dengan hati bimbang karena khawatir akan sia-sia.
Tubuh Dewi Siluman makin lemah. Darah keluar semakin banyak. Kini di bawah tiupan
seruling itu tampak tubuhnya terhuyung kian kemari dan kira-kira setengah peminuman teh
kemudian tubuh itu tak sanggup lagi bertahan. Dewi Siluman meraung. Raungan yang keluar
disertai muntahan darah berbuku-buku. Tubuhnya rebah menelungkup ke tanah, masih bergerak-
gerak beberapa ketika kemudian diam untuk selama-lamanya.
Pendekar 212 masukkan Kapak Maut Naga Geni ke balik pakaiannya lalu bersila dan
meramkan mata. Luka di bagian luar serta dalam tubuhnya cukup parah. Sepeminuman teh baru
Pendekar ini buka kedua matanya lalu telan sebutir pil dan berdiri. Gadis-gadis berbaju biru
dilihatnya bermunculan kembali di sudut-sudut taman.
Wiro melangkah ke tempat di mana Inani duduk tersandar. Dia sudah sadar dari pingsannya
dan memandang kepada pemuda itu sewaktu Wiro me langkah ke hadapannya.
Wiro tersenyum dan berlutut di hadapan gadis ini. Inani membalas senyumnya. Matanya
yang tadi sayu kini kelihatan bersinar.
"Kau hebat Wiro...."
"Aku manusia tolol geblek!" sahut Wiro Sableng.
"Sudah hampir mau kojor baru bisa pecahkan rahasia yang diberikan Kiai Bangkalan. Itu
pun secara tak sengaja!"
Inani tersenyum.
Wiro memegang tangan gadis ini. "Kau tak apa?"
Gadis itu menggeleng.
"Terima kasih atas pertolonganmu", bisik Wiro. Dia memandang berkeliling lalu kembali
berpaling pada gadis itu dan berkata. "Sudah saatnya kita meninggalkan tempat ini, Inani!"
Inani mengangguk. Dibantu oleh Wiro gadis ini berdiri. Mereka saling pandang sejenak,
sama-sama mengulas senyum dan mulai melangkah ke arah langkan istana Dewi Siluman di mana
kawan-kawan Inani menunggu. Di langit sang surya bersinar cerah. Satu kejahatan telah musnah
tapi Pendekar 212 WiroSableng tahu bahwa masih banyak lagi manusia-manusia jahat yang musti
ditumpas.
*TAMAT*