Chereads / ( Pindah akun ) / Chapter 3 - BAB 3

Chapter 3 - BAB 3

Mysha pulang terlambat hari ini. Ia sengaja menyempatkan diri untuk mampir kerumah pohon buatan kakeknya. Dengan begitu pikirannya yang penat perlahan hilang.

Mysha berlari pelan mendekati rumahnya. Tapakan seribunya terhenti ketika melihat Andrea tengah bersalaman layaknya ibu dan anak dengan Yuli.

Lagi - lagi ekspresi aneh terukir diwajah Mysha.

Kini Mysha berjalan mendekati mereka. Yuli terlebih dahulu sadar akan keberadaan Mysha.

"Tuh Mysha nya..." 

Ucap Yuli. Apa mereka menjadi akrab ?. Tak biasanya Yuli dapat menerima sembarang cowok. Apalagi Andrea kan anak baru.

Andrea membalik wajahnya dan menatap kehadiran Mysha yang masih berseragam sekolah lengkap dengan ransel dan sepatu.

Melihat Mysha yang sudah semakin dekat Andrea mengulurkan tangan nya dengan penuh senyum.

Tapi sayang sekali. Mysha tak meresponnya dan melewati Andrea. Mysha berdiri disamping ibunya seraya menatap Andrea.

"Ehh... Mysha. Ga boleh gitu dong... Ada temennya kok !"

Tegur Yuli melihat Mysha yang menyenderkan kepalanya di pundak Yuli. Yuli beberapa kali menegur sifat Mysha yang tak baik sembari mengacak rambutnya gemas.

"Ya udah kalo gitu... Andrea pamit dulu... Makasih ya tente !"

Andrea bersalaman kembali dengan Yuli. Sebelum Andrea pergi ia sempat memainkan kedua alisnya kepada Mysha. Dijawab oleh lengkungan bawah pada bibirnya yang kecil itu.

Andrea menyalakan mesin mobil yang terparkir disamping rumah dan meninggalkan Mysha dan Yuli.

"Orang nya baik ya..."

Ucap Yuli menatap Mysha dengan senyum. Yuli memang tak suka bila Mysha memiliki hubungan dengan seseorang. Apalagi mengingat sifat Mysha yang begitu polos dan mudah dipermainkan perasaannya. 

Mysha memutar kedua bola matanya kemudian menyusuri anak tangga

Mysha berbaring diatas ranjangnya. Ia tersenyum sepanjang waktu. Sadar Mysha. Mysha menampar pipinya beberapa kali. Ia tak boleh dekat - dekat dengan Andrea.

"Mysha..."

"Hmm..."

Mysha memejamkan matanya. Suara Bulan akan lebih terdengar bila ia tengah sendiri dan memejamkan matanya.

"Apa kau merasa baik ?"

Mysha terkekeh. Ini merupakan pilihan yang sulit. Entah mengapa kini dirinya tengah duduk diantar kebaikan dan keburukan.

Entahlah... Hatinya berkata lain dari apa yang Bulan katakan.

Mysha menggelengkan kepalanya pelan. 

Ketukan pintu terdengar. Yuli membuka pintu dan membawakan sepiring makan malam dengan teh hangat.

"Ealah... Kamu kok belum ganti baju to sayang... Besok kan masih dipakai..."

Tegur Yuli. 

"Iya, ma..."

Yuli menaruh makanannya dimeja lalu beranjak duduk diambang ranjang. Mysha kini beralih duduk disamping ibunya dan memasang wajah penasaran.

Tak biasanya Mysha tersenyum indah seperti ini. Ini salah satu momen langka bagi Yuli. Tak pernah ada kebahagiaan yang menyelimuti Mysha ketika ayahnya pergi. Memang hanya ayahnya yang dapat membuat Mysha tersenyum lebar.

"Putri mama, kok kaya nya lagi seneng nih..."

Mysha tertawa kecil. 

"Katanya mama gak mau Mysha deket sama cowok. Tapi kok tadi mama sama Andrea---"

Mysha yang belum menyelesaikan ucapannya langsung terpotong oleh Yuli.

"Kamu tahu ?. Dulu kamu suka sekali dengan kupu - kupu kan, tapi karena Jovi... Kamu kini jadi benci dengan kupu - kupu kan..."

Memang benar. Dulu Mysha selalu menangis ketika kakeknya gagal menangkap seekor kupu - kupu yang ia tunjuk. Sampai suatu ketika keinginan Mysha dengan kupu - kupu indah terwujud oleh tetangga barunya yang bernama Jovi.

Mereka sangat dekat. Setiap kali seseorang membuat Mysha nangis pasti Jovi yang akan setia mengusap air mata mutiara itu.

Sampai suatu ketika Mysha tengah menyusuri bukit - bukit indah bersama Jovi. Mereka membelah hutan demi mencari kupu - kupu nan indah. 

Dengan ketidak sengajaan mereka berdua menemukan sebuah rumah pohon tua. 

"Wahh... Ada kupu - kupu cantik diatas sana Jovi !"

Mysha menunjuk sebuah rumah pohon dengan kupu cantik yang tengah bertengger diatas.

Jovi tersenyum lebar.

"Aku bakal ambilin buat kamu !"

Mysha kecil mendengar itu langsung menarik tangan Jovi. Rumah pohon itu tampak tua dan mengerikan. Lumut hijau menghiasi sekitar. Tangan dengan tali kecil itu tampak licin. Namun ucapan Mysha ditolak mentah - mentah oleh Jovi. Jovi rela melakukan apapun untuk membuat Mysha tersenyum. 

Sampai suatu ketika Jovi tergelincir di tangga itu. Jovi terjatuh dari ketinggian. Rasa takut dan kecewa menohok hati Mysha. Mysha tak sanggup. Ia tak sanggup melihat darah yang mengalir dari kepala Jovi. Itu bagaikan phobia nya.

Mysha tak bisa apa - apa. Hatinya terlalu rapuh untuk berteriak. Hati nya juga terlalu linu untuk mendekat.

Ia hanya terdiam seraya memejamkan matanya. Mutiara bening itu muncul kembali dari matanya.mengalir perlahan membasahi pipi.

Ia tak dapat membayangkan itu kembali.

Saat dirumah sakit. Mysha kecil hanya merunduk seraya digandeng oleh kakek nya.

Ia merasa bersalah. Mysha menatap kosong kedua orang tua Jovi yang terisak pilu melihat Jovi berbaring diranjang dengan sebuah mesin EKG yang terus mengisi keheningan.

Mysha ingin berucap 'maaf' dalam mulutnya. Tapi ia masih belum terima kenyataan. Ketika mesin EKG itu berbunyi panjang tanpa jeda. Orang - orang berpakaian putih dengan sarung tangan itu berlarian menuju Jovi. Sedangkan kedua orang tua Jovi menganga tak percaya.

Kakek memeluk Mysha erat - erat. Kakek tahu rasanya. Ia pernah mengalami itu juga. Mysha tak berkutik sedikitpun. Ia hanya terdiam dengan ketidak percayaan yang masih merajai hatinya.

Tidak !. Tidak mungkin Jovi pergi secepat itu. Mereka bahkan baru saja memulai kedekatannya. Jovi adalah sahabat pertama dan terakhir Mysha. 

Kakek dan Mysha berjalan perlahan meninggalkan rumah sakit. Kata 'maaf' belum pernah berhasil terucap oleh bibir mungil Mysha. Ia tidak pernah menerima kenyataan.

Kakek mengajak Mysha kerumah pohon tua. Mysha tak kuat berada disana. Ini adalah rumah pohon monster yang telah menghancurkan sebelah hati Mysha. Ini adalah rumah pembunuh Jovi.

Mysha melepaskan genggaman tangan kakek dan lari menuju rumah. Mysha mengurung dirinya dikamar sepanjang waktu. Tangis tak dapat terukir diwajahnya. Ia tak ingin menangis, ia hanya ingin Jovi kembali.

Apa ini keajaiban ?. Jovi seketika muncul dalam mimpinya. Jovi kecil dengan pakaian serba hitam membawa sebuah payung.

"Rumah pohon itu... Aku suka sekali"

Suara imut itu bergumam dikepala Mysha yang tengah terlelap dalam mimpinya. Dan untuk kesekian kalinya tetesan air mata terukir kembali di wajah mulus Mysha. Jovi melihat itu menyekat air matanya dan menghapusnya dengan jemarinya.

"Jovi nggak suka cewek cengeng..."

Serentak air mata itu terhenti. Mysha tersenyum. Ia berjanji tak akan menangis kembali.

"Waktu itu kamu gnelindur to ?. Sambil teriak - teriak ndak jelas, ngomongin Jovi tentang rumah pohon"

Mysha mengingat semuanya. 

"Jovi dateng kemimpimu. Jovi titip rumah pohon itu sama kamu nduk... Dan sampe sekarang kamu masih sering to kesana ?"

Mysha membulatkan matanya. Ternyata selama ini Yuli tahu bila ia sering keluyuran untuk sekedar mampir kerumah pohon itu ?. Mysha pikir Yuli tak pernah memperhatikannya. Ia pikir Yuli itu bukan tipe ibu yang perhatian, pendengar yang baik. Ia pikir Yuli cuek pada dirinya. Tapi mengapa Yuli tak pernah menegur, bila Mysha pulang malam hanya karena dirumah pohon ?.

"Kamu itu baperan... Cuman nurut sama perkataan orang setia."

Yuli langsung menutup mulutnya dengan tangan kanan seraya terkekeh pelan. Apa maksudnya perkataan tadi ?. Sindiran ?. 

Terukir malu dalam wajah Mysha. Yuli paham betul ekspresi itu. Yang hanya nongol ketika ledekan menampar Mysha.

Yuli terkekeh lalu mengacak gemas rambut Mysha yang kini terherai. Cewek itu menyudutkan bibir kecilnya dan menyipitkan kedua matanya.

"Dimakan !. Nanti dingin loh..."

Yuli berjalan keluar dari kamar Mysha dan menutup pintu itu rapat - rapat.

Mysha yang tahu ibunya telah berada jauh langsung mendekat ke sebuah rak buku berwarna putih.

Buku - buku novel tertata rapi disana. Tak tampak mencurigakan. Hanya rak seperti pada umumnya. 

Ketika Mysha berjalan mendekat kerak itu. Menyingkirkan satu per satu buku. Butuh beberapa buku disingkirkan untuk mengambil sebuah buku spesial berwarna putih tanpa judul dengan gembok yang kuat mengunci buku tersebut.

Mysha menundukan tubuhnya yang sudah mungil untuk mengambil kunci berwarna emas yang dapat membuka gembok kecil itu.

Ia sengaja menyembunyikan dan menggemboknya. Ia tak mau satupun orang melihatnya. 

Walau itu adalah ibunya sendiri.

Mysha membuka buku itu dengan perlahan. Jemarinya yang lentik menggores lembaran - lembaran lawas itu. Sudah lama sekali Mysha tidak membuka buku itu.

Menatap sebuah foto yang penuh makna. Mysha melamun untuk beberapa saat.

Cewek yang masih berseragam itu hampir saja membocorkan bendungan air matanya.

"Menurut kamu bagaimana Bulan ?"

Mysha kembali memejamkan matanya. Ia sangat menyayangi teman curhat nya. Sayang. Bulan tak dapat banyak membantu disiang hari. Karena Bulan sendiri lebih mudah dilihat dimalam hari.

"Ini masalah kesetiaan Mysha. Kamu boleh dekat dengannya. Tapi... Ingat halaman 20 ?."

Mysha menghela napasnya selang beberapa detik. Ia langsung menutup buku putih itu. Ia harus setia pada buku itu. 

Ponsel yang ada diatas meja itu bergetar. Menunjukan sebuah pesan yang masuk beberapa detik lalu.

Mysha membuka pesan itu. Ia menelan salivanya.

"Heyy sayang... Kapan kita ketemuan lagi...?"