Chapter 32 - WULAN

Alea mulai terbiasa bersama Axel, jika jam istirahat ia terlambat menemuinya, maka ia tak segan-segan lagi untuk kembali ke ruangan hanya untuk menyusul atasannya. Karena, sudah jadi kebiasaan pria itu, tidak langsung keluar di jam istirahat, dan Alea akan menunggu di taman, atau di kantin. Dia akan mengatakan saat keluar ruangan.

Kini, Alea juga lebih terbuka dan mulai banyak bicara pada Axel, bahkan dia sering menyama-nyamakan hoby, kebiasaan di masa kecil serta makanan dan minuman yang disukai Axel dengannya.

Mereka sering pergi keluar sekedar nonton dan fitness, padahal Alea sendiri sebenarnya bukan orang yang suka gym, tapi demi memuluskan keinginannya untuk mendapatkan big boss, apapun itu ia lakukan dan sama-sama kan asal bisa mendapatkannya. Namun, tidak jarang juga, Alea bercerita tentang asmara di masa lalunya, di mana, dia juga pernah dekat dengan pria blasteran tampan, dan juga mapan, agar Axel tidak semena-mena terhadapnya karena takut kehilangan. Dengan tujuan, Alea bisa menguasai Axel sepenuhnya jika kelak mereka sudah bersama.

"Alea."

"Iya."

"Aku suka dengan dirimu yang sekarang, kamu lebih periang dan terbuka, tidak suka menyepi sendiri." melirik Alea sambil menyetir.

"Karna aku sudah menemukan sosok yang bisa mengerti aku, Pak. Lihat saja, dengan yang lain aku tetap sama seperti dulu, hanya sama Bapak saja, kan?"

"Lalu, bagaimana dengan Andra?" tanya pria itu sedikit kesal dan menampakkan gurat cemburu di wajahnya.

Alea tersenyum dan memutar kedua bola matanya. "Pak, sudah berapa kali aku katakan? Dia itu teman baikku. Dia orang pertama yang jadi teman saat aku bekerja di sini. Masa iya, setelah aku punya pacar main campakin dia saja? Nanti aku dibilang tidak berperasaan loh."

"Serius?"

"Dua rius!" Alea mengacungkan dua jarinya sambil menatap tegas ke arah pria di hadapannya. Sepertinya, dia tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar. Mungkin, dia perlu mengatur waktu agar keduanya bisa berremu supaya tidak terjadi lagi kesalah pahaman antara Max dan Andra.

=================

"Hay, Wulan, kenapa kau diam saja?"

"Xel, siapa wanita yang bersamamu tadi?" Gadis itu beranjak mendekati Axel, sambil matanya lekat memandangnya.

"Itu temanku, juga asistenku, kenapa?"

Wulan nampak terkejut, mulutnya terbuka matanya melebar menatap Axel tak percaya, "Jauhi dia!"

"Kenapa?" Axel nampak mengeryit bingung melihat tingkah Wulan yang aneh, dan bisa dikatakan tidak biasa. Seketika, pria itu duduk di dekat gadis yang sudah sejak dulu ia anggap adik setelah berhasil meloloskan dasi dari krah kemeja yang ia kenakan.

"Kau menyukainya? Lupakan dia!" teriak Wulan mulai histeris. Membuang muka dari Axel.

"Kamu kenapa? Cemburu?" Max tertawa menggoda Wulan dengan memyentuh dagunya.

"Kenapa aku harus cemburu, kau boleh mendekati atau menikahi wanita manapun tapi aku mohon jangan dia," ucap Wulan lagi.

"Kenapa sih, Wulan? Dia musuh bebuyutanmu?" tanya Max seolah tak puas dengan jawaban Wulan. Tentu saja. Apa alasannya bahkan Wulan tidak mengatakan sama sekali.

"Kau tahu kenapa aku pergi dari kantormu tanpa pamit di hari keempat?"

Xel mengelengkan kepalanya.

"Karna aku melihat Andrea."

Max nampak mengerutkan alisnya berfikir keras, "Andrea berada di kantorku? Kira-kira ngapain dia?"

"Mungkin dia bekerja di sana, Xel."

"Ya sudahlah selama ini tidak ada masalah di kantor, mungkin dia hanya menuliskan cerita bertema seperti itu saja, aslinya dia wanita karir normal," hibur Axel sambil menepuk bahu Wulan.

"Tidak Max, dia tidak Normal dia... Dia... Bersama... Dia berbahaya," ucap Wulan terbata-bata.

"Sudahlah kamu rilexs saja, ok!"

Max pergi ke dapur, tak lama kemudian kembali dengan segelas teh hangat diberikannya kepada Wulan.

Melihat Wulan semakin hari semakin gelisah Max tidak tega, dia bermaksut mengenalkan dia dengan Alea, gebetannya, dengan tujuan agar Wulan tidak terlalu stres dengan salah satu penulis yang menerbitkan karyanya di tempat ia bekerja sebagai editor freelance. Sebab, ia yakin. Alea bisa berteman baik dengan Wulan jika dia tahu kalau Wulan adalah adiknya.

"Wulan, aku naksir sama cewek," ucap Axel suatu sore di halaman belakang rumah.

Wulan yang habis berenang meminum jus jeruk langsung tersedak dan disemburkan tepat di wajah Axel.

Tak hanya itu, dia malah tertawa terpingkal-pinggal lalu akhirnya duduk disebelah pria itu. "Kukira kamu homo, ternyata normal, ya." masih melanjutkan tawanya. "by the way perempuan asli apa jadi-jadian tuh? Bukan seperti Milen cyrus, kan?"

Axel menghela napas dalam. Tak mau berdebat dengan Wulan. Tapi, dia cukup senang melihat gadis itu sudah tidak lagi terlihat tertekan dan depresi. "Bagaimana kalau nanti malam aku kenalkan kau dengannya? Dia agak pendiam tapi kalau dah kenal pasti baik."

"Ok. Malam ini?"

"Iya, malam ini."

"Baiklah. Aku tidak akan menolak. Biar kulihat, seperti apa dia. Apakah cantik?"

"Cantik sekali."

"Apakah lebih cantik dari aku?"

"Nanti malam kau akan bertemu dengannya. Nilai saja sendiri."