"Apa maksud Mama?" Seorang gadis 17 tahun menatap sang Ibu tidak percaya, mata itu melebar, syok mendengar ucapan Ibunya.
"Mama dan Papa memiliki hutang pada keluarga Mizuruky, kami tidak punya uang untuk melunasi hutang itu. Papamu sudah tua, mereka bersedia menganggap hutang lunas kalau kamu bersedia menikah dengan Tuan Besar Mizuruky Sinya." Wanita paruh baya itu duduk bersimpuh di hadapan buah hatinya, tetes air mata tak bisa dielakkan, sesak dalam dada tanda penyesalan akan keputusan yang diambil ketika memilih meminjam sejumlah uang pada seorang rentenir.
Remaja 17 tahun tergugu membayangkan dirinya akan menikah dengan seorang pria tua dengan 5 orang Istri, dengan segala keterpaksaan dia menurut meski dalam hati sangat marah.
Hari pernikahan telah tiba, gadis itu bahkan enggan memandang sosok pria yang kini menjadi telah sah menjadi Suaminya.
Malam pertama bagi sepasang pengantin harusnya menjadi hal paling ditunggu, namun bagi gadis 17 tahun itu sangat dibenci, ia duduk di sudut tempat tidur sambil memegang sebuah pisau belati.
"Malam pertama kau sudah bersiap membunuhku." Seorang pria bertubuh tinggi tegap menatap geli Istri kecilnya itu.
Perlahan gadis itu mendongakkan kepala, dahinya berkerut melihat sosok pria di depan matanya.
"Kamu siapa?"
Pria 30 tahun dengan tinggi 191 berat 85 itu berdecih dengan pertanyaan sang Istri.
"Fira, apakah kamu baru amnesia? Bukankah tadi siang kita baru menikah?"
Fira kembali syok melihat sosok pria berkulit putih rahang tegas dengan hidung mancung berdiri di depannya.
"Ha?"
Fira melirik ke samping sejenak, kemudian bangkit dari tempat duduknya berjalan mendekati sosok pria bermata safir tersebut.
"Apakah Paman sudah punya 5 Istri?"
"Omong kosong! Aku baru kembali ke rumah ini dan disuruh menikah denganmu oleh Ibuku, sekarang kamu mau membunuhku." Pria bermata safir itu berjalan ke sisi ranjang lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Fira menoleh pada sosok tinggi tegap itu, otaknya masih meloading dengan kenyataan bahwa pria yang dinikahi tidak terlihat seperti bapak-bapak dengan banyak Istri dan banyak anak.
"Jangan takut, tidurlah. Aku tau kamu terpaksa menikah dengan ku, meski aku punya hak penuh atas dirimu tapi aku tidak akan memaksamu melakukan sesuatu yang tidak kamu suka," kata sang Suami dengan senyum menawan memang gadis mungil yang masih berdiri mematung di depan tempat tidur.
Fira tertegun mendengar ucapan pria itu, sebenarnya ia masih ragu untuk berbaring di ranjang bersama seorang pria yang tak dikenalnya tapi rasa kantuk dan lelah membuat dirinya menyerah dan memutuskan untuk berjalan ke sisi lain ranjang berukuran besar tersebut.
Sebelum tidur gadis itu memakai baju berlapis -lapis hingga tubuhnya terlihat lebih gemuk kemudian mulai menaiki ranjang, dengan ragu ia merebahkan diri di samping tubuh kekar sang suami.
Jantung berdebar kencang, nafas menderu dengan wajah memerah, ia sungguh sangat gugup berada di dekat pria tampan itu bahkan matanya enggan untuk terpejam.
"Pa-Paman, Paman janji tidak akan memaksaku bukan?"cicitnya.
"Hm," jawab sang Suami dengan mata setengah terpejam.
Perlahan Fira memberanikan diri menoleh ke samping, entah kenapa ada perasaan kecewa melihat pria yang baru menikahinya itu tidur tanpa melakukan apapun terhadapnya.
"Kenapa aku merasa kecewa Paman Maulana langsung tidur? Tapi setidaknya kan harusnya dia memberikan kecupan selamat malam padaku, ah sudahlah lebih baik aku tidur juga," gumamnya dengan ekspresi kecewa.
Maulana membuka matanya mendengar gumaman Istri kecilnya itu, ia merubah posisi tidurnya menjadi miring lalu menarik sang Istri ke dalam pelukannya.
"Kalau ingin mendapatkan pelukanku kenapa tidak bilang? Kita ini Suami Istri, suka atau tidak suka aku adalah milikmu dan kau berhak mendapatkan kenyamanan dari ku."
Tubuh gadis itu menegang ketika merasakan kehangatan dalam dekapan seorang pria, ini adalah pertama kalinya ia tidur bersama seorang pria dan berada dalam pelukannya.
Bibir gadis itu terkatup rapat dengan debaran jantung tak tentu.
"Aku pikir tadi Paman sudah tidur, tapi ternyata belum," batinnya, tanpa terasa bibir mungil itu tersenyum.
"Pa-Paman, besok aku harus sekolah. Tapi Mama bilang Paman akan mendaftarkan ku ke sekolah tempat Paman mengajar."
"Aku sudah melakukan itu, kamu tinggal datang dan duduk dengan manis di dalam kelas. Aku juga sudah menyiapkan seragam sekolah untuk mu," balas Maulana mengeratkan pelukannya.
Fira mengangguk, sedikit tersentak kala merasakan pelukan sang Suami semakin kuat.
Ia ingin protes namun rasa nyaman dan kantuk memaksanya untuk tidur.
***
Pukul 6.00
Fira telah siap dengan seragam sekolah barunya, meski ia merasa seragam itu sangat norak tetapi tetap dipakai.
Pandangan mata gadis itu teralih pada sosok sang Suami, pria itu mengancingkan lengan kemeja marun, perhatian Fira tertuju pada jam tangan yang melingkar di lengan sang Suami.
"Hanya seorang guru, kenapa Paman bisa memiliki jam tangan keluaran terbatas itu? Meski aku bukan terlahir dari keluarga kaya tapi aku juga tahu itu jam mahal."
Maulana menaikkan pandangan menatap sang Istri, bibir tersenyum tipis mendengar ucapan gadis itu.
"Apakah menurutmu seorang Guru tidak akan mampu membeli sebuah jam tangan?"
"Ya bukan begitu, Paman bukan Guru Negeri jadi Gaji Paman juga tidak akan sampai sejuta. Meski rumah ini sangat besar bagai istana tapi ini rumah ortu Paman," elak Fira.
"Benarkah? Sebagai seorang pria yang sudah bekerja dan menikah, haruskah aku masih ikut tinggal di rumah orang tua? Apakah aku tidak bisa membawa orang tua ku tinggal di rumah hasil kerja kerasku?" balas Maulana dengan senyum manis.
Fira tersenyum remeh, jelas dia tidak akan percaya kalau seorang Guru akan bisa membangun rumah 27 lantai, gaji Guru biasa tidak sampai satu juta lima ratus.
"Sudah, yang terpenting sebagai seorang Suami aku akan menafkahimu dan tidak akan menelantarkanmu. Ayo kita turun dan sarapan." Maulana meraih tangan sang Istri hendak menggandengnya, tapi tatapan tidak suka dari Istrinya itu membuat pria tampan tersebut melepaskan dengan senyum maklum.
"Kenapa ingin menafkahi ku? Menafkahi ku maksudnya memberi ku uang?" tanya Fira polos.
"Ya, seperti..." Maulana mengeluarkan dompet lalu mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dan memberikan uang tersebut pada sang Istri.
"Ini ... uang ini untuk mu, besok aku akan memberikan lagi."
Fira memandang penuh curiga uang tersebut lalu berkata," Jangan bilang Paman akan membeliku, aku tidak mau! Aku akan selalu menjaga mahkota ku untuk pria yang ku cintai."
Maulana tertawa terbahak -bahak mendengar penolakan gadis kecil itu, usia masih remaja baginya wajar dengan pemikiran seperti itu kecuali remaja dengan pemikiran terlalu dewasa tentang hal sensitif seperti itu.
Kedua alis Fira hampir menyatu mendengar tawa sang Suami, bibirnya mengerucut kesal.
"Apa yang Paman tertawakan?! Aku sungguh tidak menjual tubuh!"
"Aku tahu, Istriku. Aku tahu kamu adalah gadis yang baik, aku adalah Suamimu ... jadi sudah sepantasnya aku memberikanmu uang ini. Ini hak mu dan kewajibanku, aku sudah berjanji tidak akan memaksamu sebelum kamu siap," balas Maulana meyakinkan.
Tidak ada jawaban selain tatapan penuh selidik dan curiga dari sang Istri, pria dengan tinggi 191 itu menghela nafas, entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu tentang dirinya.
"Dalam al qur surat An Nisa ayat 34 yang berbunyi:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Laki-laki (suami) adalah penanggung atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka mentaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Mahabesar.
Menafkahi seorang Istri adalah perintah dari Allah, apakah sekarang kamu mengerti? Terimakasih uang ini sebagai kerelaan dari ku bukan karena aku ingin membeli tubuhmu."
Fira tercengang mendengar lantunan ayat al qur an yang begitu merdu dari sang Suami, siapapun juga tidak akan ada yang percaya bahwa anak seorang Rentenir bisa melantunkan ayat-ayat Al Qur'an dengan begitu indah.
Maulana mendengus, ia meraih tangan sang Istri lalu meletakkan uang tersebut di atas telapak tangannya.
"Gunakan untuk keperluan mu, tidak perlu pedulikan tentang keperluan rumah karena itu juga akan menjadi tanggung jawabku sebagai kepala rumah tangga."