Episode 3
Ketegangan antara Mizuruky Sinya dan Maulana belum reda meski mereka tidak ingin melanjutkan perdebatan.
"Aku selesai." Maulana meletakkan sendok dan garpu di atas piring lalu mengelap bibirnya.
Fira segera menyelesaikan makanannya dengan buru-buru, setelah itu bangkit dari tempat duduknya.
"Aku juga selesai."
Maulana memiringkan kepala menatap sang Istri."Sayank, kalau kamu belum selesai, aku akan menunggumu. Jangan khawatir, habiskan makananmu."
Fira tersenyum kaku ketika melihat makanan di piringnya masih banyak, salah sendiri mengambil makanan terlalu banyak.
"Tapi, Maz." Sengaja memanggil Mas saat di depan keluarga sang Suami.
"Tidak apa, Mas akan tunggu sampai kamu selesai makan," balas Maulana lembut.
Fira mengangguk, tapi tatapan jijik dari Nadia sungguh membuat perasaan gadis itu merasa tidak nyaman.
"Kenapa Ibu tiri pria tua itu terus menatapku? Aku seperti seorang pelakor saja," batin sang gadis sambil terus memakan makanannya.
Maulana mengernyit saat tiba -tiba perutnya berdenyut nyeri, tapi itu berlangsung tidak lama hingga ia memutuskan untuk mengabaikan rasa itu.
Setelah menyelesaikan makanannya, Fira bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri sang Suami.
"Aku sudah selesai، Maz. Ayo kita berangkat sekarang."
Maulana mengangguk, ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu meraih tangan sang Istri dan membawa gadis itu pergi.
Di depan pintu Fira segera menghempaskan tangan sang Suami lalu membuang muka saat pria itu menatapnya heran.
"Sayang, ada apa?" tanya Maulana heran.
Fira mengalihkan perhatian pada sang Suami dan menatapnya galak.
"Paman, dengar baik-baik! Pokoknya nanti di sekolah kita tidak saling kenal! Jangan bilang kalau aku adalah Istri mu! Aku tidak sudi punya Suami sudah tua!"
Maulana menghela nafas dengan sikap sang Istri, padahal tadi ia sudah berpikir kalau gadis itu telah melembutkan hatinya tapi ternyata hanya pura-pura saja.
"Baiklah, terserah kamu. Aku berangkat dulu."
Fira tercengang melihat sang Suami pergi meninggalkan dirinya seorang diri, ia menoleh ke dalam rumah, perasaan takut kalau para mertuanya itu mendelik padanya, ia pun segera berlari menyusul sang Suami.
Gengsi terkadang membuat seseorang menjadi enggan untuk meminta tolong, begitu juga pada yang terjadi pada Fira.
Gadis hanya berjalan mengekori sang Suami tanpa ada niat memanggil Suaminya, ia terus berjalan hingga pria tersebut berada di samping mobil.
Maulana menoleh kebelakang dan melihat sang Istri diam sambil memandangi dirinya seakan ingin diantar ke sekolah.
"Istriku, apakah kamu ingin satu mobil dengan ku?" tanyanya berusaha sabar.
Fira mengangguk, ia langsung berlari memutar dan masuk ke dalam mobil kemudian duduk dengan nyaman di jok penumpang.
Melihat sang Istri sudah duduk dengan nyaman di kursi penumpang, ia pun segera masuk dan melakukan mobil sedan miliknya.
Di dalam perjalanan Fira terus bertanya alasan pria itu menggunakan sedan dengan harga murah sedangkan punya rumah sangat mewah bagaikan istana.
"Paman."
"Hm."
Fira mengurungkan niatnya bertanya mendengar jawaban singkat dari sang Suami, ia merasa kalau pria itu sedang kesal.
"Rumah sebesar itu tapi mobilnya hanya yang murah."
"Murah darimana? Mobil ini harganya 370 juta, mencari uang sebanyak itu tidak mudah, Sayang," balas Maulana sambil terus mengemudi.
"Tapi dengan hunian mewah 27 lantai, masa mobilnya hanya seharga 370?" jawab Fira menganggap ucapan sang Suami terlalu tidak masuk akal.
"Istri ku, apakah kamu selalu memandang segala sesuatu itu dari segi materi? Bukankah harusnya kita bersyukur karena masih bisa beli mobil? Di luar sana banyak yang tidak punya mobil," tanya Maulana heran, ia bukan tidak punya mobil mewah yang dimaksud oleh sang Istri, tetapi dalam sekolah tempat dirinya mengajar bukanlah berisi masyarakat menengah atas melainkan menengah ke bawah, oleh karena itu dirinya tidak ingin menggunakan mobil mewah agar tidak ada yang merasa rendah.
"Ya bukan seperti itu, Paman. Hanya saja kan aneh, mana ada seorang yang punya rumah mewah tapi beli mobil hanya dengan harga seperti itu," elak Fira tanpa memandang paras rupawan sang Suami.
"Apa yang aneh dengan itu? Setiap orang bebas melakukan hal yang disuka, termasuk membeli mobil standar. Tidak harus membeli mobil dengan harga miliaran hanya karena punya pekerjaan sebagai pemilik perusahaan atau memiliki rumah besar, kamu terlalu banyak membaca novel CEO hingga mobil pun harus harga miliaran," balas sang Suami asal tebak kebiasaan Istrinya.
"Ha?"
"Sejak kapan aku suka baca novel? Aku bahkan tidak tahu jenis novel…" Ia tersenyum dengan wajah merah merona membayangkan hal yang disukai.
Maulana melirik sang Istri, ia menggelengkan kepala melihat ekspresi gadis itu, seakan menyembunyikan sesuatu yang dilarang untuk dilakukan.
Tak lama kemudian mereka telah sampai di SMA Dirgantara, Fira menatap sekolah tersebut aneh.
Meski dirinya bukan dari keluarga terpandang tapi kedua orang tuanya menyekolahkan dirinya di sekolah elit dan terpandang sekalipun mereka harus berhutang.
"Paman, ini tidak salahkan? Masa aku akan sekolah di tempat busuk seperti ini?"
Maulana menoleh pada sang Istri, kemudian menaikkan pandangan pada sekolah tempat dirinya mengajar, memang sebagai sekolah SMA dengan latar belakang bukan pedesaan primitif rasanya aneh kalau sekolah tersebut terlihat tidak terurus bahkan bangunannya terlihat tua , tapi juga tidak seharusnya disebut sebagai tempat busuk.
"Apa yang salah dengan sekolah ini? Layak kok ditempati untuk belajar."
"Tapi sekolahku yang dulu itu sangat besar dan semua bangunannya kokoh bahkan bertingkat, kenapa setelah menikah aku harus sekolah di sini?" Fira sangat kesal karena harus belajar di tempat yang tidak sebagus sekolahnya dulu.
"Karena kamu sudah dikeluarkan di sana, kamu tidak bisa membayar tunggakan akibat uang dari Ayahmu sudah kamu gunakan untuk foya-foya," jelas Maulana lembut.
"Istri ku, janganlah kamu hidup tanpa rasa syukur. Sekarang kamu turun di sini atau aku akan turunkan kamu di tempat parkiran, jadi semua orang tahu kamu adalah wanitaku."
Fira masih sangat tidak terima, bagaimanapun juga anak SMA tidak boleh menikah, tapi kedua orang tuanya memaksa karena tidak bisa bayar hutang.
"Aku turun sini saja, Paman harus ingat! Aku tidak ingin semua orang tahu kalau aku sudah menikah, karena anak SMA tidak boleh menikah."
"Aku tahu, karena itu kalau ada yang tanya maka aku akan jawab kamu adalah wanitaku," jawab Maulana santai.
Dengan marah, Fira membuka dan menutup pintu mobil secara kasar.
Di dalam mobil, Maulana tersenyum sambil melambaikan tangan pada sang Istri lalu melajukan mobil memasuki halaman sekolah.
Di depan pintu gerbang, Fira tidak segera masuk. Berulang kali ia menarik nafas dan mengeluarkan perlahan, rasanya masih tidak percaya bahwa dirinya sekarang berada di sekolah biasa dan tidak sebagus sekolah sebelumnya.